Yogyakarta - Pada 7 Maret 1989, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi dinobatkan sebagai Raja Kasultanan Keraton Yogyakarta yang ke-10 dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Keraton Yogyakarta menggelar acara peringatan 31 tahun Jumenengan Dalem yang puncaknya digelar di Pagelaran Keraton Yogyakarta pada Sabtu 7 Maret 2020 malam.
Raja Keraton Yogyakata Sri Sultan HB X mengenang 31 tahun Ialu, saat diikrarkan dengan peneguhan tekad Takhta bagi Kesejahteraan Sosial-Budaya Masyarakat yang diamanahkan oleh Ayahanda Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Amanat yang diberikan kepadanya akan selalu dipegang teguh.
"Amanah itu memuat lima pesan yang harus selalu saya pegang teguh dalam menjalankan kewajiban seorang Sultan," kata Sri Sultan HB X dalam sambutannya.
Sri Sultan HB X mengatakan, lima pesan itu misinya tidak diperkenankan bergeser seinci pun dari tugas kesejarahan Takhta untuk Rakyat. Lima pesan tersebut yakni:
- Untuk tidak memiliki prasangka, rasa iri dan dengki kepada siapa pun juga.
- Untuk tetap 'merengkuh' orang lain. biarpun yang bersangkutan tidak senang. atau bahkan menaruh kebencian.
- Untuk tidak melanggar 'paugeran' Negara.
- Untuk Iebih berani mengatakan yang benar, adalah benar, dan yang salah adalah salah
- Untuk tidak memiliki ambisi apa pun. kecuali hanya demi sebesar-besar kesejahteraan Rakyat.
Raja Keraton Yogyakarta mengggunting pita pembukaan mangayubagya Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X di Bangsal Pagelaran Keraton pada Sabtu 7 Maret 2020 malam. (Foto: Dok. Keraton Yogyakarta)
Sebagai Sultan dan Gubernur di Era Jogja lstimewa, lulu apa amanatnya? Sri Sultan HB X mengungkapkan dengan segenap daya-mampu, akan tetap menyalakan api semangat yang memancar dari nama penuh makna itu. lebih dari sekedar pewaris tahta dan kedudukan seorang Sultan serta Gubemur saja.
Amanah itu memuat lima pesan yang harus selalu saya pegang teguh dalam menjalankan kewajiban seorang Sultan.
"Langkah lanjut atas pertanyaan introspektif itu adalah Revitalisasi Peneguhan Tekad dengan membangkitkan Gerakan Kebudayaan Mewujudkan Renaisans Yogyakarta sebagai akselerator tercapainya pemuliaan kesejahteraan rakyat," katanya.
Suami GKR Hemas ini mengungkapkan Renaisans Yogakana telah menemukan arah yang tepat ketika Bangsal Pagelaran ini diizinkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dibuka lebar untuk perkuliahan Universitas Gadjah Mada.
"Kewajiban saya adalah melanjutkannya menjadi sebuah Gerakan Kebudayaan yang sistemik dan massif yang tidak cukup hanya sampai pada Kesejahteraan Rakyat saja, tetapi lebih dari itu, demi Kemuliaan Martabat Manusianya," ungkapnya.
Fakta yang belum tergarap sistemik, bahwa sumber kekuatan renaisans itu titik tumbuhnya berada pada peradaban unggul Yogyakarta sendiri. Karena memang, didukung oleh kelompok kreatif yang memiliki tradisi literasi dalam trans-disiplin keilmuan. Juga oleh inovator muda di bidang industri kreatif, yang berada di co-working space Rota dan di cluster-cluster kerajinan desa, layaknya gilda-gilda pada masa Renaissance-Eropa.
Sultan HB X mengungkapkan, kepada para Penyelengga Negara di zaman Kalatidha yang penuh ketidakpastian dan serba tidha-tidha ini, hendaknya selalu eling Ian waspada, sarat kehati-hatian dan kewaspadaan progresif dalam mengantisipasi pesatnya perubahan.
Termasuk juga terhadap dampak kegaduhan oleh sebab merebaknya isu dari pada berjangkitnya penyakit Corona sendiri. Selain proteksi terhadap penyakitnya, juga harus ada kebijakan afirmatif untuk menangani dampaknya di bidang pariwisata, dan industri yang bahan bakunya banyak tergantung dari China.
Di sisi lain, pameran Busana dan Peradaban di Karaton Yogyakarta adalah penanda diawalinya Peringatan 31 Tahun Jumenengan ini. Di sana, akan mengungkap matra busana tradisional Karaton. Yang selain mengacu pada hal-hal yang sifatya teknis, juga merekam jejak sejarah terjadinya akulturasi peradaban dengan wastra Eropa yang mewarnai lifestyle kita.
Di dalam busana dan peradaban Karaton sarat keunikan sekaligus daya tarik yang menggoda. Banyak filosofi dan ajaran kehidupan yang terkandung dalam wastra Karaton yang memiliki denyut aktualitas.
Sejumlah ucapan mangayubagya tingalan Jumenengan Dalem ke-31 tahun Sri Sultan HB X di sejumlah sudut Kota Yogyakarta. (Foto: Tagar/Luqman Hakim)
Menurut Sultan HB X, kini Karaton sedang menata diri memasuki Era Digitalisasi. Demikian juga terhadap warisan busana berikut naskah-naskahnya, agar terbaca dan dikenal oleh generasi milenial. Dan, jika direaktualisasi akan semakin ada kejelasan maknanya yang kontekstual.
Pada kesempatan itu, Sri Sultan HB X seeara khusus mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada setiap Sentana dan Abdi Dalem, sekali pun mereka Iidak memiliki partisara, yang membantu saya dengan penuh pengabdian selama 31 tahun ini.
"Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan melimpahkan hidayah dan inayah-Nya, agar seluruh elemen Keistimewaan Yogyakarta senantiasa diberkahi semangat golong-gilig tekad nyawiji guna menyambut sinar biru nirmala tercapainya peradaban Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai Keraton Milenial yang memuliakan generasi baru bangsa dan semesta," kata Ngarsa Dalem. []
Baca Juga:
- Dana Keistimewaan Yogyakarta Naik Rp 120 Miliar
- Kronologi Sengketa Hak Kekancingan Sultan Ground
- Sumbu Imajiner Keraton Bisa Gagalkan Tol Jogja-Solo