Akhir-akhir ini ruang-ruang publik Indonesia dibikin gaduh dengan adanya isu kudeta di internal parpol, politik dinasti, membunuh karakter pejabat negara dan tokoh parpol di ruang-ruang publik dan mendiskreditkan pemerintah secara birokratis dan politis.
Lebih runyam lagi, mantan napi koruptor yang mestinya fokus menata hidupnya dan sementara waktu menjauh dari ruang-ruang publik demi rasa malu, turun gunung dan ikut nimbrung, membuat suasana menjadi semakin gaduh dan hingar-bingar.
Sungguh suatu tontonan konyol dan murahan dengan kualitas sampah, yang tidak mendidik sama sekali ke rakyat Indonesia.
Mantan napi koruptor adalah pelaku tindak pidana korupsi. Hidupnya hanya jadi ancaman bagi rakyat Indonesia.
Korupsi adalah suatu tindakan kriminal luar biasa sebagai wujud nyata mengkudeta amanah dan kepercayaan rakyat.
Proses pendidikan di sekolah dan kampus, tidak hanya mengajarkan materi-materi pelajaran atau perkuliahan sebagai sesuatu yang harus dipahami, namun lebih jauh dari itu, yaitu menjadikannya sebagai latihan mengembangkan panca indera, pola pikir, korelasi sosial, dan budaya malu.
Diakomodirnya mantan napi koruptor di suatu parpol, mengindikasikan bahwa parpol itu tengah mengalami krisis orang baik, krisis kepemimpinan, krisis etika dan moral dan krisis nilai idealisme dalam berpolitik.
Malu untuk nyolong, malu untuk berbohong, malu mengkhianati keluarga, malu bilang jejaka padahal kenyataannya sudah punya istri dan dua anak di rumah, dan seterusnya.
Jangan seperti pohon pisang, punya jantung tapi tidak punya hati.
Jelas sekali, malu menjadi sesuatu hal yang langka di tanah air. Indonesia mungkin harus impor malu, agar para mantan napi koruptor bisa layak menjadi manusia yang punya budi pekerti, etika, dan moral.
Kotornya ruang-ruang publik akibat mantan napi koruptor turun gunung, mirip seperti monyet yang turun gunung, semata disebabkan tidak adanya kesadaran yang bernuansa malu, bahwa napi koruptor tempatnya di keranjang sampah, bukan ruang-ruang publik.
Sekali lagi, ini pembelajaran yang sangat buruk bagi rakyat Indonesia khususnya generasi muda Indonesia.
Diakomodirnya mantan napi koruptor di suatu parpol, mengindikasikan bahwa parpol itu tengah mengalami krisis orang baik, krisis kepemimpinan, krisis etika dan moral dan krisis nilai idealisme dalam berpolitik.
Jangan bicara ideologi partai, karena memang tidak ada ideologi yang diperjuangkan. Perjuangannya hanya sekitar wilayah perut dan di bawah perut.
Partai ideologis adalah parpol yang punya pijakan ideologi yang jelas, dengan perjuangan politiknya yang punya value.
PDI Perjuangan adalah contoh parpol ideologis.
Semoga parpol di Indonesia bisa menyadari dan menempatkan diri sebagai aset bangsa, bukan sebagai tempat orang-orang busuk yang mencuri aset-aset negara.
Becik ketitik ala ketara. Ndhas kebo, rahi gedheg lan kulit boyo.
Saya tekankan sekali lagi, "Not for sale". Siapa yang mau beli?
*Akademisi Universitas Gadjah Mada