Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengakui adanya kerajaan sebagai warisan budaya dalam sistem tata negara. Namun, klaim Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah, tidak masuk dalam kriteria kerajaan yang dimaksud Kemendagri.
“Bahwa hal itu (kerajaan) diakui dalam sistem ketatanegaraan kita, ya, tentang adat istiadat dan seterusnya. Tapi ini kan yang timbul sekarang aneh-aneh, kemarin-kemarin ke mana saja,” kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bahtiar, di Jakarta, Jumat 17 Januari 2020.
Kita harus cek betul, jangan-jangan orang (Keraton Agung Sejagat) yang kurang waras.
Baca juga: Ketidakwarasan Keraton Agung Sejagat-Sunda Empire
Seperti diketahui, pada awal tahun ini publik dikejutkan dengan kehadiran Kerajaan Majapahit era baru di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo.
Kerajaan bernama Keraton Agung Sejagat itu dipimpin oleh Raja Siniwun Totok Santosa Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Gitarja.
Dalam konteks tersebut Kemendagri memastikan klaim warisan Majapahit itu tidak dapat dibenarkan. Bahtiar justru mengatakan dengan pendirian kerajaan itu diduga kuat melanggar ketentuan pidana.
“Saya juga sudah koordinasikan dengan Kesbangpol setempat, tadinya ini kan mau dibungkus oleh ormas, (tapi) ada kegiatan-kegiatan yang diduga kuat yang sebenarnya melanggar menurut hukum pidana,” ujarnya.
Indikasi menyimpangnya, kata Bahtiar, ialah penipuan berkedok ormas atau budaya. Oleh sebab itu, pihaknya mempercayakan masalah ini ditangani oleh aparat kepolisian setempat.
“Jadi prinsipnya dalam mengelola organisasi kemasyarakatan, politik, disesuaikan dengan hukum berlaku. Jangan kegiatannya sosial tapi isinya penipuan,” tuturnya.
Bahtiar juga menepis anggapan kehadiran Keraton Agung Sejagat yang melibatkan 450 pengikut ini tidak terkait pilkada serentak di 270 daerah.
Baca juga: Polda Jateng Dalami Kerajaan Agung Sejagat Purworejo
Dia melanjutkan, saat ini Polda Jawa Tengah telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dalam kasus ini. Polda bahkan membentuk tim khusus penanggulangan dan penindakan terhadap masalah yang dianggap meresahkan masyarakat itu.
Polda setempat juga melibatan dua guru besar dari Universitas Diponegoro Semarang dalam penyelidikan untuk menilai klaim sejarah Keraton Agung Sejagat.
Kemendagri berharap, masyarakat tidak mudah terkecoh dengan klaim yang datang dari raja-raja semacam ini. Pendidikan, wawasan dan ketelitian diperlukan agar masyarakat tidak lagi terseret dalam kasus penipuan.
“Kita harus cek betul, jangan-jangan orang (Keraton Agung Sejagat) yang kurang waras,” katanya. []