KPCDI Apresiasi BPJS Kesehatan dengan Catatan

KPCDI menyebutkan penghapusan sistem rujukan berjenjang belum tersosialisasi dengan baik ke seluruh unit hemodialisis di Indonesia.
Pengurus pusat Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) dan tim pengacara dari LBH Harapan Bumi Pertiwi mendatangi kantor pusat BPJS Kesehatan di Jakarta untuk menyampaikan penolakan sistem rujukan berjenjang untuk pasien cuci darah per tiga bulan sekali, Juli 2019. (Foto: KPCDI)

Jakarta - Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Samosir mengapresiasi gebrakan Pemerintah dan BPJS Kesehatan yang menghapus sistem rujukan berjenjang untuk cuci darah. Hal yang memudahkan pasien menjangkau layanan kesehatan.

Kendati demikian, Tony menyoroti kebijakan yang positif itu ternyata di lapangan masih menyisakan persoalan. Pasalnya, tindakan penghapusan sistem rujukan berjenjang itu belum tersosialisasi dengan baik ke seluruh unit hemodialisis di Indonesia

"Temuan kami di lapangan belum tersosialisikan secara massif. Pasien masih banyak yang mengurus rujukan berjenjang. Bahkan kalau tidak ada rujukan pasien tidak bisa cuci darah," ujar Tony di Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020.

BPJS harus segera melakukan sosialisasi.

Salah satu pasien cuci darah, Harry Nurdiansyah 35 tahun mengaku salah satu rumah sakit di Tangerang belum mendapat informasi terkait penghapusan sistem rujukan. Bahkan, pihaknya masih diminta untuk mengurus terlebih dahulu surat rujukan agar bisa cuci darah. "Harus ada rujukan dulu kata petugas. Ini rujukan saya per hari ini habis. Disuruh mengurus dulu," ujar Harry.

Agar kebijakan pemerintah diketahui khalayak luas, Tony meminta BPJS Kesehatan segera melakukan sosialisasi agar pelayanan berjalan baik. "BPJS harus segera melakukan sosialisasi. Informasinya masih simpang siur. Ada yang tidak perlu rujukan, dan di rumah sakit lain masih perlu rujukan. Ini kan aneh jadinya."

Tony juga meminta pemerintah dan BPJS Kesehatan memperbaiki sistem rujukan berjenjang bukan hanya untuk terapi hemodialisa saja, tetapi pasien gagal ginjal dengan cuci darah mandiri (peritoneal dialisis) dan transplantasi ginjal juga diberikan hak yang sama.

Ia mencontohkan pasien transplantasi ginjal. Di Jakarta, pasien ini hanya bisa mengakses obat di RSCM. Harusnya, tidak perlu mengurus rujukan berjenjang lagi, karena hanya bisa diobati di RSCM.

Faktanya, pasien gagal ginjal dengan metode terapi lain seperti transplantasi dan cuci darah mandiri ini sampai sekarang masih perlu mengurus rujukan. Padahal mereka juga pasien gagal ginjal yang perlu terapi seumur hidupnya. Begitu juga cangkok ginjal, buat apa dirujuk ke rumah sakit di bawahnya? Kan sudah jelas hanya RSCM yang mampu mengobati. "Justru sistem rujukan berjenjang ini akan membuat kerugian keuangan bagi BPJS Kesehatan. Mengeluarkan biaya namun tak sesuai kompetensinya."

Sebelumnya, per 1 Januari 2020, BPJS Kesehatan mempermudah sistem rujukan berjenjang bagi pasien hemodialisa yang ingin melakukan tindakan tersebut. Pasien tidak perlu lagi memperpanjang surat rujukan berjenjang setiap 3 bulan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). []

Baca juga:

Berita terkait
KPCDI: Jarum Habis, Nyawa Pasien Cuci Darah Terancam
KPCDI menyayangkan RS Chasan Boesoirie Ternate menghentikan pelayanan cuci darah karena kehabisan stok jarum fistula. Nyawa pasien terancam.
Peserta BPJS Kesehatan Banyak yang Tak Sesuai Kelas
Pemerintah akan menyisir kepesertaan BPJK Kesehataan karena banyak yang tidak ssuai keals
BPJS Kesehatan Optimis Utang Rp 14 T Mampu Dilunasi
BPJS Kesehatan optimis dapat melunasi utangnya sebesar Rp 14 triliun ke seluruh rumah sakit di Indonesia.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi