Debryna Dewi Lumanauw, Dokter Cantik di RS Covid-19

Dokter Debryna Dewi Lumanauw menceritakan hari-harinya bekerja di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Simak penuturannya.
Dokter Debryna Dewi Lumanauw saat menjalani karantina di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, 10 april 2020. (Foto: Instagram/@debrynadewi)

Jakarta - Debryna Dewi Lumanauw, 28 tahun, seorang dokter yang ditugaskan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Ia menceritakan hari-harinya selama bertugas di sana. Ia di akun Instagram @debrynadewi, Jumat, 8 Mei 2020, mengunggah foto bersama para kawan sejawat yang sama-sama bekerja di rumah sakit tersebut.

Bersama unggahan foto, Debryna menulis, "Each of comes from a rather different background, but it never matters. 2 months ago, none of us had any idea that today we'd be living together, working and fighting for the same cause and that we have left home for too long. Probably those are the things that brought us instantly close, like a family."

"Masing-masing dari kami berasal dari latar belakang agak berbeda, tapi itu bukan sesuatu yang penting. Dua bulan yang lalu, tidak ada dari kami yang tahu bahwa hari ini kami akan hidup bersama, bekerja, dan berjuang untuk tujuan yang sama dan bahwa kami telah meninggalkan rumah terlalu lama. Mungkin itu adalah hal-hal yang membuat kami langsung dekat, seperti keluarga."

Sebelumnya pada 10 April 2020, Debryna mengunggah foto dirinya yang sedang menjalani karantina di Wisma Atlet Kemayoran. "First sunrise of my quarantine time. Jakarta looks very pretty. Stay strong and safe, everyone!"

"Matahari terbit pertama waktu karantina saya. Jakarta terlihat sangat cantik. Tetap kuat dan aman, semuanya!"

Debryna dalam sebuah tulisan dipublikasi di kawalcovid19.id, Jumat, 8 Mei 2020, mengatakan bahwa Covid-19 bukan flu biasa. Karena itulah kompleks Wisma Atlet diatur sedemikan rupa untuk menampung pasien Covid-19 dengan standar kesehatan dan keamanan yang ekstra. 

"Inilah yang kami, para tenaga medis, pelajari dalam sesi pengarahan ketika kami pertama kali menginjakkan kaki di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet," tutur Debryna. "Mandat untuk membangun rumah sakit ini baru disampaikan dalam sepekan sebelum kami bertugas."

Dalam waktu relatif singkat itu, kata Debryna, tindakan kesehatan dalam upaya pencegahan penyakit bagi petugas telah disiapkan. Semua petugas menjalani check-up medis oleh dokter, diperiksa darahnya, dan diberi suplemen kesehatan. "Kami juga menjalani tes rapid untuk Covid-19. Puji Tuhan, di tim kami, semua hasilnya negatif."

Dalam sesi pengarahan pada hari pertama, ia dan tim diberikan penjelasan tentang tiga zona di kompleks tersebut, yaitu Merah, Kuning, dan Hijau. Semua gerbang dijaga ketat tentara yang masing-masing membawa pengukur suhu (termometer). 

Setiap ada yang berpindah dari satu zona ke zona lain, orang tersebut akan menjalani penyemprotan atau mandi untuk dekontaminasi. Pos mandi itu juga dijaga tentara. "Terkadang saya malah merasa pos mandi itu justru menyegarkan di tengah udara Jakarta yang panas dan lembap."

Setelah proses persiapan dan pemeriksaan yang komprehensif, para dokter dan tenaga medis lain ditempatkan untuk bekerja di Zona Merah. "Begitu memasuki zona ini, kami sudah menganggap diri kami orang dalam pemantauan atau ODP sehingga kami berkomitmen untuk tidak akan bebas keluar dari sini sebelum dikarantina selama 14 hari." 

Zona Hijau adalah yang paling tidak terpapar dan biasanya diperuntukkan bagi staf administrasi, logistik, dan non-medis lain. Sementara itu, bagian administrasi, area untuk rapat, dan pusat informasi (call center) berlokasi di Zona Kuning. 

"Saya sendiri suka berkunjung ke bagian pusat informasi, yang menerima semua telepon dan pesan dalam 24 jam sehari dan memberikan rujukan terkait Covid-19 dari dan ke rumah sakit ini," ujar Debryna.

Coverall yang kami pakai mungkin bukan yang paling bagus di pasaran, tapi paling tidak menutupi badan 360° dan tahan air. Ingat, virus ini sebagian besar berada di droplets.

