ICW: Isu Radikalisme di Seleksi Pimpinan KPK

Indonesian Corruption Watch (ICW) anggap isu radikalisme dalam proses pemilihan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak relevan.
Ilustrasi. (Foto: Ist)

Jakarta - Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, menganggap isu radikalisme dalam proses pemilihan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai sesuatu yang tidak relevan dengan fokus utama Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan lembaga anti rasuah tersebut.

Menurut dia, dilibatkannya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam proses tersebut oleh Pansel KPK juga merupakan hal yang tidak ada hubungannya dengan visi dan misi utama dari lembaga musuh para koruptor tersebut.

Kurnia menyarankan agar Pansel lebih berfokus mencari sosok ideal untuk memimpin lembaga anti korupsi itu, yakni dengan menitikberatkan pilihan pada figur yang memiliki catatan baik dalam penanganan perkara korupsi, daripada ikut menaikan isu radikalisme yang tidak ada hubungannya dengan usaha pemberantasan korupsi.

"Kita ketahui, dalam Undang-Undang KPK disebutkan, tugas Pansel itu mencari pimpinan KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, Bukan Komisi Pemberantasan Terorisme," kata Kurnia kepada Tagar, Sabtu 22 Juni 2019.

Bukan itu (isu radikalisme) sebenarnya yang jadi soal. Harusnya yang jadi pegangan bagi Pansel KPK adalah bagaimana mencari figur-figur yang berintegritas, mempunyai pemahaman soal penanganan perkara korupsi, memiliki pengetahuan soal manajemen internal, itu yng seharusnya difokuskan oleh Pansel. Bukan justru menaikkan isu radikalisme yang sampai hari ini kita juga enggak paham.

ICW berharap, jabatan pimpinan KPK bisa diisi oleh orang-orang yag memiliki rekam jejak baik, sekaligus memiliki pengetahuan yang baik perihal penanganan dan pemberantasan korupsi. Termasuk menyita dan mengurusi aset dari para pelaku tindak pidana korupsi.

Kurnia menginginkan agar Pansel KPK melakukan tugasnya dengan lebih jeli, terutama dalam hal pengetahuan para calon pimpinan yang mendaftar, perihal isu-isu terkini dalam tubuh KPK itu sendiri.

"Pansel (harus) bisa memastikan rekam jejak orang yang mendaftar ini baik, tidak pernah melanggar hukum, tidak pernah melanggar etik, tahu soal seluk beluk pemberantasan korupsi. Termasuk persoalan aset recovery yang harusnya jadi fokus para pimpinan KPK kedepan," ujar dia.

"Juga bagaimana figur-figur pendaftar ini melihat soal isu-isu terkini semisal revisi Undang-Undang KPK, soal rancangan KUHP, bagaimana perspektif mereka melihat persoalan ini, itu yang saya rasa harus menjadi fokus," kata Kurnia menegaskan.

Diketahui sebelumnya, isu radikalisme tengah berkembang di tubuh KPK sempat menjadi topik bahasan liar di media sosial. Menanggapi hal itu, mantan Penasihat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua geram dengan opini negatif tersebut.

Tuduhan KPK telah terpapar radikalisme dan terorisme merupakan sebuah upaya pembusukan kinerja penyidik dan pegawai selama ini.

"Saya delapan tahun di KPK. Tidak pernah ada saya temukan radikalisme di sana," Abdullah kepada wartawan, di kawasan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa 18 Juni 2019.

Baca juga:"Apakah karena ada Novel Baswedan dan penyidik-penyidik lain yang sangat taat dalam menjalankan agamanya, dan mencoba untuk membongkar mega korupsi, dikalangan pejabat tinggi sehingga mereka dianggap sebagai radikalisme?," tanya Abdullah.

Baca juga:

Eks Penasihat KPK Demo di MK, Bawa Massa FPI
Tantangan untuk Penyidik KPK Novel Baswedan
Saut Situmorang dan Kekhawatiran Radikalisme di KPK

Berita terkait