Jumlah Warga Jerman yang Berpandangan Ekstrem Kanan Meningkat

Temuan terbaru dari hasil studi jangka panjang oleh Yayasan Friedrich Ebert menimbulkan kekhawatiran di Jerman
Upaya penyerbuan Gedung Reichstag Berlin pada Agustus 2020 menjadi simbol terancamnya demokrasi di Jerman (Foto: dw.com/id - JeanMW/imago images)

TAGAR.id – Hasil penelitian menunjukkan 1 dari tiap 12 orang di Jerman saat ini punya orientasi jelas ke pemikiran ekstremis kanan. Semakin rendah pendapatan, makin rentan mereka. Marcel Fürstenau melaporkannya untuk DW.

Temuan terbaru dari hasil studi jangka panjang oleh Yayasan Friedrich Ebert menimbulkan kekhawatiran di Jerman: Satu dari setiap 12 orang di Jerman memiliki pandangan dunia ekstremis sayap kanan. Ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh tim di Universitas Bielefeld yang didanai oleh Friedrich Ebert Foundation, yayasan yang secara politik bersekutu dengan Partai Sosial Demokrat yang berhaluan kiri-tengah di Jerman.

Studi representatif terhadap masyarakat Jerman dilakukan setiap dua tahun sejak 2002. Sekitar 2.000 orang berusia antara 18 dan 90 tahun telah ikut serta dalam survei terbaru yang berlangsung Januari dan Februari 2023. Menurut hasil penelitian, 8% responden saat ini memiliki orientasi yang jelas ke pemikiran ekstremis sayap kanan. Dalam penelitian sebelumnya, angka ini ada di sekitar 2-3%.

Kian banyak orang Jerman inginkan kediktatoran

Saat ini, di semua kelompok umur, antara 5-7% dari responden mendukung konsep kediktatoran dengan satu partai dan pemimpin yang kuat di Jerman. Hasil ini dua kali lipat dari angka rata-rata jangka panjang.

Penelitian tersebut dipublikasikan dengan judul The distanced mainstream oleh tiga peneliti yang dipimpin oleh Andreas Zick, kepala Institut Penelitian Interdisipliner tentang Konflik dan Kekerasan di Universitas Bielefeld. Zick menunjukkan bahwa semakin rendah penghasilan seseorang, semakin luas sikap ekstremis sayap kanan mereka.

"Negara ini semakin dianggap sedang dilanda krisis nasional. Dan krisis ini berdampak lebih parah terhadap masyarakat kurang mampu," ujar Zick. "Di antara mereka yang berpenghasilan rendah yang disurvei, hampir tiap satu dari dua orang, 48%-nya, memandang diri mereka terkena dampak krisis secara personal. Ini berbeda dengan 27,5% dari mereka yang berpenghasilan menengah dan hanya 14,5% dari mereka yang berpenghasilan tinggi."

Kepercayaan masyarakat Jerman terhadap pemerintah merosot

Temuan ini jelas disertai dengan menurunnya tingkat kepercayaan terhadap lembaga-lembaga pemerintah dan terhadap berfungsinya demokrasi. Meski demikian, mayoritas masyarakat masih mendukung bentuk pemerintahan tersebut.

Namun, setidaknya 38% berpandangan sejalan dengan teori konspirasi, 33% berpandangan populis, dan 29% bersikap etnonasionalis, otoriter, dan pemberontak.

Angka tersebut rata-rata naik sekitar sepertiga bila dibandingkan dengan survei yang dilakukan selama pandemi COVID-19 pada 2020 dan 2021. Skeptisisme, atau bahkan penolakan terhadap media tradisional juga meningkat: 32% dari responden bahwa media telah berkolusi dengan politisi. Dua tahun lalu angka ini mencapai 24%.

Demokrasi berada dalam bahaya?

Banyak orang bertanya bagaimana cara menghentikan dan membalikkan perkembangan ini, termasuk peneliti Zick. Hasil ini menunjukkan bahwa kita hidup di masa ketika seruan atau kebijakan untuk memperbaiki kesejahteraan tidak sepenuhnya mampu meredakan konflik, ketidakpuasan, dan protes.

"Masa krisis adalah masa di mana masyarakat menjadi aktif secara politik dan mengambil posisi-posisi baru. Dan posisi-posisi ini bisa condong dari tengah ke kanan," katanya.

Covid-19 munculkan konspirasi dan kelompok antidemokrasi

Zick menggambarkan betapa sulitnya mengevaluasi fenomena ini dengan mengacu pada apa studi otoritarianisme dari Universitas Leipzig pada tahun 2022. Menurut penelitian ini, sikap ekstremis sayap kanan menurun pada tahun kedua pandemi Covid-19. Namun, ketidakpuasan terhadap demokrasi masih tinggi dan banyak prasangka misantropis yang tersebar secara luas.

"Saat ini kita tahu berapa banyak ekstremis sayap kanan yang berusaha bergabung dengan kelompok radikal sayap kanan lainnya, yang berorientasi pada konspirasi dan menentang demokrasi," kata Zick. Ia mengingat kembali perkembangan yang dimulai saat banyak pihak yang menjadi lebih dekat dengan kelompok tersebut Reichsbürger.

Gerakan Reichsbürger meyakini bahwa perbatasan Kekaisaran Jerman sejak tahun 1871 masih tetap berlaku hingga kini. Gerakan ini juga menolak negara Jerman saat ini, beserta struktur demokrasinya. Mereka bahkan membentuk sel-sel teror.

"Nazi berkembang dari tengah masyarakat"

Dengan latar belakang inilah Zick melihat penelitian ini salah satu peringatan dan secara langsung merujuk pada kediktatoran Nazi tahun 1933 - 1945:

"Sosialisme Nasional datang dari tengah masyarakat dan didukung olehnya, meskipun ideologi dan implementasi masyarakat fasis termasuk propaganda, agitasi, dan terorisme yang disponsori negara dikembangkan dan ditegakkan oleh organisasi Nazi," katanya.

Studi terbaru itu juga menanyakan bagaimana seharusnya masyarakat bersikap dalam mengatasi berbagai krisis yang tengah. Jawabannya: 53% memilih kembali ke kebijakan yang lebih berorientasi nasional. Mereka menyerukan isolasi dari dunia luar dan menganggap bahwa nilai-nilai, kebajikan, dan tugas-tugas Jerman adalah hal yang penting dalam menghadapi krisis. (ae/yf)/dw.com/id. []

Berita terkait
Jerman Larang Kelompok Neo-Nazi Hammerskins yang Bermarkas di AS
Hammerskins Deutschland, kelompok yang beranggotakan sekitar 130 orang, bertujuan menyebarkan "doktrin rasial berdasarkan ideologi Nazi"