Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tahu Harun Masiku sudah di Indonesia sejak 7 Januari 2020, namun baru diumumkan pada 22 Januari 2020.
Kemenkumham pun meminta publik tak berpikiran bahwa kementerian yang dibawahi Yasonna Laoly itu menyembunyikan orang yang sedang diburu KPK tersebut.
Hal itu ditegaskan Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Sekretariat Jenderal Kemenkumham Bambang Wiyono, Rabu 22 Januari 2020 dalam keterangan pers di Jakarta.
Pihaknya kata dia, bahkan sudah menyampaikan informasi keberadaan kader PDIP itu kepada KPK.
"Sudah, sudah kita informasikan. Jadi intinya dalam penegakan fungsi penegakan hukum kita selalu mendukung apa-apa yang dilakukan KPK," kata Bambang.
Kemenkumham menurut dia tidak menyembunyikan Harun Masiku atau menghalangi pelaksanaan penegakan hukum, meski baru menyampaikan keterangan resmi pada 22 Januari.
Dia berdalih keterlambatan penyampaian keberadaan Harun Masiku ke publik karena adanya "delay sistem", pengecekan kevalidan data dan karena adanya informasi pengecualian atau tertutup untuk publik.
Kami menyatakan bahwa ia yang bersangkutan telah masuk dan berada di Indonesia
Ditegaskannya, Direktorat Jenderal Imigrasi memastikan tersangka kasus suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan itu, sudah dan masih berada di Indonesia.
Ini dipertegas Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Arvin.
"Bisa dipastikan setelah melakukan pendalaman kami menyatakan bahwa ia yang bersangkutan telah masuk dan berada di Indonesia," katanya, dikutip dari Antara.
Dia menyebut, Harun Masiku berangkat ke Singapura pada 6 Januari 2020 dengan menggunakan maskapai Garuda Indonesia, dan kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 pada pukul 17.34 WIB.
Sebagaimana diketahui, KPK pada Kamis 9 Januari 2020 mengumumkan empat tersangka terkait suap penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.
Sebagai penerima, yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina Sitorus. Sedangkan sebagai pemberi Harun Masiku dan Saeful dari unsur swasta.
Wahyu meminta dana operasional Rp 900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu menerima Rp 600 juta.[]