Kisah Mantan Teroris di Aceh Kurang Perhatian

Mantan teroris pernah terlibat pelatihan teroris di pegunungan Jalin, Kecamatan Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh kurang perhatian dari pemerintah
Densus 88 anti teror amankan terduga teroris di Lamongan. (Foto: Ilustrasi)

Banda Aceh - Mantan teroris di Aceh yang telah insaf kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Bahkan, upaya audiensi yang diajukan mereka tidak direspon oleh pucuk pimpinan tertinggi di Bumi Serambi Mekkah ini.

"Kita sudah mengajukan surat permohonan audiensi ke gubernur, belum ada tanggapan sampai sekarang," kata Yudi Zuhlfahri, Direktur Yayasan Jalin Perdamaian kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu 6 November 2019.

Yudi merupakan salah satu pemuda yang pernah terlibat dalam pelatihan teroris di pegunungan Jalin, Kecamatan Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh tahun 2010 silam.

Di pegunungan Jalin, Yudi bergabung bersama kelompok Jamaah Islamiyah (JI) pimpinan Dulmatin. Sepak terjang Yudi berakhir pada 17 Maret 2010 saat ia bersama tiga rekannya diringkus pasukan Densus 88 Anti Teror.

Saat ini, Yudi sudah bebas menjalani hukuman. Bahkan, ia sudah mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Jalin Perdamaian.

Di yayasan itu, Yudi menjabat sebagai direktur. Ia memiliki 37 anggota, terdiri dari 16 orang mantan teroris dan 21 orang mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

"Di yayasan tersebut kita memiliki 16 orang, kemaren disatukan dengan mantan kombatan jadi sekitar 37. Ada warga luar satu orang dan sudah menetap di Aceh, sudah berkeluarga," tutur Yudi.

Yudi mengaku kecewa terhadap pemerintah Aceh yang terkesan tutup mata. Padahal, yayasan yang mereka dirikan tersebut mempunyai peran penting dalam mencegah lahirnya teroris baru di provinsi paling barat Indonesia itu.

Di yayasan tersebut kita memiliki 16 orang, kemaren disatukan dengan mantan kombatan jadi sekitar 37.

"Sebenarnya yang paling memahami cara menyentuh ini kan mantan-mantannya, sayangnya para mantan pelaku teroris di Aceh ini kurang dipedulikan oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah tidak begitu peduli, padahal Aceh terus memproduksi kelompok-kelompok radikal," ucap Yudi.

Lulusan Universitas Indonesia ini menjelaskan, pertimbangan kelompok radikal menjadikan Aceh sebagai tujuannya karena provinsi tersebut memiliki letak geografis yang bagus, diapit pegunungan dan dikelilingi oleh lautan.

"Di Aceh semua masih tersedia, geografinya bagus, pegunungan dan segala macam. Pasokan senjata juga mudah, dari Thailand, segala macam," kata Yudi.

Yudi juga mengatakan, sejak 2010 Aceh terus memproduksi kelompok-kelompok teroris. Namun, jumlahnya tidak begitu besar. Mereka berasal dari alumni Jalin dan eks kombatan GAM yang kecewa pada pemerintah.

Baru-baru ini, kata Yudi, Aceh juga kembali dihebohkan dengan munculnya kelompok Yahdi Ilar Rusydi. Namun, ia memastikan kelompok tersebut bukanlah terorisme sesungguhnya.

"Yahdi ini gak masuk dalam kategori kelompok terorisme, secara ideologi dia berbeda, walaupun dia menyuarakan negara Islam. Tapi ideologinya beda, dia bahaya gak? Kalau dibiarkan bahaya, tapi kalau dihabisi juga bahaya. Bagusnya dia dirangkul, seperti Din Minimi," ujarnya. []

Baca Juga: 

Berita terkait
Bertahan Hidup dengan Jalan Prostitusi di Aceh
Meski Kota Lhokseumawe Aceh kaya gas alam melimpah, namun sangat banyak persoalan di antaranya perempuan memilih bekerja di jalan prostitusi.
Pria Aceh Kedapatan Simpan Sabu di Jok Motor
Pria paruh baya berinisial AB di Aceh, dibekuk polisi karena kedapatan membawa sabu di jok motor.
Larangan Cadar Didukung Ulama Aceh Antisipasi Bom
Ketua MPU Kabupaten Aceh Barat Daya, Tgk. Muhammad Dahlan mendukung penuh usulan larangan menggunakan cadar untuk ASN di Instansi pemerintahan.