Debryna Dewi LumanauwDokter Debryna Dewi Lumanauw bersama kolega yang sama-sama bertugas di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jumat, 8 Mei 2020. (Foto: Instagram/@debrynadewi)

Berbeda dengan rumor yang beredar di media sosial, kata Debryna, di sini terdapat banyak personel, bukan hanya dari TNI atau Kementerian Kesehatan. Ada banyak lembaga pemerintah, BUMN, asosiasi profesi lain, serta organisasi nirlaba yang bersatu dengan Gugus Tugas Covid-19. Situasi di sini cukup pelik. 

Sebelum terjun ke lapangan, cerita Debryna, ia dan kawan-kawan sesama dokter mendapat arahan tentang penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). "Mengingat tingginya risiko terpapar selama bertugas, kami harus memastikan bahwa kami mengenakan APD dengan benar." 

Ia dan semua tenaga medis mengenakan dua sampai tiga lapis baju atau apron, scrubs, dan surgical cap sebelum memakai coverall (baju astronot). "Coverall yang kami pakai mungkin bukan yang paling bagus di pasaran, tapi paling tidak menutupi badan 360° dan tahan air. Ingat, virus ini sebagian besar berada di droplets." 

Kemudian ia dan tim memakai sarung tangan bedah lapis dua (di dalam dan luar coverall), masker lapis dua (bedah dan N95), dan pelindung mata (goggles). "Pelindung mata ini awalnya sangat tidak nyaman karena selalu berembun tapi dapat diakali dengan menyapukan tipis odol lalu diberi air, tapi terasa pedas, atau disemprot dengan anti fog yang biasa dipakai untuk menyelam."

Terakhir, mereka memakai sepatu bot. "Semua ini kami pelajari dan praktikkan dahulu dalam sesi pengarahan."

Ketika sudah mulai bertugas, tutur Debryna, ia dan kawan-kawan semakin berhati-hati. "Karena benar-benar tidak mau ada lubang atau rongga, kami mengencangkan APD dengan selotip di mana-mana."

Biasanya, cerita Debryna, sebelum berangkat bertugas, sesama tenaga medis akan saling mengecek apakah masih ada bagian yang bolong. "Mengingat rumitnya pemakaian APD yang aman dan komitmen kami untuk menghemat apa pun sumber daya yang ada, kami memilih untuk memakai popok dewasa dan menahan pipis, makan, dan minum selama shift berlangsung. Saat melepaskannya pun, ada aturannya."

Debryna menekankan, ia menceritakan hal tersebut karena dua hal. 

Pertama, penting untuk dimengerti bahwa mereka tidak sedang main-main. Pandemi ini masalah serius. 

Kedua, Debryna ingin membagi pesan dokter Nina Nur Kharima, kawannya seorang residen paru, yang menyebutkan bahwa memiliki sikap steril yang benar adalah hal yang sama pentingnya dari kelengkapan APD itu sendiri. 

"Memakai masker N95 tapi masih sering mengucek mata, mengonsumsi dosis tinggi vitamin C tapi berkerumun dengan orang, dan memakan superfood dan minum jamu cold brew tapi tidak punya kebiasaan mencuci tangan dengan benar adalah contoh yang tidak baik. Kita harus konsisten dalam segala hal," tutur Debryna.

Di RS Darurat Covid-19 Wisma Atelet Kemayoran, jadwal kerja dibagi menjadi tiga jadwal jaga, yaitu pagi pukul 06.00-14.00, siang pukul 14.00-22.00, dan malam pukul 22.00-06.00. 

Pada hari ketiga, Debryna mulai bekerja di departemen gawat darurat (emergency department). "Saya tidak menyangka hari itu cukup melelahkan. Kami mulai bekerja dari sekitar pukul 5 pagi dan selesai pukul 3 sore."

Pagi itu Debryna dan kawan-kawan sudah kewalahan di Instalasi Gawat Darurat, bukan hanya karena pasien tapi juga karena tidak ada bantuan housekeeping porter untuk menerima titipan barang pasien dan security triage. 

"Kami ingin lingkungan kerja kami bersih dan nyaman, jadi kami membelah diri untuk menyapu, menyiapkan tabung oksigen, dan melakukan pekerjaan lainnya," tuturnya.

Untunglah setelah agak siang, kata Debryna, relawan non-medis datang, dan mereka baru bisa duduk melepas lelah sejenak. "Menurut saya, kontribusi mereka sangat signifikan. Tanpa bantuan berbagai pihak yang mendukung para tenaga medis, kami tidak bisa tetap waras dan sehat menjalani perang ini."

Debryna mengatakan hanya karena media menganggap cerita mengenai relawan non-medis tidak menarik, bukan berarti mereka tidak perlu mendapatkan apresiasi dari publik. "Saat itu saya juga merasakan kekompakan dan rasa saling menghormati yang luar biasa di antara semua relawan."

