Kulon Progo Menjerit Masker Mahal dan Langka

Warga Kulon Progo mengeluhkan harga masker membumbung tinggi seiring virus Corona.
Ketersediaan masker yang langka di tengah banyaknya masyarakat yang mencari masker. (Foto: Tagar/Alfi Dinilhaq)

Kulon Progo - Sejak virus Corona yang disebut juga Covid-19 atau 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV) mewabah dunia, masker menjadi buruan masyarakat. Dampaknya stok masker kosong, jika pun ada harganya melambung. Warga Kulon Progo mengeluhkan harga penutup muka dan hidung tersebut.

Arum Pratiwi, warga Kapanewon Pengasih mengeluhkan harga masker yang membumbung tinggi. Selain itu, pembeliannya juga dibatasi. Dia hanya bisa membeli maksimal 5 lembar masker disalah satu apotek di Kulon Progo. Itu pun dengan harga yang mahal yaitu Rp 7 ribu per lembar.

Meski hanya digunakan saat sakit atau saat di suatu keramaian, Arum berharap semuanya segera kembali normal. "Paling tidak, minimal harga masker jangan terlalu mahal biar pun pembeliannya dibatasi," ucap Arum di Kulon Progo pada Selasa, 4 Maret 2020.

Keluhan yang sama, juga disampaikan oleh Isti Wahyu Pratiwi, yang juga tinggal di Kapanewon Pengasih. Isti mengaku sangat terdampak dengan mahalnya harga masker tersebut. Dia kini melakukan penghematan penggunaan masker.

Paling tidak, minimal harga masker jangan terlalu mahal biar pun pembeliannya dibatasi.

Rencananya, stok lima lembar yang masih dimilikinya hanya akan dipakai saat bepergian. "Jika stok sudah habis, rencananya mau pakai masker kain saja untuk menyiasatinya," ungkap Isti.

Isti berharap isu virus Corona pada saat ini, harga masker bisa lebih murah, bukan malah semakin mahal. Jadi, masyarakat luas bisa membeli masker untuk perlindungan diri sedini mungkin.

Dalam sebulan terakhir, sejumlah apotek di Kapanewon Wates, Kulon Progo sudah mulai kekurangan bahkan kehabisan stok masker. Bahkan, cairan antiseptik juga mulai sulit didapatkan, setidaknya hingga Selasa 3 Maret 2020.

Apoteker Apotek Tri Farma, Wates, Media mengatakan, sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya dua WNI yang positif COVID-19 pada Senin 2 Maret 2020, jumlah permintaan cairan antiseptik dan pembersih tangan atau hand sanitizer mengalami peningkatan.

Sejak senin sore, 2 Maret 2020, masyarakat banyak memburu cairan antiseptik dengan ukuran 500 mililiter yang dihargai Rp 45.000 per botol. Sementara untuk ukuran 5 liter, banyak diborong oleh instansi. "Kami berupaya memesan cairan antiseptik ke berbagai distributor. Untuk masker, kami masih mempertimbangkan stok ulang karena harga yang meningkat fantastis," tutur Medina.

Staf Yayasan Binangun Kharisma Paramedika selaku pengelola Apotek Kharisma Wates, Luk Luk Syahidah Nur, mengatakan, sejak awal merebaknya isu virus Corona, stok masker untuk publik sudah tidak tersedia. Prioritas pemakai stok masker, adalah untuk tenaga kesehatan di rumah sakit.

Dia menjelaskan, tenaga kesehatan sangat memerlukan penggunaan masker, agar mereka tidak tertular penyakit dari pasien. Pemakaian masker pada tenaga kesehatan, juga menjadi standar dalam dunia kesehatan.

Menurut dia selama ini banyak permintaan masker dari masyarakat, seiring virus Corona yang sampai ke Indonesia. Namun karena stok terbatas, pihaknya memilih tidak menjual masker ke publik. "Stok dari distributor dengan jumlah tidak banyak cukup menyulitkan, jadi kalau ada tawaran dari mana saja kami usahakan beli," ungkapnya. []

Baca Juga:

Berita terkait
Jejak 6 Pasien Diduga Corona di Sardjito Yogyakarta
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama ini sudah menangani enam pasien diduga Corona. Empat di antaranya asal China, mereka negatif.
Pasien Diduga Corona di RSUP Sardjito Yogyakarta
RSUP Sardjito menangani pasien diduga corona dari RSUD Kota Yogyakarta. Pasien itu mengalami gejala Coronavirus sepulang umrah.
Tenang, Stok Masker Kain Aman di Yogyakarta
Banyak apotek di Yogyakarta stok masker kesehatan kosong. Namun masker kain tersedia, harganya lebih mahal.
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.