Laporan Khusus: Aktivis di Toba Masuk Penjara Karena Kritis

Awal tahun 2021 di Restoran Pizza Andaliman, pinggir jalan besar Balige, Kabupaten Toba, Sebastian Hutabarat dijemput aparat kejaksaan.
Sebastian Hutabarat saat berada di Lapas Kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. (Foto: Tagar/Dok Imelda Napitupulu)

Medan - Kejadiannya di awal tahun 2021. Peristiwa itu cukup cepat. Restoran Pizza Andaliman yang berada di pinggir jalan besar Balige, ibu kota Kabupaten Toba, Sumatera Utara, itu sudah mulai berkurang penjualannya dan sudah dijadwalkan pada 6-13 Januari akan ditutup.

"Sehingga ritme kami memang untuk beristirahat," tutur Imelda Napitupulu, 48 tahun, istri Sebastian Hutabarat, 50 tahun, pemilik resto pizza andaliman cum aktivis lingkungan di Kawasan Danau Toba.

Resto milik mereka pada Selasa, 5 Januari 2021 didatangi sejumlah orang yang semula diperkirakan tamu, ternyata aparat kejaksaan.

Sebastian Hutabarat dijemput saat tengah beres-beres untuk membuka usaha mereka. Saat itu dia cuma mengenakan sandal jepit, topi, dan celemek.

Pengakuan Imelda, Selasa pagi itu sekitar pukul 09.04, dia memanggil Sebastian, yang sedang sarapan di rumah agar cepat bergabung mulai persiapan membuka resto pizza andaliman. Usaha kuliner yang sudah mereka tekuni sejak 2015.

"Hari itu saya bersemangat dan berusaha menepati janji agar tepat waktu buka pizza pukul 09.00 agar lebih siap melayani para pelanggan yang biasanya berdatangan sejak pukul 10.00," tutur Imelda.

Sesudah mandi pagi, Sebastian mengenakan pakaian kesukaannya, yakni celana pendek dan kaus, serta bersandal jepit biasa. Tak lupa dikenakannya apron/celemek pizza andaliman.

Imelda bergegas mem-briefing para karyawan. Karena ada saja dari mereka yang belum bisa tepat waktu.

Dia ingat, duduk membelakangi Sebastian yang langsung membersihkan area parkir, memungut sampah yang berjatuhan, dan menyiramnya dengan air karena pasti banyak debu dari kendaraan yang lalu lalang di jalan.

Jaraknya dengan Sebastian sekitar 10 meter. Selagi berbicara dengan karyawan, samar-samar Imelda mendengar suara mobil masuk dan suara orang-orang. Dia berpikir, tamu-tamu ini cepat juga datangnya.

Karena fokus pada karyawan di depannya, Imelda tak lama berbalik bermaksud menyambut pelanggan. Tapi dia rasa aneh, karena tamu-tamu itu tidak ada. Dan secara mendadak seorang karyawan mengadu, "Bu, bapak pergi bersama orang kejaksaan".

Resto Pizza AndalimanResto Pizza Andaliman milik Sebastian Hutabarat di Balige, Kabupaten Toba, Sumut. (Foto: Tagar/Dok.Imelda)

Imelda kaget luar biasa. Jarak waktu antara mobil-mobil itu berdatangan dengan perginya mereka mungkin hanya sekitar lima menit.

Anak sulungnya, Nada Kasih Stephanie, 16 tahun, melihat dari balik jendela kamarnya, sekitar 7 sampai 10 orang datang dan langsung menghampiri ayahnya.

Ada yang memeluk dia. Sebastian sempat mundur. Sekitar 2-3 orang membidikkan lensa pada Sebastian. Dan ada seorang yang membacakan sesuatu.

Sekitar 20 menit kemudian ada seorang petugas berseragam coklat mengaku dari Kejaksaan Negeri Balige mengantarkan selembar surat berwarna pink.

"Ia minta saya menandatangani surat itu. Isinya perintah untuk mengeksekusi suami saya. Ada dua lembar. Salah satunya saya pegang," tutur Imelda. Dia pergi dengan celemek kerjanya, gumam Imelda.

Imelda mengaku, ada suasana emosi agak mencekam ketika Sebastian dibawa aparat kejaksaan. Saat itu dia seperti bisa merasakan perasaan seorang istri atau janda yang harus kehilangan suaminya.

"Saya merangkul anak-anak dan para pegawai agar tetap tenang. Saya bilang kepada mereka, 'kita harus bisa mencontoh bapak yang bisa menerima hukuman meskipun dia tidak bersalah'," tuturnya.