Dengan cara atau dalam bentuk apa pun, mereka melakukan tugas dengan senang hati dan tulus. "Mungkin tekad kami yang sama-sama absolut dan keikhlasan inilah membuat kami mudah bersinergi."

Pelindung mata ini awalnya sangat tidak nyaman karena selalu berembun tapi dapat diakali dengan menyapukan tipis odol lalu diberi air, tapi terasa pedas.

Debryna Dewi LumanauwDokter Debryna Dewi Lumanauw. (Foto: levi.co.id)

Sebagai tenaga medis, tugas utama Debryna dan kawan-kawan adalah memeriksa dan memantau kondisi pasien yang menjalani isolasi mandiri di rumah sakit tersebut. 

"Pasien-pasien ini pada intinya adalah mereka yang masih bisa beraktivitas secara normal tetapi berada dalam isolasi. Pasien tinggal sendiri atau berdua, tergantung kriteria, dalam sebuah kamar yang menurut saya cukup nyaman," ujar Debryna.

Kamar pasien dilengkapi termometer, alat mandi, peralatan makan dan minum, alat pembersih, dan kantong sampah. Setiap pagi pukul 07.00 dan malam pukul 19.00, Debryna dan kawan-kawan meminta pasien melaporkan suhu badan. 

Para pasien disediakan makanan tiga kali sehari, dan juga boleh menerima barang atau makanan dari luar. Perawat akan mengantarkannya ke kamar pasien. Pasien juga boleh keluar dari kamar tetapi wajib memakai masker dan menjaga jarak.

Pagi hari biasanya adalah jadwal Debryna mengunjungi (visit) pasien, sekitar pukul 9-10. "Saya senang sekali mendapati banyak pasien bersemangat melakukan olahraga ringan dan berjemur di bawah sinar matahari, sesuai saran kami."

Jadwal visit itu dimanfaatkan Debryna untuk berinteraksi lebih jauh dengan mereka dan membicarakan banyak hal, mulai dari cerita sehari-hari sebelum mereka tinggal di rumah sakit hingga tips membuat kue. Debryna gemar membuat kue. Akun Instagramnya penuh dengan unggahan foto kue bikinannya.

"Yang membuat saya tersentuh adalah pasien seringkali mengutarakan rindu mereka pada keluarga di rumah, dan inilah yang memotivasi mereka untuk segera sembuh," tutur Debryna.

Seiring berjalannya waktu, Debryna menyadari bahwa sikap positif ditunjukkan bukan hanya oleh pasien tetapi juga para tenaga medis. 

SARS-CoV-2 adalah virus baru, dan belum ada yang dapat disimpulkan secara pasti tentang virus ini dan penyakit yang diakibatkan olehnya. "Di lapangan, kami selalu menemukan hal yang baru dan di luar perkiraan. Misalnya, ada banyak pasien yang tidak bergejala, umumnya berusia di bawah 40 tahun, tetapi hasil tesnya positif. Tentu ini harus menjadi perhatian karena risiko penularan Orang Tanpa Gejala sama besarnya dengan yang bergejala sedang hingga kronis." 

Menghadapi fenomena itu, tenaga medis di seluruh dunia seolah sedang berperang dengan musuh yang tidak terlihat dan bersatu melawannya. "Di rumah sakit ini, setiap hari ada materi baru dari jurnal yang kami pelajari bersama. Konferensi kesehatan yang biasanya berbiaya menjadi gratis dan dapat diakses dari jauh. Kami juga mengikuti webinar sejawat medis seluruh Indonesia untuk berbagi pengalaman dalam menangani Covid-19."

Agar tetap sehat dan kuat dalam perang melawan Covid-19, Debryna dan kawan-kawan menyelipkan jadwal berolahraga di sela jam kerja. Contohnya, mereka mengadakan sesi cardio yang menyenangkan dan Debryna pribadi berusaha membuat kettlebell sendiri. 

Mereka juga menjaga asupan nutrisi dengan strategi food portioning. Misalnya, setiap kali makan, makanan mereka harus habis. "Ini adalah upaya untuk mengelola bahan makanan secara efisien agar cukup untuk konsumsi jangka panjang."

Pandemi ini akan berlangsung lebih lama dari yang kita harapkan sehingga daya tahan (endurance) kita harus dijaga.

RS Darurat Covid-19Petugas kesehatan memeriksa alat kesehatan di ruang IGD Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin, 23 Maret 2020. Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran ini bisa digunakan untuk menangani 3.000 pasien. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)

Debryna sendiri walau tidak terbiasa sarapan tetap makan pagi secara teratur sebelum menggunakan APD. "Supaya tidak merasa mual, saya memilih makanan yang padat kalori dengan GI/GL rendah, seperti kacang. Di kamar tidur, kami juga punya pojok suplemen. Yang sering saya konsumsi saat badan terasa lelah di antaranya adalah madu, vitamin D, minyak MCT, minyak ikan, vitamin C, suplemen BCAA, dan multivitamin."

