Keinginan Sri Sultan HB X kepada Kerajaan Belanda

Sri Sultan HB X ingin manuskrip Mataram yang masih ada di luar negeri dikembalikan ke Keraton Yogyakarta.
Raja Belanda Willem-Alexander saat mengunjungi Keraton Yogyakarta didampingi Sri Sultan HB X pada Rabu, 3 Maret 2020. (Foto: Dok. Humas Pemda DIY/Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima mengunjungi Keraton Yogyakarta pada Rabu 11 Maret 2020. Di dalam Gedhong Jene, Sultan bersama raja dan ratu Belanda menggelar pertemuan tertutup sekitar 15 menit. Usai pertemuan tertutup, Raja dan Ratu Belanda menuju manuskrip keraton yang dipamerkan.

Dari kunjungan pemimpin Negeri Tulip itu, Sri Sultan HB X berharap agar tidak hanya keris Pangeran Diponegero yang dikembalikan. Manuskrip kuno milik Keraton yang masih berada di luar negeri juga dikembalikan. 

Namun, dalam pertemuan tertutup itu, Sultan mengaku tidak melakukan pembahasan terkait pengembalian manuskrip dan benda pusaka. Prinsipnya Sultan tidak keberatan keris tersebut disimpan oleh pemerintah Indonesia di Museum Nasional.

Sri Sultan HB X mengatakan pengembalian manuskrip kuno yang berada di luar negeri ke Keraton Yogyakarta bukan tanpa alasan. Bagi Ngarsa Dalem, sapaan lain Sri Sultan HB X, manuskrip Keraton sangat penting karena memiliki nilai bagi masyarakat Jawa.

Manuskrip Keraton sangat penting karena memiliki nilai bagi masyarakat Jawa.

"Kalau bisa tidak hanya itu keris, tetapi naskah-naskah lain mungkin juga memungkinkan (untuk dikembalikan). Itu kan sejarah bagi suatu (negara)," kata Sultan HB X usai menemui Raja Belanda di Keraton Yogyakarta.

Dari pertemuan itu, Sultan mengaku belum bisa menyampaikan terkait kemungkinan naskah kuno yang bisa dikembalikan dari luar negeri. Selain itu, Sultan HB X juga tidak mengetahui secara persis berapa jumlah manuskrip milik Keraton yang ada di luar negeri. "Kami enggak tahu persis (naskah-naskah yang mungkin bisa dikembalikan), tidak punya data," ujar Ngarsa Dalem.

Begitu juga mengenai keaslian keris Diponegoro yang dikembalikan, Sultan enggan berkomentar banyak karena belum melihat secara langsung. "Enggak tahu (keaslian keris Diponegoro) kan aku ora nompo (saya tidak menerima), ya enggak ngerti aku rung lahir," ujarnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta anut Mulyono mengatakan, digitalisasi naskah kuno bisa menjadi solusi berkaitan dengan manuskrip milik kerajaan Mataram yang masih ada di Belanda. Secara fisik manuskrip kuno yang ada di Belanda tersebut tidak memungkinkan untuk dikirim kembali ke Indonesia karena terkendala jarak.

Untuk itu, kata dia, digitalisasi naskah dapat menjadi solusi. "Jika pemerintah Belanda bisa melakukan digitalisasi maka hasilnya bisa disebarluaskan," katanya seusai menerima kunjungan Raja dan Ratu Belanda, Willem Alexander dan Maxima di kampus UGM pada Rabu, 11 Maret 2020.

Ia menyebut kendala lainnya jika manuskrip kuno ada di Indonesia adalah belum adanya tempat yang representatif untuk menyimpan naskah-naskah tersebut. Pasalnya, di Belanda manuskrip ditempatkan di ruangan khusus sehingga tetap terjaga kondisinya. "Kalau di Indonesia ada tempat yang bisa untuk menyimpan naskah-naskah itu tidak masalah dibawa kembali ke sini," katanya. []

Baca Juga:



Berita terkait
207 Tahun Disimpan Inggris, Naskah Kuno Keraton Yogyakarta Dipamerkan
Di perayaan Sri Sultan HB X bertakhta selama 30 tahun.
Ratu Belanda Jadi Nama Anggrek Lereng Merapi
UGM meningkatkan kerja sama dengan Belanda. Hal itu terungkap saat Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima Zorregueta Cerruti di Yogyakarta.
Takhta untuk Rakyat dan Lima Pesan Sri Sultan HB IX
Sri Sultan HB X merayakan 31 tahun naik takhta Keraton Yogyakarta. Dia memegang teguh 5 pesan dari mendiang ayahanda Sri Sultan HB IX.