Sebastian dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir.

Keesokan harinya, Imelda dan dua anaknya, berkunjung ke lapas. Mereka bertemu dan berbincang dengan Sebastian. "Perasaan kami cukup tenang. Bahkan si bungsu saya ajak pergi ke Medan untuk berlibur selama 2-3 hari agar dia tidak terlalu sedih. Si bungsu menangis sesenggukan waktu ayahnya di penjara," tutur Imelda. Bungsu mereka adalah Marchia Raquel Maria, 14 tahun.

Para pegawai resto juga libur selama seminggu, yakni libur tahunan dan bukan karena peristiwa ini. "Mereka cukup uang dan dapat THR, sehingga saya pikir mereka senang. Meskipun saya tahu mereka sangat prihatin dengan peristiwa ini. Tapi karena mereka lihat saya tegar, mereka juga," ungkapnya.

Pasca penjemputan oleh tim kejaksaan tersebut, sepekan kemudian persisnya 13 Januari, resto kembali dibuka dan semuanya berjalan seperti biasa.

Putusan PT Medan

Tim Kejaksaan Agung dan Kejari Samosir dalam siaran pers pada 5 Januari 2021, menyebut kejaksaan melakukan penangkapan Sebastian Hutabarat sesuai surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan (P-48) Nomor: Print 433 tanggal 21 Desember 2020.

Yakni guna melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 167/Pid/2020/PT.Medan tanggal 8 April 2020 dengan amar putusan menyatakan Sebastian Hutabarat bersalah melakukan tindak pidana penistaan dengan pidana penjara selama satu bulan.

Sebastian HutabaratTim Kejaksaan saat membawa Sebastian Hutabarat (pakai celemek) dari rumahnya di Balige, Kabupaten Toba untuk dibawa ke Lapas Kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir, 5 Januari 2021. (Foto: Dok Kejaksaan)

Tim Kejaksaan sengaja melakukan penjemputan, karena Sebastian Hutabarat sudah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali, namun tidak memenuhi panggilan jaksa eksekutor. Dari Balige, Kabupaten Toba, Sebastian Hutabarat dibawa ke Lapas Kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, menyampaikan Tim Tabur dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dan Kejaksaan Negeri Toba Samosir (Kejari Tobasa) menangkap Sebastian Hutabarat di Balige.

"Mengamankan terpidana tindak pidana penistaan atas nama Sebastian Hutabarat tanggal 5 Januari 2021, pukul 09.30 WIB dengan dibantu oleh Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Toba Samosir," ujarnya.

Leo menjelaskan, terpidana Sebastian Hutabarat tidak melakukan perlawanan ketika ditangkap di Jalan Lintas Tarutung Balige oleh Tim Tabur yang dipimpin oleh Asintel Dwi Setyo Budi Utomo dan anggota tim terdiri Karya Graham Hutagaol (Kasi E), Herman Safrudianto (Kasi B) beserta Tim, Aben Situmorang (Kasi Intel Kejari Samosir, M. Kenen Lubis (Kasi Pidum Kejari Samosir), dan Gilbert Sitindaon (Kasi Intel Kejari Tobasa).

Kejadian di Tambang Silimalombu

Peristiwa bermula saat Sebastian Hutabarat dan rekannya Jhohannes Marbun dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) berkunjung ke Desa Silimalombu, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir pada 15 Agustus 2017.

Sebastian dan Jhohannes melihat-lihat pohon yang pernah mereka tanam bersama mantan Bupati Samosir Mangindar Simbolon pada 2015.

Ternyata di lokasi penanaman pohon telah berdiri stone crusher yang sangat besar. Sebastian dan Jhohannes lalu mengambil beberapa foto dengan menggunakan kamera telepon seluler.

Tak lama mereka berdua dipanggil sekuriti pemilik tambang batu, meminta mereka untuk menghadap pemilik tambang, yakni Jautir Simbolon, 60 tahun. Jautir merupakan abang kandung dari Bupati Samosir Rapidin Simbolon.

Dalam pertemuan, Jautir mengatakan bahwa mereka sudah memiliki izin tambang. Hal itu menjawab saat Sebastian menyinggung terkait operasional tambang di kawasan Danau Toba tersebut.

Usai melakukan percakapan di areal tambang, Sebastian dan Jhohannes kemudian berpamitan karena harus mengejar kapal feri di Pelabuhan Tomok, Kabupaten Samosir.

Namun, baru berjalan beberapa langkah, Sebastian dan Jhohannes dikejar Jautir bersama anggotanya. Di sana lah kemudian terjadi penganiayaan terhadap Sebastian dan Jhohannes.

"Tangan saya dipegang beberapa orang, celana saya dipelorotkan, dan saya dibawa ke tempat kami berdiskusi semula. Saya pun dipukuli berkali-kali oleh Pak Jautir dan anak buahnya," ungkap Sebastian.

Sebastian HutabaratAksi Sebastian Hutabarat yang kosnsisten menolak perusahaan perusak lingkungan di Danau Toba. (Foto: Facebook Sebastian Hutabarat)

Jhohannes bisa lepas hingga kabur, sementara Sebastian disandera selama berjam-jam sebelum akhirnya dijemput Kapolsek Nainggolan.

Jhohannes, yang dikenal sebagai Sekretaris Eksekutif Yayasan Pencinta Danau Toba, mengakui peristiwa itu.

Dia mengaku dipukul Jautir pertama kali di bagian pelipis kanan. Saat dipukul, Jhohannes terjatuh dan diseret hingga pakaiannya robek, dan dijadikan sebagai alat bukti oleh kepolisian. Dia memperkirakan ada 10 orang yang memukulnya, termasuk Jautir.

Walhi sendiri melihat memang ada upaya pembungkaman terhadap aktivis yang menyuarakan kritiknya

Pasca kejadian, hari itu juga mereka membuat pengaduan ke Polres Samosir dengan laporan polisi nomor : LP/ 117/ VIII/ 2017/SMR/SPKT tanggal 15 Agustus 2017, disertai visum dari Rumah Sakit Umum daerah dr Hadrianus Sinaga di Pangururan.

Dalam perkembangan berikutnya setelah kasus bergulir, pada 14 Maret 2019 hakim Pengadilan Negeri Balige yang menyidangkan perkara menjatuhkan pidana dua bulan penjara terhadap Jautir.

Uniknya, sehari sebelumnya atau 13 Maret 2019 dan sepekan kemudian, yakni 19 Maret 2019, Polres Samosir justru mengirim surat panggilan pertama dan kedua kepada Sebastian dengan status sebagai tersangka.

Ternyata, Jautir mengadukan Sebastian ke polisi dengan tuduhan melakukan fitnah. Warga Pangururan ini merasa keberatan namanya disebutkan di media elektronik dituduh melakukan pemukulan.

Dia akhirnya menjalani sidang di Pengadilan Negeri Balige, Kamis 16 Mei 2019. "Untuk kasus yang begitu dipaksakan, saya harus menjalani 16 kali sidang dalam waktu delapan bulan yang melelahkan," kata Sebastian.

Sebastian dijatuhi vonis dua bulan penjara oleh Ketua Pengadilan Negeri Balige Paul Marpaung pada 9 Januari 2020. Atas vonis itu, Sebastian melakukan perlawanan, dengan melayangkan banding ke Pengadilan Tinggi Medan.

Sebastian HutabaratSebastian Hutabarat saat mengikuti sidang kasusnya di PN Balige. (Foto: Facebook Sebastian Hutabarat)

Kejari Samosir menyebut banding Sebastian ditolak karena berkas belum lengkap dan meminta agar Sebastian segera masuk penjara berikut vonis yang sudah dijatuhkan kepadanya.

"Padahal, setahu kami pihak Pengadilan Tinggi Medanlah yang seharusnya menjawab diterima atau ditolaknya gugatan banding kami," kata Sebastian.

Atas kasus yang menimpanya, Sebastian pernah menyurati Presiden Jokowi. Memohon perlindungan hukum atas kesewenang-wenangan aparat hukum terhadapnya.

Sebastian menyurati presiden yang disampaikan lewat kantor Menteri Sekretaris Negara di Jakarta pada Kamis, 5 November 2020.

"Saya berterima kasih yang setulusnya jika bapak berkenan memberikan amnesti atau bentuk perlindungan hukum lainnya sebagai pelajaran, agar kasus kriminalisasi seperti yang saya alami tidak bolak-balik terjadi lagi di masa yang akan datang," demikian petikan isi surat Sebastian.

Pembungkaman Kritik

Atas pemenjaraan Sebastian Hutabarat, sejumlah pihak termasuk Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut pun angkat suara.

