Kecemburuan Sosial dan Bansos Covid di Kudus

Beda nominal bansos untuk warga terdampak Covid-19 potensial menimbulkan persoalan sosial baru di masyarakat Kudus.
Pelaksana Bupati Kudus M Hartopo berikan bantuan sosial kepada pedagang kaki lima Balai Jagong di Pendopo Kudus, Kamis, 23 April 2020. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Kudus - Pengamat kebijakan publik, Dr. Suparnyo mengingatkan potensi munculnya kecemburuan sosial di pemberian bantuan sosial (bansos) ke warga Kudus terdampak Covid-19. Sebab ada perbedaan nilai atau nominal yang cukup jauh antara bansos dari Kementerian Sosial, Pemerintah Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Kudus maupun dari pemerintah desa.  

“Ada kemungkinan menimbulkan kecemburuan sosial. Karena kita akan sulit memberikan pengertian dan pemahaman kepada masyarakat terkait hal itu,” kata Suparnyo pada Tagar, Jumat, 24 April 2020.

Sebagaimana diketahui, ada empat sumber pendanaan dari Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk warga terdampak corona. Yakni dari pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Sosial. Bansos akan diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai Rp 600 ribu per keluarga per bulan.

Kemudian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah. Bansos ini akan diberikan dalam bentuk Bantuan Sosial Pangan (BSP) senilai Rp 200 ribu per keluarga per bulan.

Sumber selanjutnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kudus. Bansos dalam bentuk BSP dan BLT senilai Rp 200 ribu per keluarga per bulan, terdiri uang tunai Rp 100 ribu dan beras 10 kilogram.

Dan bantuan bersumber dari Dana Desa (DD) yang dikelola pemerintah desa. Bantuan ini sifatnya mem-back up. Artinya, jika ada masyarakat terdampak Covid-19 yang belum menerima bantuan dari APBD, APBD Jawa Tengah dan APBD Kudus, maka pemerintah desa bisa beri bansos senilai Rp 600 ribu per keluarga per bulan.

Sesuai dengan regulasi yang ada, seluruh sumber bansos tersebut akan diberikan pemerintah secara kontinyu selama tiga bulan berturut-turut. Terhitung mulai bulan April, Mei dan Juni.

Ada kemungkinan menimbulkan kecemburuan sosial. Karena kita akan sulit memberikan pengertian dan pemahaman kepada masyarakat terkait hal itu.

Rektor UMK KudusRektor Universitas Muria Kudus Dr Suparnyo mengkritisi perbedaan nominal bansos yang potensial memicu kecemburuan sosial bagi warga terdampak Covid-19. (Foto: Istimewa)

Menurut Suparnyo. kriteria para penerima bansos Covid-19 dari masing-masing anggaran harus jelas. Selain itu, dilandasi dengan data yang valid mengenai kondisi penerima di tengah pandemi. Dengan begitu, perbedaan nominal bantuan sosial ini akan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

“Bantuan dengan nominal Rp. 600 ribu, selayaknya diberikan kepada masyarakat terdampak Covid-19 yang benar-benar mengalami mati pendapatan. Dari segi perekonomian dia juga lemah,” kata Rektor Universitas Muria Kudus itu.

Di sisi lain, Suparnyo melihat bantuan sosial yang dikucurkan Pemerintah Kabupaten Kudus nominalnya juga masih kurang. Bagi keluarga yang benar-benar mengalami mati pendapatan selama pandemi, bansos Rp 100 ribu dan 10 kilogram beras hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama beberapa hari saja.

“Namun tetap harus kita hargai. Setidaknya Pemerintah Kudus sudah memiliki itikad baik memberikan bantuan sosial kepada masyarakat,” kata dia.

Terkait penerima manfaat bansos, Suparnyo meminta pendataan penerima bansos harus benar-benar menjangkau mereka yang terdampak. Seperti tukang batu, tukang kayu, sopir bus, kernet bus, tukang sound system dan sejumlah profesi lain yang kini tidak dapat menjalankan pekerjaanya.

Pun demikian dalam proses penyaluran bansos, jangan sampai salah sasaran. Tidak boleh ada nuansa kedekatan dalam pemilihan penerima manfaat mengingat hal itu masalah baru di masyarakat. “Sekali lagi, datanya harus akurat, valid dan dapat dipertanggungjawabkan,” ucap dia.

Sementara, agar bantuan bisa menjangkau seluruh masyarakat terdampak, Suparyo menyarankan Pemerintah Kudus menggandeng swasta lewat program corporate social responsibility (CSR) tiap perusahaan. 

“Di masa pandemi, CSR perusahaan tidak hanya digunakan untuk membantu pengadaan alat pelindung diri (APD). Tetapi juga bisa dialokasikan untuk bantuan sosial kepada masyarakat,” tutur dia.

DPRD Kabupaten Kudus juga diminta untuk bisa memangkas anggaran kegiatan yang dirasa tidak penting, seperti kunjungan kerja, untuk dialihkan ke masyarakat terdampak. 

“Baik pemerintah maupun swasta saat ini harus fokus dalam menangani Covid-19. Karena penyakit ini bukan hanya jadi permasalahan lokal, tetapi permasalahan dunia. Makanya semuanya harus bersinergi dalam menuntaskan permasalahan kesehatan ini,” kata dia.

Pelaksana Bupati Kudus M Hartopo tidak menampik adanya perbedaan nominal bansos untuk warga terdampak corona. Hanya saja hal itu memang menyesuaikan dengan regulasi yang ada.

Hartopo mengungkapkan sebelumnya pemerintah pusat meminta nominal bantuan sosial bisa disamaratakan Rp 600 ribu per keluarga per bulan. Namun kemampuan keuangan daerah tidak mencukupi untuk melakukan hal tersebut. Sehingga diputuskan menyesuaikan dengan besaran bansos dari APBD Jawa Tengah. 

“Kami mengikuti Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memberikan Rp 200 ribu. Kabupaten kota lain di Jawa Tengah juga memberikan Rp 200 ribu, kami samakan,” kata Hartopo saat ditemui Tagar di Pendopo Pemkab Kudus, Rabu, 22 April 2020.

Baca juga: 

Berita terkait
Getaran Suara Beduk Menara Kudus Penanda Puasa
Tak ada kemeriahaan tradisi dhandhangan di Kudus. Namun tabuhan beduk di masjid Menara masih jadi penanda datangnya bulan puasa.
Kriteria Warga Kudus Penerima Bansos Dampak Corona
Bansos akan disalurkan pekan ini. Hanya untuk warga Kudus yang terdampak pandemi virus corona.
Catat Perubahan Jam Operasional Toko Swalayan Kudus
Selama pandemi corona, jam operasional toko swalayan di Kudus diperpanjang.