Kejati Jawa Timur Menunggu PP Hukuman Kebiri Kimia

Kejati Jawa Timur menyebut hukuman kebiri kimia belum bisa diterapkan karena masih menunggu terbitnya PP.
Terdakwa kasus pencabulan Rachmat Slamet Santoso dijatuhi vonis 12 tahun penjara, denda Rp 100 juta, dan kebiri kimia oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, senin 18 November 2019. (Foto: Tagar/Haris D Santoso)

Surabaya - Guru pramuka di Surabaya, Rachmat Slamet Santoso alias Mamet telah divonis hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 100 juta, dan kebiri kimia oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin 18 November 2019. Vonis Mamet atas tindakannya yang mencabuli 15 orang siswa didiknya. 

Meski, sudah dijatuhkan vonis tersebut, hukuman kebiri kimia ini dipastikan belum bisa diterapkan. Sebab peraturan pemerintah (PP) yang mengatur teknis hukuman kebiri hingga kini juga belum ada.

Pelaksanaannya dilaksanakan setelah hukuman pokok dijalankan.

Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur Herry Pribadi memastikan hukuman kebiri kimia belum dapat dilaksanakan.

"Kita tunggu saja, karena kabarnya dalam waktu dekat PP (Peraturan Pemerintah) akan diterbitkan, dan informasinya sudah di Seskab (Sekretaris Kabinet)," kata Herry.

Menurut Herry, hukuman kebiri kimia bisa dijalankan setelah terpidana menjalani hukuman pokok. Namun sifat hukuman ini tidak permanen.

"Pelaksanaannya dilaksanakan setelah hukuman pokok dijalankan. Sebenarnya juga sifat hukumannya juga sementara, karena untuk terapi menekan libidonya saja," lanjut Herry.

Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan hukuman selama 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan pada terdakwa Rahmat Slamet Santoso, Guru Pembina pramuka di Surabaya.

Hakim Dwi Purwadi juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kebiri kimia selama 3 tahun. Karena membuat 15 korban itu mengalami trauma berat.

Dalam kasus ini terdakwa dianggap telah memenuhi tindak pidana sebagaimana termaktub dalam Pasal 80 dan Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Terdakwa Rachmat mengaku putusan hakim dianggap terlalu berat. Namun ia tidak menyebut apa yang disebut berat, entah hukuman penjara atau kebiri kimianya.

"Berat aja. Tapi tetap kami akan jalani proses hukum yang ada," kata Rachmat singkat.

Kasus ini sendiri bermula dari laporan beberapa orang tua korban. Atas laporan itu, Polda Jatim melalui Subdit IV Renakta akhirnya menangkap Rachmat Slamet Santoso.

Saat penyidikan, terdakwa Rachmat Slamet Santoso mengaku telah memperdaya para korban sebanyak 15 orang. Mereka rata rata anak didik dari Mamet.

Aksi bejat itu dilakukan terdakwa Rachmat Slamet Santoso dengan modus memasukkan siswanya ke dalam tim inti pramuka sekolah. Siswa terpilih diajak ke rumahnya untuk belajar pramuka. Selanjutnya, ia melakukan perbuatan asusila itu di rumahnya.

Dari hasil pemeriksaan, perbuatan terdakwa Rachmat Slamet Santoso ini sudah dilakukan sejak 2015. Rachmat Slamet Santoso sendiri merupakan pembina ekstrakulikuler pramuka di enam SMP dan satu SD, baik swasta maupun negeri di Surabaya. []

Baca juga:

Berita terkait
Polrestabes Surabaya Gagalkan Peredaran 1,3 Kg Sabu
Polrestabes Surabaya mengamankan delapan orang pengedar narkoba yang sering beraksi di Sidoarjo, Surabaya, dan Madura.
Khofifah Larang Impor Sampah Plastik Masuk di Jatim
Khofifah membuat kebijakan larangan impor kertas bercampur plastik masuk ke Provinsi Jawa Timur karena adanya telur ayam yang mengandung plastik.
Petugas DKRTH Surabaya Temukan Granat Aktif
Penemuan granat nanas tersebut berawal saat petugas DKRTH Surabaya melakukan aksi bersih-bersih sungai di bawah jembatan Simokerto.
0
PKS Akan Ajukan Uji Materi PT 20%, Ridwan Darmawan: Pasti Ditolak MK
Praktisi Hukum Ridwan Darmawan mengatakan bahwa haqqul yaqiin gugatan tersebut akan di tolak oleh Mahkamah Konstitusi.