Ancaman Keamanan dan Corona Meluas Selama PSBB

Guru besar politik dan keamanan Universitas Padjajaran Bandung Muradi menilai PSBB harus diiringi dengan penegakan hukum agar beri efek jera
Guru besar politik dan keamanan Universitas Padjajaran Bandung Muradi (kiri). (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati)

Bandung - Guru besar politik dan keamanan Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Muradi, menilai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kembali dilanjutkan di sejumlah daerah harus diiringi dengan ketegasan penegakan hukum agar penerapan kebijakan tersebut memberi efek jera. Sehingga bisa mengurangi bahkan menghilangkan penyebaran virus Covid-19.

Menurut Muradi, berdasarkan hasil kajiannya indeks keamanan pada masa pandemi ini berada pada angka 0,47 dari rentang penilaian 0-1. Angka ini muncul dari sejumlah parameter yang dihitungnya seperti pergerakan masyarakat, konsentrasi massa, ketersediaan kebutuhan dasar, penegakkan hukum, perluasan pandemi, dan koordinasi kelembagaan. "Nilai 0 diartikan keamanan kondusif, nilai 1 diartikan keamanan tidak kondusif," tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar di Bandung, Kamis, 21 Mei 2020.

1. Penegakan Hukum Terkait PSBB Agar Ada Efek Jera

Mengacu kepada hasil kajian tersebut jelas Muradi, masih terdapat kekurangan dalam tiga parameter terakhir itu. Menurutnya, saat ini penegakkan hukum masih rendah karena belum ada ketegasan bagi pelanggar PSBB sehingga dikhawatirkan berpengaruh terhadap kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan. Ketidaktegasan ini terjadi karena tidak adanya  kewenangan bagi polisi dan TNI dalam menjalankan tugasnya. "Instrumen hukum PSBB kurang kuat karena hanya berdasarkan undang-undang karantina wilayah dan penanggulangan bencana," kata dia.

Sebagai contoh, terlihat sejumlah pelanggar larangan mudik yang hanya diminta pulang kembali oleh aparat yang bertugas. Jadi tidak ada efek jera. Seharusnya, perlu penambahan instrumen hukum dalam PSBB agar peran polisi bisa lebih maksimal, salah satunya dengan menggunakan unsur pidana. Dengan begitu, dia meyakini kepolisian akan lebih leluasa dalam menindak pelanggar PSBB seperti dengan memberi hukuman kurungan. "Jadi mereka yang ngeyel (tidak mematuhi protokol kesehatan) selama PSBB bisa segera ditangani. Ini penting agar memberi efek jera," jelas dia.

Tak hanya itu, jika dengan hukum pidana masih kurang, menurutnya perlu digunakan darurat sipil bahkan darurat militer agar PSBB berjalan efektif. Tapi dirinya tidak berharap PSBB plus darurat sipil atau PSBB plus darurat militer. "Saya berharap dengan (PSBB) ditambahkan hukum pidana, sudah bisa memberi efek jera (bagi pelanggar)," tegas dia.

Muradi pun menilai tidak adanya aturan atau hukuman tegas yang memberi efek jera bagi pelanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selain akan terjadi eskalasi ancaman keamanan pada parameter lain, yakni meluasnya penyebaran virus Covid-19. Terlebih, saat ini memasuki arus mudik Lebaran 2020 sehingga sangat berpotensi untuk menyebarkan Covid-19. "Sekarang saja Covid-19 sudah ada di 34 provinsi," keluh dia.

2. Kedisiplinan Masyarakat Jadi Kunci Atasi Pandemi Covid-19

Selain itu, tidak ada aturan atau hukum tegas pun akan menimbulkan eskalasi ancaman keamanan yang disebabkan buruknya koordinasi kelembagaan terutama antara pemerintah pusat dengan daerah. Ini terlihat dari pembagian bantuan sosial dari setiap instansi yang terkesan berjalan sendiri-sendiri. "Sehingga pembagian bantuan sosial untuk masyarakat tidak merata. Ada yang sudah terbagi lima kali bantuan (sosial), ada yang belum sama sekali," katanya.

Jika dibiarkan, menurutnya akan mengancam ketersediaan kebutuhan dasar bagi masyarakat selama pemberlakuan PSBB ini. Ketersediaan kebutuhan dasar ini salah satu parameter ancaman keamanan selama pandemi Covid-19. Lebih lanjut, menurutnya pemberlakuan PSBB yang kembali diperpanjang merupakan langkah yang tepat. Sebab, hingga saat ini belum diketahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

Selain itu, dari jumlah pasien yang positif pun, menurutnya akan terus bertambah sehingga masih diperlukan penanganan serius dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Terlebih, di sejumlah negara yang kasusnya dianggap sudah reda sehingga melonggarkan penanganan pandemi ini pun kembali dilanda penyebaran covid-19 gelombang kedua. "Jadi belum tepat kalau ada wacana (PSBB) dilonggarkan. Ukurannya apa? Parameternya apa?" ucapnya.

Dia memahami adanya motif ekonomi bagi pihak-pihak yang menginginkan pelonggaran PSBB. Namun, menurutnya dengan pengetatan seperti ini tidak berarti mematikan perekonomian. Masyarakat masih diperbolehkan beraktivitas asalkan disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. "Masih bisa bergerak, masih bisa naik motor. Beda dengan lockdown," ujarnya.

PSBB pun, menurut Muradi, berlaku selama dua pekan dan bisa dievaluasi. Kalau perkembangannya sudah baik, PSBB bisa dievaluasi. Oleh karena itu, tambah Muradi, kedisiplinan masyarakat menjadi kunci dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini. "Kuncinya adalah kedisiplinan masyarakat. Makanya perlu ketegasan dalam penegakkan hukum," ujarnya. []

Berita terkait
Kronologi Habib Cekcok dengan Petugas PSBB Surabaya
Kasatlantas Polrestabes Surabaya menyebutkan cekcok antara Habib Umar Assegaf dengan petugas PSBB terjadi di exit tol Satelit Surabaya.
Pelonggaran PSBB dan Mulut Jurang Herd Immunity
Pendiri INDEF Didik Rachbini mengingatkan Presiden Jokowi agar berhati-hati pada wacana pelonggaran PSBB, berpotensi masuk jurang herd immunity.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.