Keris Sabuk Inten dan Koleksi Museum Purbakala di Bantul

Sebilah keris dengan 11 lekuk menjadi masterpiece Museum Sejarah Purbakala Pleret, Bantul. Sejumlah koleksi lain juga ada di tempat ini.
Sebilah keris Sabuk Inten dengan 11 luk atau lekukan menjadi masterpiece di Museum Sejarah Purbakala Pleret, Bantul. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Bantul – Keris Sabuk Inten dengan 11 luk atau lekukan yang disimpan di dalam semacam etalase kaca berbentuk seperti piramid itu tampak menyala. Warna merah berpendar dari semua sisi keris yang saat ditemukan hanya berupa bilah atau wilahan tanpa warangka (sarung). Sesekali asap terlihat mengepul dari sekelilingnya.

Di dalam ruangan Museum Sejarah Purbakala Pleret, Jl Raya Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, tempat keris itu disimpan, juga terdapat sejumlah benda-benda kuno lain. Sebagian besar barang-barang di situ berupa perabot dari batu, mulai dari perkakas yang digunakan oleh manusia purba, patung atau arca zaman kerajaan Hindu-Budha, hingga umpak atau pengalas tiang bangunan tradisional Jawa zaman dahulu.

Di luar ruangan, hujan belum juga reda. Tetesan-tetesannya membasahi dedaunan dan pohon di tempat itu. Beberapa umpak dan barang-barang lain yang juga terbuat dari batu di halaman juga basah oleh percikan hujan, termasuk satu Jaladuara.

Cerita Museum Purbakala 2Jaladuara di Museum Sejarah Purbakala Pleret, Rabu, 17 Februari 2021. Jaladuara adalah semacam ornamen pada saluran air. Bentuknya berupa patung binatang yang pada moncongnya diberi lubang sebagai tempat air memancur. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Jaladuara adalah semacam ornamen pada saluran air. Bentuknya berupa patung binatang yang pada moncongnya diberi lubang sebagai tempat air memancur.

“Biasanya digunakan di petirtaan (permandian), atau saat masa Hindu-Budha ada di candi. Masa Islam juga ada. Kalau yang di sini kemungkinan dari masa Mataram Islam, tapi belum diketahui pastinya,” kata Ayu Oktavi, Edukator dari Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang ditugaskan di Museum Sejarah Purbakala Pleret, Rabu siang, 17 Februari 2021.

Keris Sabuk Inten

Avi, sapaan akrab Ayu Oktavi, menjelaskan sejumlah barang yang ada dalam ruangan museum, termasuk tentang masterpiece museum tersebut yang berupa keris Sabuk Inten luk 11.

Saat memasuki ruangan, yang pertama kali dilakukannya adalah menyalakan lampu penerang yang ada di atas etalase tempat keris disimpan. Setelah menyalakan lampu penerang, perlahan wajah asli keris tersebut terlihat. Sebagian besi pada bilahnya sudah keropos karena usia.

Permainan cahaya dan animasi dari sumber cahaya membuat bilah keris seperti menyala kemerahan. Lalu cahaya berbentuk spiral berwarna biru mengelilingi keris itu, dan asap putih tipis yang mengelilinginya berubah menjadi warangka atau sarung keris.

Ayu menjelaskan, keris itu dijadikan masterpiece bukan tanpa alasan. Keris itu menjadi masterpiece karena barang seperti itu jarang ditemukan dalam penggalian-penggalian situs.

Keris Sabuk Inten luk 11 itu ditemukan saat dilakukan ekskavasi atau penggalian di situs cagar budaya Kauman Pleret, yang merupakan bekas masjid besar Keraton Pleret. Keris Itu ditemukan pada tahun 2010.

Dijadikan sebagai masterpiece karena salah satu barang yang jarang ditemukan, berupa keris atau senjata. Biasanya kan berupa struktur bangunan atau wadah gerabah, pecahan keramik.

