Viral Surat RW di Surabaya Perbedaan Iuran Pribumi

Surat keputusan RW 03 Bangkingan viral karena adanya perbedaan jumlah penarikan iuran antara pribumi dan warga pendatang.
Surat keputusan RW 03, Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri Surabaya, yang viral di medsos. (Foto: Twitter/Tagar)

Surabaya - Surat edaran penarikan iuran RW 03, Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Bangkingan, Surabaya terkait perbedaan iuran antara pribumi (penduduk asli) dan pendatang menjadi viral di media sosial (medsos). Terdapat dua surat keputusan yang beredar di medsos dengan jumlah poin yang berbeda pula.

Surat keputusan yang pertama beredar berisi puluhan poin tentang iuran bagi warga pribumi dan pendatang. Surat tersebut ditantadangani oleh lima Ketua RT di RW 03. Sementara surat keputusan kedua hanya berisi empat poin dan hanya ditandatangani Ketua RW 03 Bangkingan, Paran Spd

Dalam surat putusan yang telah disepakati oleh warga RW 03, mulai dari RT 01 sampai 05 telah disepakati pada Minggu 12 Januari 2020 lalu.

Dalam surat putusan terdapat puluhan poin tentang iuran. Beberapa diantaranya, setiap perusahaan (PT, CV) yang berada di wilayah RW 03 selain warga pribumi dikenakan iuran setiap bulannya untuk kas RW sebesar Rp 150.000. 

Lalu setiap perusahaan (UD) yang berada di wilayah RW 03 selain warga pribumi dikenakan iuran setiap bulannya untuk kas RW sebesar Rp 100.000.

Saya rapatkan lagi. Saya masih di jalan.

Kemudian, Setiap pedagang kaki lima yang berada di wilayah RW 03 selain warga pribumi (sepanjang jalan sebelah barat asrama polisi) dikenakan iuran setiap bulannya untuk kas RW sebesar Rp 50.000. Setelah itu di poin terakhir, penarikan dimulai pada bulan Februari 2020 setiap hari Sabtu, Minggu pertama oleh pengurus RW 03.

Peraturan yang beredar di sosial media ini mendapat tanggapan dari Camat Lakarsantri, Harun Ismali. Menurutnya, peraturan tersebut lumrah, karena peraturan itu muncul dari musyawarah warga sekitar.

Ketua RW 03 Bangkingan, Paran membenarkan adanya surat keputusan RW 03, Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya. Paran mengaku aturan tersebut dibuat berdasarkan keputusan rapat lima Ketua RT di wilayah RW 03.

"Iya benar," ujarnya kepada Tagar melalui telepon selulernya, Selasa 21 Januari 2020.

Tetapi semenjak surat keputusan tersebut menjadi viral di medsos dan menuai pro kontra, pihaknya melakukan evaluasi dan akan merapatkan lagi.

"Saya rapatkan lagi. Saya masih di jalan," ucapnya.

Meski sudah disetujui oleh Ketua RW 03 dan lima Ketua RT, surat keputusan tersebut masih belum disahkan oleh kelurahan.

"Belum, belum, belum (di kelurahan)," tuturnya.

Surat edaranSurat keputusan iuran RW 03, Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya yang viral karena menggunakan istilah pribumi dan bukan pribumi. (Foto: Twitter/Tagar)

Sementara itu, Camat Lakarsantri Harun Ismail mengaku kaget mendengar adanya peraturan tersebut sehingga viral di luar. Apalagi peraturan tersebut juga merujuk pada Perda nomor 4 tahun 2017.

"Ya, kalau kita kan kembali ke aturan saja. Jadi di dalam Perda kan jelas mengatur terkait dengan dana swadaya masyarakat. Jadi itu memang diawali mufakatnya warga, kemudian diajukan ke lurah untuk dievaluasi," kata Harun Ismail saat dikonfirmasi, Selasa 21 Januari 2020.

Namun, ia juga menilai, peraturan ini dibuat mungkin karena melihat kondisi perekonomian warga sekitar. Hanya saja, peraturan tersebut menurutnya belum sampai ke tahap lurah.

"Tentu saja mempertimbangkan kondisi sosial ekobomi warga setempat kan. Itu belum ada tahap sampai ke situ (evaluasi lurah)," imbuh dia.

Harun menyesalkan, dalam surat edaran peratiran RW 03 Bangkingan menggunakan istilah yang keliru. Sebab disebutnya ada sebutan pribumi dan selain warga pribumi .

"Menurut saya, cuma membedakan penduduk asli yang di situ dan pendatang. Cuma salah menggunakan istilah. Mereka mungkin tidak tahu kalau pribumi secara aturan kan sudah tidak diperbolehkan," tambah dia.

Sementara terkait nominal uang yang ditarif di peraturan tersebut menurut Harun masih sangat wajar. Apalagi adanya uang iuran keamanan dan kebersihan.

"Ya, kalau saya sih berkaca di kampung saya, iuran yang lazim itu kan iuran keamanan dan kebersihan. Itu saja. Angkanya pun wajar-wajar saja," ujar Harun.

Harun pun menegaskan, yang membuatnya sedikit tak percaya dan heran adalah adanya peraturan perbedaan antara warga asli dan pendatang. Serta nominal iuran yang terlalu jomplang.

"Di aturan itu tadi, kalau kita kembali ke perda, ya jelas kalau bicara aturan seharusnya tidak boleh dibedakan. Jadi, di perda itu ada pasal yang bunyinya pendapatan lain yang sah tapi tidak mengikat," ucap dia.

Harun juga menyatakan, kalau peraturan tersebut kembali pada kesepakatan warga, itu tak jadi masalah. Sebab semua sudah mufakat terhadap peraturan itu.

"Artinya, kalau itu mereka menarik iuran sesuai kesepakatan, angkanya itu kan tidak mengikat sesuai kondisi sosial ekonomi masing-masing masyarakat," pungkas dia.

Sementara itu, berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2017, Pasal 28 sumber dana RT dan RW dapaat diperoleh dari Swadaya masyarakat, Hasil usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Bantuan pemerintah daerah dan Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. []

Berita terkait
Pengemudi Mobil Polisi di Malang Terancam Sanksi
Kecelakaan beruntun yang disebabkan mobil patwal Polsek Kedungkandang, Kota Malang menyebabkan tujuh orang mengalami luka-luka.
Jatim Siagakan 127 Puskeswan Pantau Hewan Antraks
127 puskeswan yang disiagakan agar memeriksa sejumlah hewan yang melintas di wilayah Jawa Timur sebagai langkah pencegahan Antraks.
11 Korban Kejahatan Seksual Anak Alami Trauma
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Wisnu Andiko mengatakan saat ini 11 korban kejahatan seksual anak menjalani trauma healing.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.