Keluarga Gerobak, Mengais Rezeki di Tengah Pandemi Corona

Keluarga gerobak tidak bisa berbuat banyak untuk menghadapi pandemic Corona yang saat ini sedang terjadi di penjuru dunia.
Keluarga Gerobak, Mengais Rejeki di Tengah Pademi Corona. (Foto: Istimewa)

Tangerang - Keluarga Gerobak merupakan sebutan untuk keluarga yang kehidupannya dihabiskan di dalam gerobak. Keluarga ini terlihat melintas di sepanjang Jalan Raya MH Thamrin, Kota Tangerang. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak ini terlihat duduk di dalam sebuah gerobak, sedangkan sang bapak terus mendorong gerobak yang tidak tentu arah tujuan.

Saya akui kalau saya takut, kasihan anak-anak saya kalau terjangkit.

Masnin, 40 tahun, pria asal Purbalingga, Jawa Tengah ini sudah hampir 10 tahun hidup bersama keluarganya di sebuah gerobak. Ia berkeliling sembari mengambil sisa barang plastik di tempat sampah. Kemudian, setelah terkumpul ia jual ke tengkulak.

Saat Tagar menemuinya di Jalan Raya MH Thamrin, Kota Tangerang, dengan sesekali mengusap peluh dikeningnya Masnin dengan tenang menceritakan kesehariannya. Sedangkan sang istri Irma, 34 tahun, terlihat disibukan kedua anaknya yang tergolong masih balita.

"Saya tinggal di gerobak ini sudah hampir 10 tahun, karena ga ada uang untuk mengontrak rumah. Sedangkan untuk biaya sehari-hari saya hanya mengandalkan hasil dari memungut plastik dari tempat sampah sambil menarik gerobak yang berisi keluarga saya," ucap Masnin, beberapa waktu lalu.

Terlihat wajah lelahnya, namun ditepiskan demi sesuap nasi untuk kedua buah hatinya. Gerobak Masnin berisi beberapa helai pakaian untuk ganti dan tempat minum yang sudah usang, terlihat di dalam pojok gerobak yang sudah dianggapnya sebagai rumah. 

Masnin merupakan satu dari ratusan, bahkan ribuan warga yang tidak lagi mengindahkan larangan pemerintah untuk tetap di rumah di tengah wabah Covid-19.

"Rasa takut sudah kami hilangkan dari awal, karena tidak ada yang bisa kami lakukan. Untuk tetap di rumah, ya inilah rumah kami, gerobak tanpa atap yang harus berkeliling mencari plastik ditumpukan sampah guna menyambung hidup," ujarnya.

Ia mengatakan keluarga kecilnya tidak bisa mengandalkan bantuan pemerintah, karena Masnin sadar kalau tidak memiliki KTP Tangerang. 

"Apa yang pemerintah janjikan, bagi kami hanya mimpi saja. Karena saya dan istri saya tidak memiliki KTP Tangerang paling hanya mengandalkan belas kasihan warga yang suka bagi-bagi sembako di jalanan," ujar Masnin.

Terlihat Irma istri Masnin disibukan dengan tangis anak mereka yang paling kecil. Entah tangisan lapar atau lelah berada di dalam gerobak, bagi Irma hal itu sudah biasa. Dengan sigap wanita berkerudung oranye itu menuangkan air putih yang dicampur satu sendok gula pasir dan dimasukan ke dalam botol kemudian memberikan kepada anaknya yang sedari tadi merajuk. Dengan cepat anak balita itu meminum air gula dari dalam botol, sambil asik memainkan rambutnya yang pendek kemerahan.

Dengan senyum, ibu dua anak ini tidak pernah mengeluh dengan keadaannya saat ini. "Rezeki, jodoh, bahkan maut sudah diatur oleh yang maha kuasa. Kalau dibilang takut dengan Corona, saya akui kalau takut. Tapi apa daya, hanya berdoa dengan kehidupan seperti ini saya dan anak-anak bersama suami saya dilindungi dari berbagai penyakit,” kata Irma.

Ketika ditanya bagaimana cara mereka membersihkan diri, seperti mandi dan lainnya. Irma menjawab kalau semua itu dilakukan di sebuah masjid kecil atau di pom bensin. 

"Bagi kami musola atau masjid kampung dan pom bensin tempat kami membersihkan diri. Sedangkan kalau malam tiba, kami menghabiskan malam di dalam gerobak. Tapi kalau hujan, kami berteduh dimana saja yang penting gerobak kami tidak kehujanan. Bahkan tidak jarang kami berteduh di kolong jembatan," ucap dia sembari sesekali mengusap air mata yang hampir saja jatuh.

Gelisah, ketakutan, terlihat selintas di wajah Masnin dan istrinya. Takut tidak adanya uang untuk perawatan jika ia dan keluarga kecilnya terkena dampak dari Covid-19

"Saya akui kalau saya takut, kasihan anak-anak saya kalau terjangkit. Tetapi saya hanya bisa pasrah, karena hanya ini yang bisa kami lakukan," ucapnya sambil menundukan kepala seakan tidak ingin diketahui raut kesedihan dan ketakutan di wajahnya.

Masnin salah satu dari keluarga yang tidak bisa berbuat banyak untuk menghadapi pandemi Covid-19. Hanya berbekalkan doa dan keyakinan tidak terjangkit, ia harus terus keluar, berjalan di luar, mengais rejaki di luar, di tengah maut virus Corona. []

Berita terkait
Debryna Dewi Lumanauw, Dokter Cantik di RS Covid-19
Dokter Debryna Dewi Lumanauw menceritakan hari-harinya bekerja di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Simak penuturannya.
Siasat Warga Bali Bertahan di Tengah Covid-19
Tak ada yang lebih parah dari dampak virus Covid-19 ini. Saya sudah merasakan semuanya saat bom Bali, musibah Gunung Agung, virus Sars, Flu Burung.
Puisi Cinta untuk Para Pejuang Covid-19
Sebuah musikalisasi puisi cinta berjudul Selain Cinta dipersembanhkan untuk para pejuang Covid-19 Tanah Air.