Saat ditanya mengenai pemilik keris Sabuk Inten tersebut, Avi mengaku hingga saat ini belum diketahui secara pasti siapa pemiliknya. “Belum diketahui siapa pemiliknya. Ditemukan hanya bilah tanpa warangka,” kata dia melanjutkan.

Menurutnya, keris Sabuk Inten adalah salah satu keris legendaris keraton yang selalu disandingkan dengan keris Nagasara.

Cerita Museum Purbakala 3kata Ayu Oktavi, Edukator dari Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang ditugaskan di Museum Sejarah Purbakala Pleret,menjelaskan tentang koleksi museum, Rabu, 17 Februari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Selanjutnya, Avi menjelaskan sejarah didirikannya Museum Sejarah Purbakala Pleret yang dibangun pada tahun 2004. Saat awal dibangun, tempat itu belum difungsikan sebagai museum, melainkan sebagai tempat penyimpanan benda-benda temuan yang ada di sekitar Bantul dari berbagai zaman.

“Mulai dari zaman prasejarah, zaman Hindu-Budha, Mataram Islam, Kolonial Islam, dll. Kemudian mulai dibuka untuk umum pada tahun 2014. Letaknya di Kawasan Cagar Budaya (KCG) Kerta-Pleret, Jl Raya Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul,” dia menjelaskan.

Peninggalan Beberapa Zaman

Benda-benda yang berasal dari zaman prasejarah, lanjutnya, berupa beliung dan kapak batu yang digunakan manusia pprasejarah. Kemudian, benda-benda peninggalan masa klasik Hindu-Budha berupa arca atau patung, alat ibadah, dan beberapa lainnya.

Selanjutnya, benda-benda peninggalan masa Kerajaan Mataram Islam berupa sisa-sisa dari bangunan Kerajaan Mataram Islam yang ada di kawasan Kerto dan Pleret.

“Dulu kan Kerajaan Mataram Islam pertama berdiri di Kota Gede, terus pindah ke Kerto, kemudian pindah ke Pleret, selanjutnya pindah ke Kartasura, lalu pindah lagi ke Surakarta, setelah ada perjanjian Gianti, jadilah Surakarta dan Yogyakarta,” kata dia memaparkan.

Cerita Museum Purbakala 4Sejumlah umpak dan perkakas batu di Museum Sejarah Purbakala Pleret, Bantul, Rabu, 17 Februari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sejumlah umpak yang menjadi koleksi Museum Sejarah Purbakala Pleret, mayoritas merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Mataram Islam. Biasanya umpak digunakan untuk bangunan pendapa.

Selain umpak, barang-barang peninggalan Mataram Islam lain berupa batu bata yang ukurannya lebih besar daripada batu bata yang ada saat ini. Juga ditemukan batu pipih berwarna putih.

“Itu ditemukan di sekitar Kerto dan Pleret. Ada juga beberapa situs cagar budaya yang diindikasikan dulunya merupakan bekas Keraton Kerto dan bekas Keraton Pleret. Bentuknya berupa bekas bangunan, benteng, ada juga situs masjid Kauman Pleret. Pernah juga dijadikan sebagai benteng pertahanan saat perang Diponegoro.”

Barang-barang lain yang menjadi koleksi museum itu adalah sisa-sisa Pabrik Gula Kedaton Plered pada zaman kolonial. Pabrik gula itu dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda, letaknya tidak jauh dari lokasi museum berdiri.

“Pabrik Gula Kedaton Pleret yang dibuat oleh Belanda yang sekarang sudah tidak ada lagi, lokasinya tidak jauh dari museum ini, ke sebelah utara. Yang tersisa berupa komponen mesin, saringan, dll.

