KPK Minta Jokowi Pilih Dewan Pengawas Spiritual

Direktur Pendidikan & Pelayanan Masyarakat Komisi Pelayanan Masyarakat KPK Giri Suprapdiono minta Presiden Jokowi tidak salah pilih Dewan Pengawas.
Anggota Wadah Pegawai KPK, melakukan aksi teatrikal sebagai bentuk protes setelah disahkannya RUU KPK oleh DPR pada Selasa, 17 September 2019. (Foto: Antara/Wahyu Putro)

Jakarta - Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih Dewan Pengawas KPK yang spiritual.

"Orang yang relatif memiliki kemampuan spiritual yang memadai. Apapun agamanya kalau orang spiritual, yang terjadi adalah dia akan memberikan pelayanan sebaik-baiknya dan itu penting bagi semangat kami," kata Giri saat diwawancarai Tagar di Jakarta, Jumat, 8 November 2019.

Mengizinkan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.

Kemudian, dia menginginkan Dewan Pengawas bisa diisi oleh orang yang memiliki pemikiran negarawan, mempunyai kepercayaan hati, tidak mempunyai kepentingan politik

"KPK bukan individu-individu di dalamnya tetapi ini adalah harapan yang tersisa dari negara ini. Pelihara harapan ini sebaik-baiknya. Kita tidak bisa hidup tanpa harapan," ujarnya.

Giri berujar, sosok yang tepat mengisi posisi ini adalah orang yang visioner, dapat dijadikan tauladan bagi orang banyak. 

"Jadi bukan seorang pemikir-pemikir yang ahli pakar secara konseptual. Tapi dia sudah menjalankan, memberikan keteladanan pada kesehariannya. Bisa dalam bentuk keberanian, kesederhanaan, dan kepedulian," tuturnya.

Bukan tanpa sebab dia berkata demikian. Setelah mengamati Undang-undang (UU) KPK yang baru, menurut Giri posisi Dewan Pengawas jauh lebih kuat ketimbang pimpinan KPK, yang tidak memiliki kewenangan dalam menyelidiki, menyidik, dan penuntut umum, juga bukan sebagai pemimpin tertinggi di lembaga antikorupsi.

KPK Giri SupradionoDirektur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono menjawab pertanyaan media di Gedung KPK lama, Jakarta, Jumat, 8 November 2019. (foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna).

"Kalau kita amati undang-undang ada yang lebih kuat dibandingkan pimpinan KPK yaitu Dewan Pengawas. Lebih berwenang, karena dia menentukan kode etik, termasuk penegakan kode etik, dan beberapa hal yang mengizinkan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan," ujar dia.

"Tentu dewan pengawas menurut saya jauh lebih penting daripada pimpinan untuk sendiri," lanjutnya

Seperti diketahui, Jubir Istana Kepresidenan, Fadjroel Rachman memastikan Presiden Joko Widodo tidak akan memilih Dewan Pengawas KPK yang pernah menjalani pidana. Dia mengatakan, Jokowi sudah berjanji akan memilih Dewan Pengawas KPK yang sesuai dengan kriteria pada UU KPK. 

"Dalam kriteria UU Nomor 19 Tahun 2019 dikatakan terkait dengan hukum dikatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas dalam Pasal 37 itu tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap," kata Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 7 November 2019.

Selain merujuk pada undang-undang, lanjutnya, Jokowi juga mempertimbangkan kriteria sesuai politik hukum pemerintah. "Politik hukum pemerintah adalah penegakkan hukum setegak-tegaknya, yaitu menghormati UU Nomor 19 Tahun 2019 yang telah direvisi," ujar Fadjroel. []

Berita terkait
Kata Antasari Azhar Soal Dewan Pengawas KPK
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar tak menentang pembentukan Dewan Pengawas yang ditunjuk Presiden Jokowi sesuai UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Ma'ruf Amin Tanggapi Kabar Antasari Jadi Dewas KPK
Maruf Amin mengatakan mendengar kabar mengenai masuknya nama mantan ketua KPK Antasari Azhar dan Basuki Tjahaj Purnama atau Ahok.
Proses Pemilihan Dewan Pengawas KPK Dibawah Pratikno
Juru Bicara Presiden Joko Widodo Fadjroel Rachman mengatakan proses penunjukan nama-nama Dewan Pengawas KPK dibawah Mensesneg Pratikno.
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.