Hari AIDS Sedunia, Media Sosial Jadi Ajang Transaski Seks

Hari AIDS Sedunia diperingati 1 Desember untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai HIV/AIDS, saying media sosial tidak dimanfaatkan
Prof. Dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM (kanan) memaparkan perkembangan penanggulangan HIV/AIDS di Indonsia kepada pengurus KPA Jakarta Timur di Yayasan Pelita Ilmu (YPI), Tebet, Jakarta Selatan, Senin, 30 November 2020 (Foto: Tagar/Amalia Amriati Fajri)

Jakarta - Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Desember sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai HIV/AIDS sekaligus sebagai antisipasi agar tidak ikut tertular. Pelaku transaksi seksual justru memanfaatkan media sosial untuk mencari nafkah bukan cari informasi HIV/AIDS untuk melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS.

Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) menyatakan meskipun kini dunia sedang menghadapi tantangan virus corona (Covid-19), HIV/AIDS tetap jadi masalah kesehatan yang utama di masyarakat global. Berbagai macam layanan pencegahan, pengujian, pengobatan, dan perawatan HIV/AIDS terganggu, khususnya di negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah.

Melemahnya layanan penting HIV/AIDS tersebut bisa memperlambat penanganan. Sehingga, dapat meningkatkan jumlah populasi yang rentan terkena risiko HIV/AIDS. Bahkan, dapat mengancam nyawa seseorang.

Di Indonesia sendiri, khususnya wilayah DKI Jakarta, berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, 9 November 2020, tercatat jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Jakarta sebanyak 80.069 yang terdiri dari 69.353 HIV dan 10.716 AIDS. Hal ini menjadikan Jakarta berada di peringkat kedua dalam jumlah kasus kumulatif nasional setelah Jawa Timur.

1. Jakarta Jadi Tujuan PSK dari Berbagai Daerah

Data kasus HIV/AIDS yang tinggi di Jakarta terjadi karena beberapa faktor. “Ketika seorang pendatang yang terpapar HIV/AIDS melakukan pemeriksaan dan dinyatakan positif di Jakarta, tercatat sebagai penambahan kasus baru di Jakarta,” ungkap Rita Wahyuni, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jakarta Timur kepada “Tagar” saat mengunjungi Yayasan Pelita Ilmu di Tebet, Jakarta Selatan, Senin, 30 November 2020.

Rita mengatakan, selain masalah letak geografis, kondisi ekonomi juga menjadi faktor pemicu meningkatnya kasus HIV/AIDS di Jakarta. Banyak pekerja seks komersial (PSK) yang mencari nafkah di Jakarta untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, tapi kurang wawasan mengenai HIV/AIDS sehingga dapat menjadi pemicu penularan virus tersebut.

Dilihat dari total penduduk, ketika siang hari sekitar 13 juta orang berada di Jakarta. Jika sudah di luar jam kerja, orang-orang pulang ke Bekasi, Bogor, dan daerah lainnya, angkanya menurun menjadi 10 juta penduduk. Artinya, jumlah penduduk di Jakarta ini tinggi sekali dibandingkan dengan wilayah lainnya. “Perbandingan positif orang yang tertular HIV/AIDS satu banding seratus ribu,” ujar Rita.

Faktor yang memicu penularan, antara lain ada PSK kurang memahami informasi tentang mencegah penularan HIV/AIDS, minimnya kesadaran laki-laki untuk memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK yang juga terjadi pada pasangan gay, serta bisa juga karena penyalahgunaan narkoba dengan jarum satu jarum suntik secara bersama dengan berganti-ganti.

PSK kurang bijak dalam memakai teknologi, khususnya penggunaan media sosial. “Seharusnya media sosial digunakan untuk mencari tahu tentang penyakit HIV/AIDS, tetapi mereka justru memanfaatkannya untuk mencari nafkah,” ungkap Rita.

Baca juga: Lokalisasi Pelacuran dari Jalanan ke Media Sosial

Untuk penanggulangan HIV/AIDS di Jakarta, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan dinas kesehatan, puskesmas kecamatan dan kelurahan, klinik-klinik swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sejumlah tenaga relawan turut membantu untuk mendampingi Odha (Orang dengan HIV/AIDS).

