Bandung - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengeluhkan rentannya korban kekerasan seksual di kriminalisasi, banyak korban kekerasan seksual yang enggan melaporkan kasus yang di alaminya kepada aparat penegak hukum.
Menurut Ketua Komnas Perempuan Azriana, akibat minimnya perlindungan hukum dan masih kuatnya budaya yang menempatkan pelecehan seksual sebagai sebuah kewajaran. Situasi ini menyebabkan korban pelecehan seksual, terutama non fisik rentan dikriminalisasikan atas upayanya mengungkap kejahatan.
“Baiq Nuril adalah salah satu korban yang dimaksud. Baiq Nuril yang mencoba dan berupaya keras mencari keadilan atas pelecehan seksual yang dialaminya termasuk dalam hal ini merekam pelecehan seksual yang dilakukan terhadap dirinya. Karena dia tahu untuk melaporkan tindakan kekerasan dibutuhkan pembuktikan. Apalagi jika pelaku memiliki kekuasaan dan berkuasa atas dirinya,” tutur dia dalam keteranga tertulisnya, Bandung, Selasa 9 Juli 2019.
Artikel terkait: Foto: Usaha Terakhir Baiq Nuril
Ironisnya, ketika rekaman tersebut disebarluaskan oleh pihak lain yang menjanjikan membantu Baiq Nuril mengadukan pelecehan seksual yang dialaminya ke DPR. Baiq Nuril dilaporkan melanggar UU ITE. Sementara pihak lain yang menyebarluaskan rekaman tersebut, tidak dilaporkan.
“Meskipun pengadilan tingkat pertama menyatakan Baiq Nuril tidak bersalah, tetapi Mahkamah Agung (MA) menetapkan Baiq Nuril bersalah dan menghukumnya dengan penjara 6 bulan dan denda 500 juta rupiah, dan menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya.” kata dia.
Dia menambahkan, dari hasil pemantauan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menemukan kasus pelecehan seksual tidak hanya selalu terhadi secara fisik tetapi banyak juga secara non fisik.
“Temuan tersebut muncul dari kasus-kasus yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan dan ke berbagai lembaga pengadalayanan di Indonesia (Dilihat dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan).” tambah dia.
Pelecehan seksual non fisik diantaranya intimidasi, ancaman, dan ujaran yang bersifat seksual baik secara langsung ataupun menggunakan media sosial, yang berakibat pada kerugian atau penderitaan korban (rasa terhina dan direndahkan martabat kemanusiaannya).
“Dampak psikis tersebut dengan serta merta dapat mempengaruhi kondisi fisik korban, bahkan dapat berlanjut kepada dampak secara ekonomi dan sosial, jika korban tidak dipulihkan. “ tegas dia. []
Artikel lainnya: Perjalanan Kasus Baiq Nuril Maknun 2012-2019