Di samping itu, tidur mereka, para dokter, harus cukup agar daya tahan tubuh baik. "Kami selalu mengingatkan diri sendiri bahwa kami bukan manusia super. Artinya, tubuh kami punya batasan."

Demikian juga dengan kesehatan mental, yang mereka jaga dengan tidak membicarakan Covid-19 setiap waktu. "Untuk memastikan bahwa kondisi kami selalu prima, kami menerapkan sistem buddy bagi semua petugas di Zona Merah agar kami saling menjaga karena jika ada satu saja yang sakit, hal ini akan berdampak pada yang lain."

Kemudian secara berkala, mereka dites Covid-19. Jika hasilnya negatif, mereka diberikan pilihan untuk pulang ke rumah atau melanjutkan tugas. "Kalau positif artinya kami akan menjadi pasien. Semoga tidak. Pada hari ke-14, hasil tes saya keluar, yakni negatif. Seketika teman saya bertanya apakah saya akan lanjut bertugas, dan saya mengiyakan."

Tidak terasa dua minggu berlalu, kata Debryna. Ia mempergunakan waktu karantina untuk beristirahat sebelum bertugas lagi. "Jujur, ternyata saya sangat merindukan kehidupan sehari-hari saya, meski sebelumnya saya pikir saya lebih tangguh daripada ini."

Selama ini Debryna mendapatkan banyak sekali dukungan berupa pesan-pesan berupa gambar, video, dan kiriman makanan. "Saya sangat berterima kasih akan semua ini dan saya yakin jika bukan karena dukungan yang luar biasa dari semua masyarakat dan petugas di rumah sakit ini, kami tidak bisa melalui ini semua dengan mentalitas yang baik."

Debryna tahu pandemi Covid-19 ini melelahkan semua orang. "Kerugian yang kita lihat sekarang masih akan berlanjut, mungkin lebih dari yang dapat kita tanggung." 

Namun, lanjut Debryna, sebagaimana dalam skenario bencana alam atau terorisme, yang benar-benar harus kita hindari adalah menyebarkan ketakutan dan kepanikan yang tidak perlu. 

"Banyak dari kalian yang sangat kooperatif dan bahkan mau membantu sebagai relawan atau berdonasi, tetapi jangan sampai kita menghabiskan sumber daya dan energi di awal tapi kekurangan setelahnya," tuturnya.

Bagaimanapun, kata Debryna, "Pandemi ini akan berlangsung lebih lama dari yang kita harapkan sehingga daya tahan (endurance) kita harus dijaga."

Terlepas dari itu semua, Debryna meminta masyarakat tetap berada di rumah dan memperhatikan kebersihan. "Kami sebagai tenaga medis hanya bisa mengurangi kerusakan yang sudah terjadi. Kami hanya seporsi kecil dari usaha melandaikan kurva, dan saya pun disadarkan bahwa sebagai manusia, kami punya batasan energi."

Untuk itu, kata Debryna, "Supaya ini semua berakhir, kami perlu kalian semua untuk diam di rumah agar tidak menyebarkan virusnya. Sebagaimana yang saya resapi selama dua minggu di sini bersama tenaga medis, relawan non-medis, dan para pasien, ingatlah bahwa dalam setiap perjuangan selalu ada harapan."

Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, tempat khusus untuk menangani pasien penyakit Covid-19 dengan gejala ringan hingga sedang. Dari rumah sakit ini, pasien dengan gejala lebih berat akan dirujuk ke 14 RS lain, yaitu RSPAD Gatot Subroto, RS Pelni, RS Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, RSUP Fatmawati, RS Pasar Minggu, RS Mitra Keluarga, RSUD Duren Sawit, RS Polri Kramat Jati, RSUD Tarakan, RS Premier Jatinegara, RS Angkatan Laut Mintoharjo, RS Carolus, dan RS Pertamina. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Rochmat Rismawan, Setelah Kena PHK di Tengah Pandemi
Rochmat Rismawan, 21 tahun, baru 4 bulan lalu dapat pekerjaan di Tangerang, kini harus menelan pil pahit di tengah pandemi Covid-19. Ia di-PHK.
Senyum Kartini di Tengah Muram Pandemi Covid-19
Di tengah muram pandemi Covid-19, senyum terulas di bibir Hilda Agustini, dara berjiwa Kartini yang tak takut bermimpi setinggi bintang di langit.
Pergolakan Batin Sukarsih Tenaga Medis Positif Covid-19
Sukarsih, seorang perempuan ayu dengan rambut panjang tergerai. Usianya 29 tahun. Ia bekerja sebagai tenaga medis, melayani pasien Covid-19.