Bagi para lembaga, kurangnya dana khusus menjadi salah satu faktor yang menghambat dalam menangani HIV/AIDS. Oleh karena itu, banyak donatur yang membantu dalam pendanaan terkait penanggulangan HIV/AIDS.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah juga memberikan keringanan dengan menggratiskan biaya pengobatan ketika menggunakan kartu BPJS. “Banyak dukungan dari berbagi pihak untuk menangani kasus penyakit HIV/AIDS,” ujar Rita.

Selain itu, kurangnya kesadaran masyakarat terkait dengan penularan dan pencegahan HIV/AIDS juga menjadi faktor penghambat. “Kami berharap, masyarakat tidak takut periksa ke dokter apabila sudah memiliki gejala penyakit HIV/AIDS agar lebih mudah dipantau sebelum menular kemana-mana,” ujar Rita.

Rita menungkapkan, para LSM membentuk warga peduli HIV/AIDS untuk mensosialisasikan terkait penyakit HIV/AIDS dengan mengadakan pelatihan langsung turun ke lapangan untuk para relawan demi meningkatkan kesadaran masyarakat.

2. Yayasan Pelita Ilmu

Sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang pendidikan dan kesehatan yang khusus menangani Odha ini didirikan sejak 4 Desember 1989 oleh tiga tokoh, antara lain Samsuridjal Djauzi, Zubairi Djoerban, dan Sri Wahyuningsih.

Yayasan ini mempunyai program layanan dukungan untuk Odha, antara lain layanan rumah singgah Odha, relawan pendamping (buddies), rujukan tenaga ahli, bantuan advokasi, terapi kreatif, dan lain-lain.

Yayasan ini dijadikan sebagai rumah singgah sementara untuk Odha yang baru saja didiagnosa dokter mengidap penyakit HIV/AIDS. “Orang tua yang datang ke sini biasanya untuk mencari tahu cara merawat Odha dan kegiatan apa saja yang dapat dilakukan sehingga tidak ada kepanikan lagi di rumah,” ujar Tika pengurus Yayasan Pelita Ilmu.

Di 2020 ini, sebanyak 389 Odha yang didampingi dalam yayasan tersebut. “Odha tersebut berasal dari berbagai wilayah Jakarta dengan rata-rata usia produktif sekitar 21 hingga 40 tahun,” ungkap Tika.

Tika menjelaskan bahwa di masa pandemi ini, yayasan tidak menerima Odha untuk singgah, mengurangi jumlah pengunjung untuk konseling, dan beberapa kegiatan beralih ke online. Para karyawan pun bekerja secara bergantian karena tidak boleh lama-lama berada di yayasan.

3. Mengenal HIV dan AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus), virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga kemampuan untuk melawan infeksi dan penyakit rendah. Sampai saat ini, belum ada obat untuk menyembuhkan infeksi HIV. Pengidap HIV/AIDS jalani pengobatan dengan obat antiretroviral (ARV) untuk memperlambat perkembangan virus di dalam tubuh.

HIV dalam jumlah yang bisa ditularkan dari seorang pengidap HIV/AIDS hanya terdapat pada darah (laki-laki dan perempuan), air mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), cairan vagina (perempuan) dan air susu ibu/ASI (perempuan). Penularan HIV melalui darah yaitu transfusi. Penularan melalui air mani cairan vagina yakni hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Penularan melalui ASI yaitu pada proses menyusui.

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) kondisi saat virus HIV sudah pada tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, sistem kekebalan tubuh menjadi menurun. Sehingga, kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan menurun.

Dengan minum obat ARV sesuai dengan anjuran dokter masa AIDS bisa diatasi sehingga pengidap HIV/AIDS bisa menjalani hidup dengan normal [] (Amalia Amriati Fajri)

Berita terkait
Prostitusi Online dan Artis Penyebar HIV/AIDS di Indonesia
Hari AIDS Sedunia diperingati tiap 1 Desember sebagai pengingat bagi warga dunia untuk menanggulangi HIV/AIDS dan dukungan bagi Odha
Benarkah Minum Miras Sebagai Pintu Masuk HIV/AIDS
Pernyataan Sekjen MUI tentang minum miras sebagai pintu masuk HIV/AIDS merupakan informasi yang menyesatkan karena miras bukan pintu masuk HIV/AIDS
HIV/AIDS di Aceh Tamiang Bukan Karena Seks Bebas
Informasi yang tidak akurat tentang cara penularan HIV/AIDS, seperti dikaitkan dengan seks bebas, membuat masyarakat berisiko tertular HIV/AIDS
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Kamis 23 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Kamis, 23 Juni 2022, untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.028.000. Simak ulasannya berikut ini.