Direktur Walhi Sumut Doni Latuperisa pada Kamis, 7 Januari 2021 mengatakan, pemenjaraan yang dialami aktivis lingkungan di kawasan Danau Toba, Sebastian Hutabarat merupakan bentuk pembungkaman yang dilakukan oleh sejumlah pihak yang terganggu dengan suara-suara kritis.

"Walhi sendiri melihat memang ada upaya pembungkaman terhadap aktivis yang menyuarakan kritiknya," kata Doni.

Direktur Walhi Sumut Doni LatuperisaDirektur Walhi Sumut Doni Latuperisa. (Foto: Tagar/Ist)

Kasus mirip, kata Doni, terjadi di sejumlah daerah di Tanah Air, seperti di Kalimantan, Jawa Timur bahkan seorang mantan Staf Walhi Sumut juga mengalami kriminalisasi.

"Termasuk mantan Direktur Walhi Sumut yang sempat mendapat panggilan dari kepolisian terkait statemen di media yang dirilis," ungkap Doni.

Doni mengaku pihaknya masih terus melakukan pengumpulan data dan fakta terkait dugaan perusakan lingkungan di lokasi tambang galian C milik Jautir Simbolon di Desa Silimalombu, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir.

"Karena poinnya pada galian C yang merusak lingkungan, menurut Walhi perjuangan Sebastian harus dilanjutkan untuk terus menolak perusakan lingkungan di Toba," kata Doni.

Edward Tigor Siahaan, pemilik Piltik Coffee di Siborong-borong, Kabupaten Taput, yang juga seorang fotografer di kawasan Danau Toba, menyebut Sebastian Hutabarat adalah korban.

Menurutnya, perusak alam tidak berhenti merusak keindahan alam Danau Toba, tetapi juga dengan sadis memukuli aktivis lingkungan Sebastian Hutabarat.

"Jika negara Republik Indonesia masih waras, Sebastian Hutabarat harus dibebaskan dari penjara. Kalau tidak, maka rakyat Toba menjadi apatis atas program super prioritas wisata Danau Toba," kata Edward dihubungi Rabu, 6 Januari 2021.

Sementara itu, aksi mendukung Sebastian Hutabarat muncul di media sosial, terutama di WhatsApp. Tagar Kami Bersama Sebastian digaungkan dalam grup Save Sebastian Hutabarat.

Sejumlah tokoh dari kawasan Danau Toba bahkan tokoh nasional bergabung dalam grup yang dibentuk pada Rabu, 6 Januari 2021 itu, seperti Benny Pasaribu, Abdon Nababan, Dimpos Manalu, Saurlin Siagian, dll.

Saurlin Siagian meminta Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Sebastian.

"Kawan kita, Sebastian Hutabarat ditangkap dan ditahan. Penangkapan ini terkait dengan aktivitasnya menolak galian C di sebuah tempat di Samosir, Sumatera Utara. Setelahnya, peristiwa kekerasan terjadi padanya. Beberapa waktu kemudian juru pengadil memutuskan vonis 1 bulan penjara buat pejuang ini," katanya.

Terkait ini, kata Saurlin, ada dua hal yang bisa dilakukan demi keadilan dan kebenaran. Pertama, Presiden Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Sebastian.

Kedua, panitia Yap Thiam Hien Award sudah selayaknya mengganjar Sebastian dengan penghargaan sebagai pejuang HAM dan Lingkungan tahun 2021.

"Tidak selayaknya orang baik dipenjara," tukas Saurlin, yang dikenal aktif dalam gerakan advokasi masyarakat adat di kawasan Danau Toba.

Hal sama disampaikan Togu Simorangkir, aktivis sosial lainnya. Togu merupakan salah satu saksi persidangan terhadap Sebastian.

Togu SimorangkirTogu Simorangkir. (Foto: Tagar/Instagram)

"Hari ini, Bang Sebastian ditangkap. Padahal fakta pengadilan semua jelas. Aku pun dengan lantang mengatakan Bang Sebastian tidak salah. Namun, ya begitulah. Kerabat penguasa yang menjadi pemenangnya. Rakyat akan tetap menjadi korban ketidakadilan. Selamat bermeditasi di penjara Bang. Setelah ke luar penjara, kita gas lagi penguasa itu," kata peraih sejumlah penghargaan atas aktivitas sosialnya tersebut.

Lebih jauh sejumlah aktivis lingkungan hidup di kawasan Danau Toba, menggelar aksi unjuk rasa di Pangururan, Kabupaten Samosir, pada Kamis, 14 Januari 2021.

