Kasus Novel Baswedan dan Lembaga Perlindungan Saksi

Polisi menangkap pelaku yang diduga menyiram air keras ke Novel Baswedan. Lembaga Perlindungan Saksi perlu hadir. Opini Lestantya R. Baskoro
Novel Baswedan. (Foto: Antara)

Oleh: Lestantya R. Baskoro

Penganiaya Novel Baswedan sudah tertangkap dan pertanyaan yang muncul: adakah penyuruh di belakang mereka?

Sejauh ini kepolisian belum mengeluarkan pernyataan apa pun berkaitan dengan kemungkinan adanya aktor intelektual dalam kasus ini. Dua tersangkanya, yang sebelumnya mendekam di tahanan Polda Metro Jaya telah dipindah ke tahanan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri. 

Hanya, kepada wartawan, saat digiring, seorang pelakunya berseru, ia menyiram Novel karena menilai Novel pengkhianat. Pengkhianat siapa tak jelas. Mungkin yang dimaksud mengkhianati institusinya: kepolisian -atau teman-temannya di kepolisian.

Penyerang Novel BaswedanRB, tersangka pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. (Foto: Antara/Anita Permata Dewi)

Novel Baswedan, seperti yang diberitakan sejumlah media, terkesan “datar” saja mendengar berita penangkapan pelaku penganiayaan dirinya –penganiayaan dengan menyemburkan air keras seusai ia sholat subuh di mesjid dekat rumahnya yang membuat mata kirinya kini tak bisa melihat. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi itu seolah menilai semestinya penangkapan itu bisa dilakukan lebih cepat. 

Dalam sejumlah wawancara yang dimuat di media, Novel memang menyebut kasusnya bisa diungkap cepat jika aparat sungguh-sungguh melakukannya. Penangkapan penganiaya Novel ini memakan waktu hampir tiga tahun jika dihitung sejak terjadinya peristiwa  penyiraman itu  pada 11 April 2017.

Kasus Novel Baswedan adalah potret tragedi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dibentuk pascareformasi dengan semangat membenahi negeri ini agar menjadi lebih baik -bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme- lembaga ini ternyata mengalami hantaman dahsyat dari segala penjuru. 

Dewan Perwakilan Rakyat, lembaga yang melahirkan komisi ini, “berbalik,” terus menerus berupaya mempreteli dan mengerdilkan wewenangnya –sesuatu yang kemudian “sukses” dengan selesainya revisi UU KPK pada September 2019. Sejumlah wewenang langsung KPK kini hilang, dan publik akan melihat: apakah lembaga ini, yang kini dipimpin seorang jenderal polisi yang pernah diperiksa karena dugaan pelanggaran etika saat bertugas di KPK, akan jadi lebih baik atau menjelma sebagai macan kertas.

Penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan, tak terungkapnya kasus ini berbulan-bulan, dan kemudian diketahui pelakunya polisi, seolah semakin menguatkan apa yang selama ini dialami sebuah lembaga antikorupsi -seperti halnya lembaga antikorupsi di Hong Kong yang fenomenal itu – bahwa tantangan terberat lembaga antikorupsi, antara lain, bisa menjalin kerjasama dengan lembaga penegak hukum lain: menyatukan visi yang kuat memberantas korupsi. 

Tantangan berat karena selalu ada oknum dalam lembaga penegak hukum, dengan alasan tertentu, yang merasa terancam dengan hadirnya lembaga semacam KPK. Ancaman ini bisa kemudian membuahkan berbagai tindakan -dari yang halus hingga brutal-  dengan tujuan membungkam, baik lembaga maupun orang di dalamnya: penyelidik, penyidik, jaksa, pimpinan lembaga itu,  dan sebagainya.

Namun, bagaimana pun kita harus memberi apresiasi kepada polisi yang telah menangkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel. Kita berharap perkara Novel yang sudah menjadi perhatian dunia internasional ini bisa terungkap sejelas-jelasnya.

Untuk mengungkap yang terjadi sebenarnya; membuat pelakunya mengutarakan yang sesungguhnya mereka ketahui, tak ada salahnya kepolisian atau pengacara dua tersangka itu bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

LPSK, lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No 13 Tahun 2006 -yang UU ini kemudian direvisi menjadi UU No. 31 Tahun 2014- memiliki kewenangan menjamin keselamatan keduanya, juga keluarganya, jika mereka bersedia menjadi justice collaborator: mengungkapkan segala hal tentang kejahatan yang mereka ketahui itu. LPSK tak ada salahnya “turun gunung,” ikut aktif mengungkap kasus Novel. []

Penulis: wartawan, pemerhati masalah hukum.

Baca juga opini:

Berita terkait
Babak Baru Kasus Novel Baswedan
Novel Baswedan dikenal sebagai salah satu penyidik KPK terbaik.
Peneror Novel Baswedan Bisa Nikmati Penjara 7 Tahun
Pengamat Hukum Pidana Fachrizal Afandi menerangkan peneror penyidik KPK Novel Baswedan bisa dijerat dengan pasal 353 KUHP, penjara 7 tahun.
Kasus Novel Baswedan, Fadli Zon Cecar Dalangnya
Politikus Gerindra Fadli Zon mengapresiasi polisi dengan tertangkapnya pelaku penyerangan Novel Baswedan. Dia ingin dalang utama diungkap.