Peninggalan-peninggalan dari zaman Mataram Islam bukan hanya berupa benda-benda yang tersimpan di museum saja, tetapi juga berupa situs cagar budaya di sekitarnya, seperti situs Kauman Plered di Dusun Kauman, Desa Pleret, Kecamatan Pleret. Situs ini yang merupakan bagian dari kerajaan abad ke-17 atau zaman pemerintahan Amangkurat I (1647-1677).

Selanjutnya, situs Kedaton Plered di Dusun Kedaton, Desa Pleret, Kecamatan Pleret dan situs Kerta di Dusun Kerta, Desa Pleret, Kecamatan Pleret. Situs Kerta merupakan bekas ibukota Kerajaan Mataram pada zaman pemerintahan Sultan Agung (1613-1646).

Sementara, benda-benda peninggalan Tiongkok berupa keramik, mata uang logam, cepuk atau wadah yang biasanya digunakan sebagai tempat obat atau perhiasan.

Cerita Museum Purbakala 5Ayu Oktavi, Edukator dari Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang ditugaskan di Museum Sejarah Purbakala Pleret, menunjukkan umpak koleksi museum, Rabu, 17 Februari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Sebetulnya museum ini untuk menginformasikan pada masyarakat di sini juga ada sejumlah situs yang bisa dikunjungi untuk mempelajari sejarah sekaligus rekreasi. Intinya untuk mengedukasi masyarakat sejarah di daerah Bantul sejak zaman Purbakala hingga saat ini, khususnya masa Mataram Islam di Kerto dan Pleret.”

Penjelasan Avi tentang edukasi dari museum itu dibenarkan oleh seorang mahasiswi salah satu sekolah tinggi pariwisata di Yogyakarta, Umi Nurmawati, 21 tahun. Umi sudah hampir tiga bulan magang di Museum Sejarah Purbakala Pleret.

Selama magang di tempat itu, kata Nurma, sapaan akrabnya, ia mendapatkan banyak ilmu dari edukator, khususnya mengenai sejarah museum dan benda-benda koleksinya.

Cerita Museum Purbakala 6Suasana di Museum Sejarah Purbakala Pleret seusai hujan, Rabu, 17 Februari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Selama di sini sudah dapat banyak ilmu dari edukator tentang sejarah Museum Purbakala Pleret. Menurut saya sebagai mahasiswa sekolah tinggi pariwisata, ini sangat berarti,” kata dia.

Nurma mengaku pengetahuan yang diperolehnya selama magang di museum itu sangat membantunya sebagai mahasiswi pariwisata.

Bukan hanya bermanfaat untuk dirinya, Nurma juga tak jarang mengajak rekan-rekannya sesama generasi milenial untuk berkunjung ke museum untuk mempelajari sejarah.

“Saya sering memposting foto di media sosial Instagram, juga kadang jadi status WA. Kadang ada teman yang tertarik, minta share lokasi. Jadi alhamdulillah bisa mengajak yang lain,” kata dia. []

Berita terkait
30 Tahun Setelah Bom Operasi Badai Gurun di Amiriyah Irak
Selama 30 tahun sejumlah warga Irak merasa hidup dalam ketidakadilan, yakni mereka yang keluarganya menjadi korban serangan bom di Amiriyah.
Museum dengan Masterpiece 100 Wayang Kurawa di Yogyakarta
Museum Wayang Kekayon di Yogyakarta memiliki masterpiece berupa 100 wayang bala Kurawa lengkap. Selain wayang kulit, di sini juga ada wayang lain.
Laporan Khusus: Aktivis di Toba Masuk Penjara Karena Kritis
Awal tahun 2021 di Restoran Pizza Andaliman, pinggir jalan besar Balige, Kabupaten Toba, Sebastian Hutabarat dijemput aparat kejaksaan.
0
FAO Apresiasi Capaian Kinerja Pertanian Indonesia
Kepala Perwakilan FAO, Rajendra Aryal mengapresiasi capaian kerja yang dilakukan jajaran Kementerian Pertanian selama tiga tahun terakhir.