Lhokseumawe - Melihat masih tingginya angka kemiskinan di Provinsi Aceh, pengalokasian Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh sejauh ini dinilai belum tepat sasaran.
Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh (Unimal) Wahyuddin, Minggu 3 November 2019 mengatakan, dalam pengalokasian dana otsus tersebut, seharusnya mempunyai perencanaan matang dan tepat sasaran.
"Coba lihat saja sekarang ini, angka kemiskinan Aceh berada di atas rata-rata nasional dan kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Seharusnya dengan adanya dana otsus ini bisa menekan angka kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja baru," ujar Wahyuddin.
Wahyuddin menambahkan, pihaknya telah melakukan survei sejak tahun 2014, ditemukan banyak dana yang dialokasikan untuk pengerjaan proyek-proyek kecil, seperti membangun sekolah, pagar kantor dan lainnya.
Dana otsus ini ada batasnya, tidak selamanya bisa diterima
Menurut dia, dana otsus yang diterima Provinsi Aceh, harusnya bisa mendongkrak sektor-sektor perekonomian baru.
"Pemerintah daerah harus membuat perencanaan yang bagus tentang pengalokasi dana itu, terutama perencanaan untuk mengentaskan masalah kemiskinan dan membuka lapangan kerja baru. Dana otsus ini ada batasnya, tidak selamanya bisa diterima," tutur Wahyuddin.
Dana otsus tahun 2008 yang diterima Aceh sebesar Rp 3,5 triliun, menjadi Rp 3,7 triliun pada tahun 2009, Rp 3,8 triliun tahun 2010, Rp 4,5 triliun tahun 2011, Rp 5,4 triliun tahun 2012, Rp 6,2 triliun tahun 2013, Rp 8,1 triliun tahun 2014.
Kemudian, Rp 7,057 triliun tahun 2015, tahun 2016 Rp 7,675 triliun, tahun 2017 Rp 8,27 triliun, tahun 2018 Rp 2,4 triliun dan tahun 2019 sebesar 8,3 triliun.
Dana otsus merupakan dana tambahan infrastruktur, bertujuan untuk desentralisasi asimetris, yang dialokasikan berdasarkan undang-undang kekhususan.[]