Jenazah Covid Siap Masuk Liang Lahat, Tanah Ambrol

Jenazah covid siap dimasukkan ke liang lahat, tiba-tiba lubang kurang panjang, tiba-tiba tanah ambrol, tiba-tiba banyak air dalam lubang.
Komisaris Polisi Sutiono bersama Tim Relawan memakamkan jenazah covid. (Foto: /Tagar/Dok Sutiono)

Malang - Tertulis "KASAT INTELKAM" di pintu masuk ruang kerja di lantai dua Markas Komando Kepolisian Resort Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu pagi, 11 Juli 2020. Itu adalah ruang kerja Komisaris Sutiono, 49 tahun, ayah empat anak. Ia mengenakan baju cokelat, duduk di kursi, membelakangi seragam dinas polisi yang digantung di tembok. Aura kelelahan tampak dari wajah dan tubuhnya, tapi ia terlihat sangat bersemangat.

Pagi itu Sutiono ditemani laptop dan beberapa berkas dalam map merah bertumpuk di meja. Beberapa kali ia menerima kedatangan anggota untuk koordinasi dan menyampaikan arahan. Sambil merapikan peralatan kerja usai menyelesaikan tugas laporan, ia mengatakan baru selesai memakamkan jenazah pasien dengan gejala Covid-19 atau virus corona pada dini hari tadi, tepatnya pukul 03.33 WIB.

”Kemarin setelah zuhur selesai memakamkan jenazah, saya kira sudah tidak ada lagi. Ternyata malamnya ada lagi dan baru selesai pukul 03.33 pagi,” tutur bapak empat anak ini.

Setelah itu, ia bukan istirahat dan tidur nyenyak di rumah atau di ruang kerja, tapi langsung beraktivitas menjalankan tugas sebagai Kepala Satuan Intelijen Keamanan (Kasat Intelkam). Mengawalinya dengan tetap ikut apel rutin di halaman Markas Komando Kepolisian Resort Kota Malang.

”Sudah enggak bisa tidur usai memakamkan jenazah. Jadi, langsung ke sini ikut apel dan bekerja lagi seperti biasanya,” ujar perwira menengah tingkat satu ini.

Ia bersama lima anggota kepolisian lain dalam tim relawan pemulasaran jenazah. Tim ini dibentuk Kepala Kepolisian Resort Kota Malang Komisaris Besar Polisi Leonardus Simarmata pada Kamis, 16 April 2020. Tugas pokok sebagai polisi dan tugas tambahan sebagai tim relawan yang berisiko tinggi ini ia lakukan dengan penuh keikhlasan dan dedikasi tinggi.

Itu yang sering banget, padahal sudah kami ukur, misalnya 20 sentimeter. Nah, itu kadang tiba-tiba kurang. Kadang, lubangnya tiba-tiba ambrol saat jenazahnya tiba dan siap dimakamkan.

Kompol SutionoKomisaris Polisi Sutiono di ruang kerjanya di lantai dua Markas Komando Kepolisian Resort Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu pagi, 11 Juli 2020. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Pada hari pertama tim relawan tersebut dibentuk, kenang Sutiono, pada pagi hari tim langsung mendapat panggilan. Saat itu seorang warga di Kota Batu, meninggal dunia dengan gejala virus corona. Ia segera bertanya ke pihak rumah sakit, memastikan apakah benar orang tersebut terpapar virus corona, apakah benar pandemi sudah sampai di Malang. Karena pada waktu itu sebatas sepengetahuannya, Covid-19 masih berada di Wuhan, China. Ia sungguh heran, tidak percaya virus tersebut sangat cepat, sudah menyebar ke wilayah Malang.

”Kok cepat sekali. Padahal bulan Januari masih di Wuhan. Kok sudah sampai Malang,” kata Sutiono pada waktu itu kepada seorang dokter di sebuah rumah sakit di Kota Batu.

Panggilan pertama itu juga sempat membuatnya bingung karena peralatan pemulasaraan jenazah belum lengkap, belum sesuai standar petugas pemakaman jenazah pasien dengan gejala virus corona.

