KPK Periode Ini Disebut Hanya Pencitraan

KPK disebut hanya pencitraan, jelang Pilpres 2019 hanya elit partai pendukung 01 saja yang diciduk dalam operasi tangkap tangan.
Dua perempuan berfoto dengan latar gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: Instagram/lailynf23__ ANTI KORUPSI0

Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode ini hanya bermain-main di lingkaran bawah dengan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai pencitraan pemberantasan korupsi. 

Hal tersebut disampaikan Ketua Presidium IPW Neta S Pane. Sehingga, kata Pane, apabila Ketua KPK saat ini mencalonkan untuk memimpin lagi lembaga anti-rasuah itu, sebaiknya dicoret, tidak diloloskan.

"Jika mereka sudah gagal kenapa harus dua periode? Sebaiknya mereka dicoret, tidak diloloskan. Ke depan, Pansel (panitia seleksi Ketua KPK) harus mampu melahirkan komisioner dengan tiga target. Pertama, komisioner KPK yang mampu memberantas korupsi besar tanpa pencitraan. Kedua, komisioner KPK yang malu memberantas korupsi ecek ecek dengan pencitraan OTT yang seolah-olah besar. Ketiga, komisioner KPK yang mampu membersihkan institusi KPK dari kriminal atau pelanggar hukum yang kebal hukum dan tidak patuh proses hukum," ujar Neta S Pane dalam siaran pers diterima Tagar, Sabtu, 6 Juli 2019.

Ia menambahkan, Panitia seleksi calon pimpinan KPK harus bekerja keras untuk mencari pemimpin atau komisioner KPK yang mampu mengkonsolidasikan dan menjadikan lembaga anti rasuah itu tidak tebang pilih dalam memberantas korupsi serta mampu membongkar kasus-kasus korupsi besar dan bukan kasus korupsi ecek ecek dengan pencitraan yang besar.

IPW, kata Neta S Pane, memberi catatan ini mengingat banyak anggota Polri dan jaksa yang ikut dalam seleksi calon pimpinan KPK serta banyak pihak memprotes keikutsertaan polisi dan jaksa. 

"Dalam segala hal kita harus merujuk pada undang-undang atau ketentuan yang ada agar tidak salah kaprah. Jika tidak ada undang-undang yang melarang calon dari polri maupun jaksa dan karyawan KPK untuk ikut seleksi calon pimpinan KPK tentunya siapa pun tidak berhak untuk melarang. Jika ada pihak-pihak yang melarang justru pihak tersebut ngawur, tidak paham undang-undang atau ada ketakutan tersendiri atas keberadaan calon pimpina tersebut," katanya.

Pimpinan KPK tersebut membiarkan terjadinya politisasi KPK sehingga menjelang Pilpres 2019 hanya elit partai pendukung 01 saja yang diciduk dalam OTT.

Sebaiknya, lanjutnya, semua dibiarkan ikut seleksi. "Hanya memang jika polisi dan jaksa ikutan dan terpilih menjadi pimpinan KPK muncul tanda tanya, buat apa ada KPK, kenapa tidak Tipikor (tindak pidana korupsi) polri dan kejaksaan saja yang diperkuat. Bubarkan saja KPK yang ujung-ujungnya hanya sebuah kesia-siaan dan ekonomi biaya tinggi, dengan hasil kinerja yang belum tentu maksimal. Tapi karena tidak ada undang-undang yang melarang ya sudah biarkan saja. Sampai DPR atau pemerintah membuat undang-undang yang baru."

IPW, kata Neta S Pane, berharap banyak kepada panitia seleksi karena mereka yang harus bekerja keras untuk melakukan seleksi terhadap para calon pimpinan. 

"Ditangan Pansel sesungguhnya masa depan KPK berada. Di tangan pansel, nasib pemberantasan korupsi di negeri ini akan seperti apa ke depan," katanya. 

Untuk itu, lanjutnya, IPW berharap pansel membuat kesepakatan bahwa petahana pimpinan KPK yang ikut lagi dalam seleksi sebaiknya dicoret, tidak diloloskan untuk periode kedua. 

Ia menyebut dua alasan, pertama, belum pernah ada sejarah pimpinan KPK menjabat dua periode. Kedua, dalam periode sebelumnya mereka bisa dianggap gagal karena terjadi perseteruan atau konflik yang tajam di jajaran penyidik KPK. 

"Selain itu pimpinan KPK tersebut membiarkan terjadinya politisasi KPK sehingga menjelang Pilpres 2019 hanya elit partai pendukung 01 saja yang diciduk dalam OTT. Selain itu juga jajaran pimpinan KPK tersebut tidak berani menuntaskan kasus korupsi yang diduga melibatkan RJ Lino, Emirsyah Sattar mantan Direktur Utama Garuda, dan Syamsul Nursalim serta itji Nursalim yang sudah menjadi tersangka," kata Neta S Pane. []

Baca juga:

Berita terkait