LSI Mengubah Tradisi Survei, Riset Sosial Menjadi Headline

LSI mengubah tradisi survei di Indonesia, tadinya hanya sekedar riset sosial sekarang menjadi headline di media massa.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) berhasil mengubah tradisi survei Indonesia. (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 23/3/2019) - Dunia politik modern begitu erat kaitannya dengan peran serta lembaga survei dan konsultan. Salah satu yang paling menonjol dalam ajang percaturan politik nasional adalah Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Lembaga ini berhasil mengubah tradisi survei Indonesia.

Berdiri sejak tahun 2005, hasil survei LSI kerap menjadi rujukan begitu banyak politisi. Selain itu, lembaga besutan Denny Januar Ali atau yang populer dengan nama Denny JA, kerap disebut sebagai pelopor tradisi baru survei opini publik dan konsultan politik di Tanah Air.

Salah satu inovasi LSI yang begitu mengubah wajah perpolitikan nasional adalah metode Quick Poll atau Quick Count alias penghitungan cepat hasil pemilihan.

Pada tahun 2012, Denny bahkan menyebut melalui akun media sosial Twitter bahwa inovasi yang mereka gelontorkan telah mengubah tradisi perpolitikan konvensional. Pasalnya, baru kali itu sebuah riset sosial dijadikan headline koran nasional 9 kali berturut-turut.

"Lingkaran Survei Indonesia mengubah tradisi. Hasil riset sosial bisa menjadi Headline Hal 1 koran nasional, 9x berturut-turut," kata Denny JA.

Berdasar penelusuran ke berbagai sumber, metode riset sosial, survei dan konsultan politik mulai jadi instrumen penting, dalam pertarungan politik nasional semenjak berdirinya Lingkaran Survei Indonesia (LSI).

LSI berhasil meyakinkan banyak partai politik, kandidat presiden, kandidat kepala daerah dan elit politik lainnya, bahwa metode survei pemilih merupakan instrumen penting. Lewat survei, posisi, kekuatan dan kelemahan partai atau kandidat bisa diketahui sedini mungkin.

Lembaga yang berkantor di daerah Jakarta Timur ini berhasil membuktikan, bahwa strategi politik dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Dengan memperhatikan data mengenai apa yang dibutuhkan oleh pemilih. Dari tahun 2004 hingga 2012, LSI telah mengerjakan lebih dari 800 survei perilaku pemilih di seluruh Indonesia.

Berbagai partai politik, kandidat presiden, kandidat anggota DPR/DPRD/DPD dan kandidat kepala daerah, tercatat menjadi klien LSI.

Banyaknya survei yang telah dikerjakan, memperlihatkan bagaimana stakeholder politik saat ini telah menerima survei, dan riset sosial sebagai instrumen penting dalam pemilihan.

Apa yang diprediksikan oleh LSI, tercermin dari hasil aktual ketika Pemilu atau Pilkada diumumkan. Harian Republika menyebut Lingkaran Survei Indonesia (LSI) sebagai dukun politik, karena kerap memprediksi kemenangan seorang kandidat atau partai jauh sebelum pemilihan dilakukan.

Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan lima buah penghargaan, karena ketepatan dan akurasi LSI dalam memprediksikan hasil pemilihan. Salah satunya adalah sebagai Lembaga Riset yang Paling Banyak Membuat Prediksi Berdasarkan Survey, yang Akurasinya 100% dalam Satu Bulan, yakni 5 Prediksi yang Akurat di Bulan Maret 2006.

Lingkaran Survei Indonesia juga menjadi lembaga pertama yang menyebut diri sebagai konsultan politik profesional di tanah air.

Sejak berdiri, LSI sudah memulai kerja dengan spesialisasi pada konsultan untuk politik, dan menawarkan jasa bukan hanya sebatas pada iklan dan pengemasan kandidat (citra).

LSI menawarkan semua jenis pekerjaan yang dibutuhkan untuk kemenangan kandidat. Mulai dari penyiapan strategi, visi misi, kampanye dari rumah ke rumah, kampanye media, hingga penyiapan saksi saat hari pencoblosan (pemilihan).

Setelah LSI, berbagai lembaga survei dan konsultan politik nasional mulai bermunculan. Di antaranya ada Indobarometer, Fox Indonesia, Polmark Indonesia, Milenium Cipta Citra dan lain-lain.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) juga dikenal karena aktif melakukan perhitungan cepat Quick Count pada Pemilu dan Pilkada. 

Quick Count adalah sebuah metode verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel.

Berbeda dengan survei perilaku pemilih, survei pra-pilkada atau survei exit poll, hitung cepat memberikan gambaran dan akurasi yang lebih tinggi, karena hitung cepat menghitung hasil pemilu langsung dari TPS target, bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden.

Selain itu, hitung cepat bisa menerapkan teknik sampling probabilitas sehingga hasilnya jauh lebih akurat dan dapat mencerminkan populasi secara tepat. []

Baca juga: 

Berita terkait
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.