Jakarta - Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menyampaikan, tidak heran apabila momen setahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma'ruf Amin, turut diramaikan dengan aksi demonstrasi massa turun ke jalan menuntut pencabutan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
Dia tidak memungkiri, massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) memang melakukan long march dari Salemba menuju Istana Negara, demi menyampaikan tuntutan pada Presiden Jokowi agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Peppu) mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Untuk itu yang perlu kita dorong saat ini adalah Presiden menerbitkan Perppu untuk mencabut UU Omnibus Cipta Kerja ini.
Nining pun menyayangkan, karena saat Pemilu 2019 lalu, Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin sempat mendatanginya untuk memilih mereka dengan janji nantinya akan berpihak pada rakyat.
Namun, setelah terpilih menjadi pemimpin negara, kini mereka malah menindas rakyat karena ngoyo dengan UU Cipta Kerja-nya.
Baca juga: Sosialisasi Naskah Final UU Cipta Kerja, Istana Gandeng MUI - NU
"Undang-undang yang menyengsarakan kaum buruh, tani, perempuan, dan masyarakat kecil lainnya. Tujuan kita adalah menuntut Presiden Jokowi mengeluarkan Peppu untuk mencabut UU Omnibus Cipta Kerja yang mencelakakan rakyat", ucap Nining dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Rabu 21 Oktober 2020.
Sementara, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika juga menolak keberadaan UU Omnibus Law Cipta kerja karena dinilainya sangat bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960.
Menurut dia, UU Cipta Kerja yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober 2020 itu berpotensi menghilangkan hak rakyat atas tanah seperti yang diatur di dalam UUPA.
"Kita harus mendesak agar pemerintah mengeluarkan Perppu dan mencabut UU Cipta Kerja, serta mendorong pelaksanaan reforma agraria", ucapnya.
Kemudian, dirinya juga menyoroti ihwal isu bank tanah yang terdapat di dalam UU Cipta Kerja. Dia memandang konsep bank tanah justru berpotensi memudahkan perizinan bagi perusahaan saja.
"Bukan untuk membantu petani memiliki lahan produktif," ujarnya.
Baca juga: DPP GMNI Nilai Cipta Kerja Soal UMKM Berdampak Positif
Kemudian, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati pun mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu cabut UU Cipta Kerja. Langkah konstitusi dengan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) ia nilai tak tepat.
"Saya pesimis dengan langkah pengajuan Judicial Review. Dan andai nanti putusan MK mengabulkan gugatan terhadap UU Omnibus Cipta Kerja, saya pesimis pemerintah akan melaksanakan hasil putusan MK tersebut. Lagipula, buat apa kita menempuh jalur konstitusional untuk menolak produk UU yang dibuat secara inkonstitusional. Untuk itu yang perlu kita dorong saat ini adalah Presiden menerbitkan Perppu untuk mencabut UU Omnibus Cipta Kerja ini", ucap Asfin.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan, aspirasi publik terkait Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja masih terbuka untuk diakomodasi melalui 35 Peraturan Pemerintah (PP) dan lima (5) Peraturan Presiden (Perpres).
"Masih terbuka (untuk diakomodasi). Setidaknya akan ada 35 Peraturan Pemerintah dan lima Peraturan Presiden yang disiapkan sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja," ujar Moeldoko dalam siaran pers kepada wartawan di Jakarta, dikutip Tagar, Minggu, 18 Oktober 2020.
Menurut Moeldoko, UU Cipta Kerja dapat menjadi sarana mengangkat martabat bangsa dalam kompetisi global, karena eksistensi Indonesia sebagai bangsa maju harus ditunjukkan pada dunia.
"Tenaga kerja kita, buruh, petani, nelayan tidak boleh kalah dalam persaingan. Berlakunya undang-undang ini akan menandai berakhirnya masa kemarau bahagia," ucapnya. []