Koordinator aksi Angela Manihuruk menyebut, aksi dari Aliansi Peduli Aktivis Lingkungan dan HAM ini bentuk solidaritas dan keprihatinan atas penahanan Sebastian Hutabarat.

Sebastian dikriminalisasi karena sikap kritisnya terhadap oknum-oknum yang diduga terlibat dalam pengrusakan lingkungan hidup di kawasan Danau Toba.

Disebutnya, pemerintah dan pemangku kepentingan seharusnya mendukung sikap kritis Sebastian, karena keberlanjutan lingkungan hidup menjadi hal yang harus dijaga semua umat di muka bumi.

"Lingkungan hidup menjadi salah satu elemen penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan 2016-2030, yang disepakati oleh hampir semua pemimpin dunia termasuk pemerintah Indonesia. Sehingga tidak ada alasan untuk membungkam suara-suara kritis yang menyuarakan penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup di Kawasan Danau Toba," kata Angela.

Kunjungi Sebastian Hutabarat di LapasSejumlah aktivis di Kawasan Danau Toba seusai mengunjungi Sebastian Hutabarat di Lapas Kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumut. (Foto: Tagar/Dok. Imelda Napitupulu)

Lewat aksi ini, kata dia, aliansi meminta dan mendesak pemerintah pusat, provinsi dan daerah menghentikan kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan hidup dan HAM di Indonesia termasuk di Kawasan Danau Toba.

Meminta dan mendesak Pengadilan Negeri Balige untuk dapat bertindak adil, meminta dan mendesak Pemkab Samosir untuk melakukan pengawasan terhadap izin-izin perusahaan perusak lingkungan.

Pemerintah Kabupaten Samosir didesak segera melakukan upaya-upaya pemulihan lingkungan dan pelestarian hutan.

"Kami juga meminta dan mendesak pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk memberikan ruang yang aman dan nyaman bagi masyarakat sipil yang mempertanyakan tentang pengelolaan industri di kawasan lingkungan hidup sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Angela.

Pihaknya juga meminta instansi terkait untuk tidak melindungi atau tidak berpihak kepada perusahaan-perusahaan perusak lingkungan, serta meminta dan mendesak pemerintah dan penegak hukum agar serius menangani tindakan-tindakan arogan dan premanisme di Kabupaten Samosir.

"Pemerintah Kabupaten Samosir didesak segera melakukan upaya-upaya pemulihan lingkungan dan pelestarian hutan di Kabupaten Samosir, serta mempercepat proses penerbitan perda tentang Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat," tukas Angela.

Bebas dari Lapas

Sebastian Hutabarat akhirnya bebas dari Lapas Kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir pada Kamis, 4 Februari 2021.

Sebulan lamanya dia menjalani masa hukuman. Pemilik usaha pizza andaliman di Balige itu menyebut dirinya sedang tugas belajar selama di lapas.

Sebastian HutabaratSebastian Hutabarat sesaat turun dari kapal feri di Balige, Toba, Sumut, Kamis, 4 Februari 2021. (Foto: Tagar/WA)

Saat dia ke luar sejumlah penggiat dan organisasi lingkungan menyambutnya. "Di luar disambut teman-teman dari Samosir Green, KSPPM, Serikat Tani, Pareses Gultom," tuturnya.

Sebastian menyebut, selama satu bulan di Lapas Pangururan, banyak hal baru dia jalani bersama dengan para penghuni lapas lainnya. Dia menyebut keberadaannya di sana sebagai tugas belajar atau menerima beasiswa.

"Selama tugas belajar (beasiswa) sebulan, di LP bisa dengar lebih detail kasus teman-teman yang dapat vonis antara 8 bulan hingga 18 tahun," kata dia.[]

Berita terkait
Sebastian Hutabarat Dipenjara, Aktivis Lingkungan Demo di Samosir
Aliansi Peduli Aktivis Lingkungan dan HAM ini bentuk solidaritas dan keprihatinan atas penahanan Sebastian Hutabarat.
Curhatan Istri Sebastian Hutabarat: Dia Pergi dengan Celemek
Istri Sebastian Hutabarat, ungkap curahan hati di media sosial pasca suaminya dibawa aparat kejaksaan dari Balige, Kabupaten Toba.
Sebastian Hutabarat Dipenjara, Walhi Sumut: Pembungkaman Kritik
Walhi Sumut menilai pemenjaraan aktivis di kawasan Danau Toba, Sebastian Hutabarat merupakan bentuk pembungkaman suara kritis.