Bandung - Peneliti senior dari Lembaga Survei Indo Barometer, Asep Saepudin, mengungkapkan upaya penjegalan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI pada pekan ini masih cukup besar. Upaya itu termasuk mem-framing Indonesia tidak aman, belum merdeka, sampai framing buruknya kinerja Joko Widodo.
“Sebagai kewaspadaan, bahwa peluang kemungkinan ada pihak yang merealisasikan penggagalan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI itu ada,” kata Asep kepada Tagar di Bandung, Jumat, 18 Oktober 2019.
Asep mengatakan pernyataannya ini berdasarkan rentetan peristiwa yang belakangan ini terjadi. Ia melihat video Sri Bintang Pamungkas dan politikus senior dari partai politik tertentu yang secara terang-terangan mengajak menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI menjadi salah satu bukti memang ada upaya penjegalan tersebut.
“Kemudian, ada dugaan kuat adanya kelompok tertentu yang disinyalir akan menunggangi aksi-aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR dan MPR dengan tujuan penjegalan dengan melumpuhkan dua lembaga tersebut. Sehingga, akhirnya tidak bisa menjalankan tugasnya untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober 2019,” kata dia.
Siapakah mereka yang ingin menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI atau yang berkepentingan akan gagalnya pelantikan ini? Asep menilai, ada dua kelompok utama yaitu, kelompok politik khususnya yang menjadi rival politik Joko Widodo terutama yang masih tidak puas atau belum menerima terhadap hasil Pilpres 2019.
Kedua, kelompok ideologi yang fanatik terhadap agama, radikalisme terutama pihak yang memang tidak setuju dengan sistem Pemilu, termasuk dengan lone wolf atau orang yang berideologi radikal tetapi tak masuk dalam kelompok tertentu atau bisa dikatakan pemain tunggal.
“Kewaspadaan harus tetap ada, meskipun secara tegas isu ini sudah direspon pemerintah melalui Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang mengatakan bahwa siapapun yang akan melakukan tindakan inkonstitusional termasuk menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI akan berharapan langsung dengan TNI dan Polri,” ujarnya.
Rangkaian Peristiwa yang Diduga Saling Berkaitan
Menurut Asep, dari hasil analisanya mulai dari proses Pemilu 17 April 2019 yang menunjukkan tensi politik cukup panas, lalu kedua kubu saling memperebutkan hasil kemenangan, perdebatan hasil quick count, sampai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 ke MK yang berakhir ricuh menjadi saling berkaitan dengan peristiwa setelahnya.
Situasi menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI ini pun tidak terlepas dari kasus demi kasus sejak Pemilu 17 April 2019 lalu. Kemudian, muncul kasus Ustad Abdul Somad (UAS), kerusuhan di Papua, kasus asap di Riau. Demonstrasi mahasiswa terkait revisi KUHP dan penolakan RUU KPK yang berakhir bentrok.
“Sampai belum lama ini kasus penusukan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto. Beberapa pihak menduga kuat ada kaitannya dengan rencana terstruktur dalam menghambat atau bahkan akan menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI nanti,” kata dia.
Ia memberi contoh kasus UAS dan Papua. Diduga kuat ingin membuat citra bahwa Indonesia belum merdeka sesungguhnya terutama dari sisi keamanan di mana masih kental adanya isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di Indonesia.
“Kasus asap di Riau pun diduga kuat ingin membuat citra bahwa permasalahan lama (kabut asap) masih saja terjadi,” ujar dia.
Sehingga ada penggiringan opini bahwa apa yang disampaikan Joko Widodo soal kebakaran hutan yang tidak terjadi lagi atau berkurang di Riau dan beberapa wilayah lainnya adalah bohong atau tidak benar.
“Kemudian, bentrok antar mahasiswa dan polisi juga diduga kuat ada yang menunggangi demonstrasi mahasiswa tersebut. Sampai dengan kasus penusukan Wiranto menunjukkan bahwa teror masih menghantui menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Preside RI,” katanya.