Malang – Kasus bullying atau perundungan dan penganiyaan yang menimpa MS 13 tahun siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 16 Kota Malang menjadi perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Selain kasus tersebut, catatan KPAI ada bullying lain di Kota Malang, ternyata juga tidak jauh beda dengan sebelumnya.
”Kota Malang ini sebagai kota layak anak yang levelnya madya. Ini tinggi loh (statusnya). Tapi, menurut laporan ke kami kasus kekerasannya juga masih banyak,” ujar Komisioner KPAI, Retno Listyanti saat diwawancarai usai melakukan pertemuan dengan Kapolresta Malang Kota, Leonardus Simarmata, Rabu 12 Februari 2020.
Makanya saya kaget. Apakah kasus-kasus itu betul.
Meski begitu, dengan status kota layak anak tingkat madya tersebut menurutnya bukan berarti tidak ada kasus kekerasan. Dia mencontohkan seperti laporan yang diterima KPAI yaitu kasus bullying kepada seorang anak di salah satu sekolah dasar (SD) di Kota Malang.
Kemudian, ada juga laporan kepadanya bahwa ada anak yang mendapat intimidasi tidak boleh jajan di kantin sekolahnya. Nah, dari laporan-laporan itulah pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang dan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Malang terkait beberapa kasus tersebut.
”Makanya saya kaget. Apakah kasus-kasus itu betul. Kami akan pertanyakan itu ke pihak sekolah, Dinas Pendidikan dan pemerintah kota besok ini. Bagaimana tetang kasus ini,” ujarnya wanita yang juga Ketua Dewan Pengawas Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) itu.
Ia berharap ada perkembangan kasus dari Dinas Pendidikan terkait kasus-kasus yang terjadi.
”Kalau memang belum ada jawabannya. Kita akan meminta update. Dan kita juga meminta dinas untuk melakukan pemeriksaan terkait kasus itu,” imbuhnya.
Namun, untuk saat ini Retno menyampaikan pihaknya fokus dahulu kepada kasus yang sudah masuk ke kopilisian. Karena, kehadiran KPAI di Kota Malang menurutnya tidak sekedar menangani. Melainkan lebih kepada pencegahan untuk kedepannya.
”Kita lihat saja nanti (pertemuan dengan Pemkot Malang dan Disdik Kota Malang),” ucap dia.
Terlepas dari itu, dia menyebutkan bahwa yang paling penting dan utama yaitu bagaimana hak rehabilitasi kepada korban dan saksi diberikan. Khususnya kepada MS akan didatanginya untuk menanyakan apakah masih ingin bersekolah ditempat yang sama atau tidak.
”Kita akan tanyakan ke ananda (MS) terkait itu (keinginan dan kenyamanan bersekolah di SMPN 16 Kota Malang). Kalau memang tidak nyaman, kita akan meminta Dinas Pendidikan untuk mencarikan sekolah lain yang lebih nyaman untuknya,” tegasnya.
”Ini penting hak atas pendidikan. Karena ini hak dasar harus di penuhi oleh negara. Kalau untuk pelaku, kita tunggu saja prosesnya dari kepolisian,” ujarnya.
KPAI Apresiasi Polisi Penanganan Bullying
Sementara itu, dari pertemuan tersebut Retno juga sangat mengapresiasi keseriusan kepolisian dalam menangani kasus tersebut. Artinya, selama proses ini menurutnya sudah sesuai dengan sistem peradilan pidana anak.
Mulai dari pengumpulan data, fakta dan proses pemeriksaan yang dilakukan dengan pendapingan. Apalagi, dalam penanganannya tidak menunggu adanya laporan dari pihak korban.
”Yang diperiksa ini kan anak-anak dengan usia dibawah 13 tahun. Sehingga, pendekatannya harus dengan sistem peradilan pidana anak. Nah, KPAI kan harus memastikan hal-hal seperti itu,” ungkap dia.
Saat ini, untuk proses peneyelidikan kasus tersebut belum final. Namun, dia menyebutkan pihaknya tidak mau campur tangan dan menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian. Dalam hal ini pihaknya hanya ingin saling sharing dan membantu dalam kasusnya tersebut.
”Korban kan memang mengalami penganiayaan. Tapi, ini kan belum selesai. Nah, seperti apa nanti hasilnya ya kita tunggu kepolisian bekerja dan kami hormati prosesnya,” tuturnya.
Disisi lain, dia juga mengapresiasi langkah kepolisian yang hingga saat ini belum meminta keterangan dari pihak korban. Alasannya yaitu karena kondisi psikologis korban yang masih trauma.
”Memang, korban juga perlu di dengar (keterangannya). Tapi, tentu kami menghormati dan mengapresiasi kepolisian tidak memaksa (korban) dengan alasan kondisi psikologisnya. Dan hanya meminta keterangan dari pihak keluarga,” ucapnya.
Untuk itu, dia meminta kepada kepolisian dalam melakukan pemeriksaan agar kondisi psikologis dipulihkan dahulu. Kemudian, dalam rentan waktu itu tidak ada tekanan atau intimidasi kepada korban dari manapun serta siapapun.
”Semua memang harus sabar. Tapi, kami pasrahkan kepad kepolisian yang sudah professional dalam hal ini. Kita tunggu saja updatenya,” ucapnya. []