Saya ingatkan kembali, bahwa penistaan agama bukan hanya terhadap agama Islam, namun juga berlaku sama bagi agama-agama lain dalam posisinya sebagai agama negara yang jelas-jelas dilindungi Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila tidak mengenal terminologi mayoritas versus minoritas, musyawarah untuk mufakat atau musyawarah untuk sepakat. Yang banyak bisa keblinger, yang sedikit bisa benar.
Terminologi mayoritas versus minoritas adalah terminologi politik dalam rangka politik hegemoni mayoritas menindas minoritas. Rakyat butuh bukti sebuah keadilan, bukan narasi, opini atau wacana, yang tidak jelas ujung pangkalnya.
Pengeditan dan penyebarluasan foto stupa Buddha dengan wajah mirip Presiden Jokowi, bagi saya bukan sekadar melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Stupa Buddha di Candi Borobudur yang wajah Yang Mulia Sang Sidharta Buddha Gautama diedit dengan wajah mirip Presiden Jokowi adalah sebuah kebohongan.
Siapa saja, jika menyebarluaskan foto editan stupa Buddha tersebut, jelas menyebarluaskan informasi bohong yang berpontensi menimbulkan permusuhan individu, kelompok dan golongan.
Apalagi ditambahi narasi-narasi provokatif yang penuh penghinaan. Dianggap lelucon dan kritik. Lulucon tak beretika dan bermoral. Kritik asal bicara, karena pokok bahasan tidak jelas dan tidak mengargumentasikan sebuah alternatif solusi.
Kritis? Berpikir dan berperilaku kritis itu berdasar sebuah kebenaran, bukan penyebarluasan informasi bohong.
Pengeditan dan penyebarluasan foto stupa Buddha dengan wajah mirip Presiden Jokowi, bagi saya bukan sekadar melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun ada tiga hal mendasar, yaitu sebagai berikut:
1. Menyerang Presiden RI sebagai simbol negara
2. Jelas-jelas menistakan agama Buddha
3. Melecehkan budaya Nusantara. Candi Borobudur adalah warisan budaya Nusantara yang menjadi ciri Indonesia.
Stupa Buddha itu sangat sakral, ditinggikan dan disucikan bagi umat Buddha, karena mewakili, menggambarkan sebuah proses perjalanan spiritual Yang Mulia Sang Sidharta Buddha Gautama, menuju kesempurnaannya sebagai manusia.
Saya bersama umat Buddha Nusantara berjuang mendapatkan sebuah keadilan.
Suro diro jayaningrat, lebur dining pangastuti. Sapa nandur bakal ngundhuh.
*Dosen Universitas Gadjah Mada
BACA JUGA
Harga Tiket Masuk Candi Borobudur Terbaru 2022
Setuju Pembatasan Pengunjung Candi Borobudur, Sultan Najamudin: Tapi Kenaikan Tarifnya Berlebihan
Sederet Fakta Candi Borobudur yang Kini Tiket Masuk Turis Lokal Rp 750.000
Harga Tiket Masuk Candi Borobudur untuk Turis Lokal Bakal Meroket ke Rp 750 Ribu