Mencari G-spot Sebagai Titik Orgasme Perempuan

Untuk mendorong agar perempuan mencapai puncak kemikmatan seks pada saat berhubungan seksual pelu dicari G-spot sebagai titik rangsanan
‘Mungkin masalah kejelasan yang mungkin memberi kita petunjuk mengapa kita begitu berjuang untuk mengidentifikasi G-spot.’ (Foto: The Guardian/Alamy)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Tidak sedikit perempuan, terutama istri, yang mengeluh karena tidak mencapai puncak (baca: orgasme) ketika melakukan hubungan seksual. Orgasme tidak selalu terjadi di akhir hubungan seksual karena bisa saja terjadi multiple orgasm atau beberapa kali orgasme.

Biar pun banyak perempuan yang bisa berkali-kali orgasme dalam sebuah hubungan seksual, tapi kalau dengan sekali orgasme sudah memuaskan untuk apa mengejar banyak orgasme. Sebaliknya, banyak juga perempuan yang tidak bisa orgasme. Orgasme adalah perasaan nikmat yang terjadi selama hubungan seksual.

Yang ironis, sikap laki-laki terkadang tidak masuk akal. Dengan pasangan di rumah mereka sering tidak peduli apakah pasangan atau istrinya sudah orgasme, tapi bebeda ketika mereka seks denga pekerja seks komersial (PSK). Laki-laki yang selalu berusaha agar PSK mencapai orgasme.

Masalahnya adalah ternyata PSK hanya pura-pura orgasme agar ’permainan’ cepat selesai. Pekerja seks akan mengkondisikan tubuhnya seperti ketika orgasme dengan erangan dan desahan. Yang tidak berpengalaman akan merasa puas, tapi laki-laki yang jeli bisa mengetahui kondisi yang sebenarnya dari gerakan tubuh dan desahan PSK apakah itu orgasme atau tidak.

Orgasme pada perempuan tidak selamanya karena rentang waktu yang lama dalam melakukan hubungan seksual, tapi erat kaitannya kondisi emosi ketika sanggama serta foreplay (rangsangan sebelum sanggama).

Sanggama tanpa foreplay merupakan siksaan bagi perempuan karena secara biologis dan psikologis mereka belum siap ’tempur’. Namun, banyak laki-laki yang tidak bisa melakukan foreplay karena berbagai alasan: tidak bisa bersikap romantis, tidak tahan lama, mudah ejakulasi, arogan, dll.

Terkait dengan hasrat seks ada perbedaan antara pada laki-laki dan perempuan, yaitu: laki-laki selalu mau tapi tidak selalu bisa karena setelah ejakulasi sebagian besar laki-laki tidak bisa ereksi lagi para rentang waktu tertentu, sebaliknya perempuan selalu bisa tapi tidak selalu mau.

Salah satu faktor yang dikabarkan bisa mendorong perempuan orgasme ketika sanggama adalah rangsangan pada tempat-tempat atau titik-titik tertentu di dinding dalam vagina atau di luar vagina.

Di dalam vagina ada titik euforia yang disebut G-spot yaitu sebagai titik yang bisa mendorong perempuan orgasme ketika sanggama. Yang jelas orgasme merupakan hak perempuan dalam sanggama yang aman dari risiko tertular penyakit, tidak ada tekanan fisik dan psikologis serta tidak ada pelecehan verbal dan nonverbal.

G-spot berasal dari nama seorang ginekolog Jerman, Ernst Graefenberg, yang pertama kali mengetahui hal itu di tahun 1950. Menurut dia titik itu merupakan tempat yang sangat tinggi sensivitasnya di dalam vagina ketika terjadi rangsangan akan memberikan orgasme yang luar biasa pada perempuan.

Namun, letak G-spot terus diperdebatkan kalangan ahli. Terakhir ada ilmuwan AS yang mengatakan bahwa dia sudah menemukan letak G-spot yaitu di dinding depan dalam vagina. Tapi, ini pun menuai kritik.

Di bagian luar vagina ada titik yang bisa merangsang yaitu klitoris (KBBI: daging atau gumpal jaringan kecil yg terdapat pada ujung atas lubang kemaluan perempuan; kelentit) yaitu bagian yang menonjol di luar vagina berbentuk segi tiga. Ini pusat rangsangan sebelum dan selama sanggama.

Sebelum sanggama dirangsang dengan rabaan dan gesekan penis, sedangkan selama sanggama gesekan penis akan menyentuh klitoris. Banyak perempuan yang mengharapkan stimulasi pada klitoris dengan cunnilingus (seks oral) karena ini salah satu bentuk yang termudah bagi perempuan untuk mencapai klimaks. Posisi ketika melakukan hubungan seksual juga bisa jadi faktor pemicu untuk orgasme.

Namun, di beberapa komunitas ada kebiasaan yang mengharuskan perempuan memotong ujung klitoris. Jika ujung yang dipotong besar, maka klitoris tidak lagi peka terhadap rangsangan. Karena pemahaman yang tidak komprehensif terkait dengan pemotongan klitoris itu sebagai budaya atau kepercayaan, maka bisa terjadi klitoris dipotong banyak bahkan bisa rata dengan permukaan vagina. Ini menghilangkan salah satu titik rangsangan utama pada perempuan.

Belakangan ada advokasi untuk menghentikan pemotongan klitoris. Kalau pun dipotong hanya sebagai persyaratan dengan menyayat saja. Sayang, hal ini dibenturkan dengan agama yang juga tidak menyaratkan pemotongan klitoris secara eksplisit.

Pada akhirnya, kepuasan hubungan seksual terpulang kepada laki-laki: Apakah hanya menikmati sanggama dengan ejakulasi sendiri dan mengabaikan hak pasangan untuk orgasme? (dari berbagai sumber). []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Horor KKN Desa Penari, Hubungan Seks Bawa Petaka
Tak kalah seru, kisah yang diceritakan oleh Nur merupakan kejadian yang sangat mengejutkan, sama seperti Widya. Karena itu, dua temannya meninggal.
3 Faktor Kenapa Pegal-pegal Usai Berhubungan Seks
Tiga faktor kenapa pegal-pegal usai berhubungan intim? Ternyata ada faktor yakni malas bermanuver, terlalu intens, dan posisi seks tidak aman.
Dosen UGM Akui Hubungan Seks Antar Mahasiswa Sering Terjadi Ketika KKN
Dosen UGM mengungkapkan hubungan badan antara mahasiswa dan mahasiswi banyak terjadi saat KKN UGM
0
Kalangan Muda Indonesia yang Tetap di Pijakan Yuppies
Di era tahun 1980-an muncul kalangan Yuppies seiring munculnya negara industri baru yang tidak indahkan masalah sosial, belakangan muncul Yippies