Jika saya harus atau dipaksa memilih menjadi maling ayam atau direktur utama Garuda Indonesia, jelas saya memilih menjadi maling ayam. Karena perbuatan kriminal saya hanya senilai ayam, dan berani bertaruh nyawa mengadapi amukan massa.
Beside, negara tidak mampu membuka lapangan pekerjaan bagi warganya, menjadi maling ayam adalah pilihan yang terpaksa.
Kalau saya memilih sebagai Dirut PT Garuda Indonesia, sangat berpontensi merugikan negara miliaran rupiah dan pengecut karena berlindung di balik jabatan.
Menjadi Dirut PT Garuda Indonesia yang bergaji sangat tinggi, dan masih berperilaku kriminal, bukan keterpaksaan, namun lebih sebagai wujud sifat rakus dan tamak.
Ingat kasus skandal Roll Royce, yang salah satu tersangkanya hingga hari ini masih bebas berkeliaran menghirup udara segar, sekarang kasus baru penyelundupan barang-barang mewah yang dilakukan Dirut PT Garuda Indonesia.
Mestinya Dirut PT Garuda Indonesia berpikir keras bagaimana cara memajukan Garuda Maintenace Fasilities (GMF), ini malah bergaya hidup foya-foya. Ingat, masih banyak guru honerer yang hanya digaji Rp 200 ribu per bulan.
Bagi saya, maling ayam jauh lebih terhormat dibandingkan menjadi Dirut PT Garuda Indonesia namun hanya perilakunya korup.
Di manifest penumpang ada nama JS, di mana JS adalah pemilik ATPM merk mobil-mobil mewah. Benarkah modus ini sudah biasa dikerjakan PT Garuda Indonesia? Bongkar habis semuanya!
Bergaji sangat tinggi, dan masih berperilaku kriminal, bukan keterpaksaan, namun lebih sebagai wujud sifat rakus dan tamak.
Saya sependapat dengan langkah Menteri BUMN, Pak Erick Thohir yang memecat Dirut PT Garuda Indonesia. Namun bagi saya kurang, mestinya barang-barang mewah itu dirampas menjadi milik negara, dan orang-orang yang terlibat, termasuk Dirut PT Garuda Indonesia dipidana kasusnya.
Akankah Pak Menhub tahu perihal ini? Saya harap Pak Menhub berani jujur buka-bukaan, agar mafia di internal PT Garuda Indonesia bisa dibabat habis dan kasusnya terang benderang. Perusahaan BUMN yang mestinya menjalankan peran negara di masyarakat, malah dijadikan ladang bancakan maling-maling brengsek.
Saya tidak sependapat dengan Pak Menhub, yang menyebutkan, bahwa Dirut PT Garuda Indonesia harus bayar pajak bea masuk barang mewah dan dendanya. Kurang! Harus dirampas barang-barangnya dan orang-orangnya dipidanakan.
Mantan Dirut PT Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danaputra alias Ari Askhara adalah alumnus UGM. Ini tamparan keras bagi UGM, karena salah satu alumnusnya berperilaku merugikan negara. Saya sebagai alumnus UGM malu mempunyai kolega semacam ini.
UGM harus kembali berduka, beberapa waktu lalu salah satu alumnus UGM, sekarang menjabat rektor UNES Semarang, diduga melakukan plagiat saat menempuh program doktor di UGM, sekarang alumnusnya kembali berperilaku kriminal merugikan negara.
Kasus plagiarism sudah sering terjadi di UGM, namun sayangnya penanganannya begitu lambat dan bertele-tele, sehingga akhirnya orang lupa dan penjahatnya bebas dari segala tuduhan.
Perihal dugaan plagiarism yang dilakukan Rektor UNES, Ketua Senat Akademik UGM sudah bicara di media, jadi kasus ini sudah menjadi public domain.
Ingat, plagiarism adalah kejahatan akademik yang tidak pernah bisa ditolerir di dunia kampus.
Sudah saatnya Presiden Jokowi melakukan perubahan besar-besaran di dunia pendidikan khususnya Pendidikan Tinggi. Salah satu langkah nyatanya adalah perubahan redaksional ijazah S1, S2 dan S3. Tambahkan kalimat sebagai berikut: IJAZAH INI HANYA DIPINJAMKAN. JIKA YANG BERSANGKUTAN MELAKUKAN TINDAKAN KEJAHATAN KORUPSI, NARKOBA DAN TERORISME, MAKA IJAZAH AKAN DITARIK KEMBALI OLEH NEGARA.
Innallahi wainnallilahi rojiun. Masih panjang perjalanan bangsa ini untuk bebas dari kejahatan korupsi.
Hukum mati penjahat korupsi yang telah membuat rakyat Indonesia miskin hina papa.
*Akademisi Universitas Gadjah Mada
Baca tulisan lain: