Banda Aceh - Pesta seks yang dilakukan tiga pasangan non muhrim di sebuah rumah kosong di Kabupaten Pidie, Aceh menjadi perhatian banyak pihak. Mereka digerebek oleh warga pada Kamis, 1 Oktober 2020 dini hari.
Banyak pihak yang mengecam aksi yang dilakukan ketiga pasangan tersebut. Berikut 5 fakta tentang pesta seks yang dilakukan para remaja tersebut.
1. Bukan Kasus yang Pertama
Direktur Yayasan Permata Aceh Peduli (YPAP), Khaidir menyebutkan, pesta seks di Kabupaten Pidie bukan hal yang baru di Aceh. Sebelumnya, kejadian serupa memang sudah pernah ditemukan di Tanah Rencong.
“Persoalan pesta seks ini bukan hal yang baru di daerah kita ini, bahkan bukan hanya pasangan yang berbeda jenis kelamin saja, untuk pasangan sesama jenis juga pernah ditemukan melakukan pesta seks,” katanya, Senin, 5 Oktober 2020.
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil pengakuan pendampingan yang dilakukan oleh lembaga itu, dari kalangan Pekerja Seks Komersial (PSK) dan kalangan LGBT, bahwa mereka sering melakukan pesta seks, hanya saja tidak diketahui ke publik.
Hal tersebut merupakan lemahnya pengawasan, sehingga 65 persen remaja mencari informasi melalui internet, kemudian 35 persen para kalangan remaja mencari informasi secara sharing bersama dan hanya 10 persen orang tua yang membahas seks edukasi terhadap anak.
“Kondisi itu sebenarnya sudah lama terjadi, namun tidak pernah terungkap, karena seks dan narkoba memiliki kaitan erat. Pesta seks ini bukan hal baru di Aceh, sebelumnya pernah ditemukan di hotel-hotel dan tempat lainnya,” ucap Khaidir
2. Dilakukan oleh Anak di Bawah Umur
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Pidie, Inspektur Polisi Satu Ferdian Chandra menyebutkan, dari ketiga pasangan tersebut, dua pasangan merupakan masih berstatus sebagai anak di bawah.
“Semuanya tiga pasangan dan dua pasangan merupakan anak di bawah umur, sementara yang dewasa yaitu, TM, 19 tahun dan AD, 18 tahun,” ujar Ferdian, Minggu, 4 Oktober 2020.
Ferdian menambahkan, sejumlah masyarakat yang tinggal di salah satu Kecamatan Kabupaten Pidie tersebut, mengerebek salah satu rumah kosong dan ditemukan tiga pasangan non muhrim pada Kamis, 1 Oktober 2020.
Kemudian mereka dibawa ke gedung balai desa setempat untuk diinterogasi. Dari pengakuannya, mereka sudah empat hari berada di rumah kosong itu dan telah melakukan hubungan intim sebanyak tiga kali.
“Setelah ditangkap, mereka semuanya dibawa ke kantor balai desa dan mereka mengaku ternyata sudah empat hari berada di rumah kosong itu, bahkan sudah melakukan hubungan intim sebanyak tiga kali,” tutur Ferdian.
3. Kasus Kedua yang Melibatkan Anak di Bawah Umur
Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh mencatat, kasus pesta seks di Pidie yang melibatkan anak-anak bukanlah yang pertama. Dalam catatan KPPA Aceh, kasus di Pidie merupakan yang kedua kalinya di Tanah Rencong. Sebelumnya atau pada Agustus 2020, hal serupa juga terjadi di Kota Langsa.
“Ini adalah kejadian kedua pesta seks yang dilakukan oleh anak dan remaja. Setelah Agustus 2020 lalu WH Langsa tangkap 5 remaja di bawah umur. Artinya, kalau pemerintah tidak sigap dan responsif Covid-19, kejadian serupa akan terus terjadi,” katanya.
Karena itu, kata Firdaus, KPPAA menghimbau Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota di seluruh Aceh, agar mengambil langkah cepat untuk menghindari terjadinya kejadian serupa di tempat lain.
“Terutama kepada lintas sektor yang terkait dengan perlindungan anak, pendidikan, kesehatan, keluarga, kearifan lokal Aceh dan Syariat Islam, untuk duduk rembuk menyusun kembali mekanisme pendidikan dan pembelajaran yang responsif terhadap situasi pandemi, baik di sekolah, di rumah maupun di komunitas,” katanya.
4. Berpesta Seks Selama 4 Hari
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Pidie, Inspektur Polisi Satu Ferdian Chandra menambahkan, padangan remaja tersebut melakukan pesta seks selama 4 hari. Dari pengakuannya, mereka melakukan perbuatan haram tersebut secara bergantian pasangan.
“Berdasarkan pengakuan keenam tersangka tersebut, pernah melakukan hubungan layaknya suami istri, dengan pasangan yang berbeda dan berganti pasangan di antara keenam tersangka itu,” kata Ferdian.
5. KPPA Aceh Sebut 2 Faktor
Komisioner KPPA Aceh, Firdaus D. Nyak Idin mengatakan, pesta seks yang dilakukan anak di bawah umur itu disebabkan banyak faktor. Setidaknya ada 2 faktor umum yang menyebabkan anak-anak memanfaatkan waktu untuk berbuat sesuatu yang tidak baik.
“Faktor pertama adalah pengaruh gadget atau handphone yang semakin bebas dan intens digunakan oleh anak dan remaja,” ujar Firdaus kepada Tagar, Senin, 5 Oktober 2020.
Menurut Firdaus, pengaruh gadget sangatlah besar, apalagi jauh dari pengawasan orangtua maupun orang dewasa. Selain itu, hal ini disebabkan tidak adanya pengawasan pihak sekolah ketika anak didiknya mengikuti proses pembelajaran daring atau di luar sekolah.
Sementara faktor kedua adalah kelalaian mekanisme pendidikan di masa pandemi. Pada masa ini, proses pendidikan di dalam sekolah yang tidak optimal dan terkesan apa adanya. Namun, hal ini tidak dibarengi dengan upaya memperkuat mekanisme pendidikan di luar sekolah baik online maupun offline.
“Kedua faktor tersebut mendorong anak mengakses informasi yang tidak layak dari HP, dan memanfaatkan waktu luang untuk mempraktekkan nilai-nilai buruk yang diakses dari HP,” tutur Firdaus. [PEN]
Baca juga:
- Misteri PSK Barter Sabu-sabu Hingga Hamil di Aceh
- Kisah Waria di Aceh Saat Melayani Syahwat Tamunya
- Motif Penjualan PSK ABG di Padang Pariaman Terkuak