Surabaya - Organisasi GAYa Nusantara Surabaya akan melakukan pendampingan terhadap tersangka predator anak, MH agar tak kembali melakukan hal yang serupa kepada anak di bawah umur.
Sekretaris GAYa Nusantara Surabaya, Iqsyam mengaku GAYa Nusantara akan melakukan koordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) setempat. Supaya hak-hak tersangka sebagai warga negara Indonesia yang dilindungi Undang-Undang dapat tercapai.
"Maksudnya begini, dikarenakan dia gay akhirnya proses hukumnya lebih berat daripada kasus yang bukan gay. Untuk itu kita berusaha mendampingi agar hukuman tersangka dapat disamakan dengan tersangka-tersangka lain yang bukan gay," ujarnya kepada Tagar, Selasa 21 Januari 2020.
Meski akan memberikan pendampingan hukum terhadap MH, Iqsyam mengapresiasi pihak Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) yang berhasil mengungkap kasus kejahatan seksual terhadap anak yang dilakukan MH.
Maksudnya begini, dikarenakan dia gay akhirnya proses hukumnya lebih berat daripada kasus yang bukan gay.
Iqsyam mendukung pihak kepolisian untuk menghukum pelaku sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Karena menurutnya kasus yang menjerat MH, masuk dalam kejahatan asusila.
"GAYa Nusantara dukung apa yang dilakukan polisi, tidak hanya bagi tersangka MH saja, itu juga berlaku bagi semua orang terkait orientasi dan gendernya apa kalau salah ya harus dihukum," kata Iqsyam, Selasa 21 Januari 2020.
Bukan hanya itu, Iqsyam mengecam perbuatan MH. Sebab apa yang dilakukan menyalahi undang-undang terutama para korbannya juga berusia masih di bawah 17 tahun. Ia juga mengaku, atas perbuatan pelaku pencabulan ini, akan berdampak pada tumbuh kembang korban. Ia mengaku psikologi korban dan orang tua juga akan sangat terganggu.
"Jadi bukan hanya korban yang mengalami tekanan psikis, namun juga orang tua dan keluarga korban," imbuh dia.
Seperti diketahui, atas perbuatannya ini, MH dijerat dengan pasal 82, atau tindak pidana yang terkait dengan undang-undang nomor 17 tahun 2016 terkait perlindungan Anak. Untuk hukuman, MH diperkirakan terancam maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun penjara.
Namun, pelaku juga bisa saja dikenakan pemberatan pidana sebanyak sepertiga dari ancaman pidana semula, karena korbannya lebih dari satu orang. []