Ia kemudian berkoordinasi dengan dokter, mengomunikasikan standar pemulasaran jenazah pasien dengan gejala virus corona. Setelah itu ia siap siaga, berangkat menuju lokasi, dalam perjalanan mencari toko, membeli peralatan sesuai standar. ”Bersama teman-teman, kami mencari dan menemukannya di salah satu penjual APD (Alat Pelindung Diri) di Malang. Kami beli 10 set kemudian berangkat mengambil jenazah di Batu.”

Dari rumah sakit, Sutiono dan tim membawa jenazah ke Malang untuk dimakamkan. Pada saat itu tidak ada peti. Jenazah disimpan dalam body bag atau kantong mayat. ”Belum pakai peti seperti sekarang karena waktu itu masih minim peralatan. Jadi, pakai seadanya.”

Sejak itu Sutiono mendapat panggilan demi panggilan untuk memakamkan jenazah pasien dengan gejala virus corona. Sudah berniat menjalani tugas ganda, ia selalu siaga kapan pun dan di mana pun. ”Dan itu, panggilan memakamkan jenazah, terus ada. Pertama, yang meninggal masih cuma satu dalam satu hari. Sehingga, agar tidak mengganggu pekerjaan, kami makamkan malam hari. Begitu juga sebaliknya. Ketika meninggalnya terlalu malam, kami makamkan pagi hari sebelum pekerjaan dimulai.”

Kompol SutionoKomisaris Polisi Sutiono (paling kiri) bersama Tim Relawan Pemulasaraan Jenazah Covid-19. (Foto: /Tagar/Dok Sutiono)

Ditolak Keluarga Covid

Pada awal pandemi masuk Malang, Sutiono harus menghadapi tantangan cukup berat, menguras tenaga, pikiran, karena stigma atau pandangan buruk masyarakat kepada penderita covid dan keluarga. Bahkan ia beberapa kali mendapat penolakan dari keluarga jenazah pasein Covid-19 yang ditanganinya. ”Ada saya mengalami itu empat kali. Mereka menolak dengan alasan takut dikucilkan. Kami jelaskan bahwa polisi dan tim hanya membantu, supaya penyebaran virus tidak menular.”

Pihak keluarga ada yang terus ngotot, ingin memakamkan jenazah dengan cara biasa. Sutiono pantang menyerah. Ia menjelaskan bahwa jenazah covid atau terindikasi covid, kalau dimakamkan tanpa protokol pemulasaraan pasien virus corona, akan menambah masalah di lingkungan sekitar. 

”Saya jelaskan, 'Sebenarnya tidak ada yang mengucilkan. Kalau jenazah dibawa pulang ke rumah, itu akan berdampak pada lingkungan, Bapak akan makin disalahkan',” Sutiono menirukan ucapannya kepada keluarga jenazah kala itu.

Hal seperti itu terjadi pada awal pandemi menyebar di Malang. Seiring berjalannya waktu, penolakan terhadap jenazah covid sudah tidak ada lagi. Malah mendapatkan support dari masyarakat sendiri. ”Sekarang sudah enggak, tidak seperti di awal. Kalau awal-awal itu rasanya kami mau berantem dulu. Gontok-gontokan dulu. Baru mereka mengerti.”

Berurusan dengan jenazah, ternyata ini bukan yang pertama bagi Sutiono. Jauh sebelumnya beberapa tahun silam di antaranya ia pernah membantu evakuasi jenazah tragedi jatuhnya pesawat Air Asia. Ia bersemangat, tergerak membantu kemanusiaan.

Dalam tim relawan pemulasaraan jenazah covid, Sutiono bersama lima orang anggota kepolisian, dan enam orang dari tim Public Safety Center (PSC) 119 Dinas Kesehatan Kota Malang. ”Kalau ada kejadian, saya otomatis datang. Mau disuruh atau tidak itu pasti tergerak untuk ikut membantu.”

Kompol SutionoKomisaris Polisi Sutiono bersama Tim Relawan memakamkan jenazah covid. (Foto: /Tagar/Dok Sutiono)

Sehari 8 Jenazah, Total 75 Jenazah

Sutiono pada awalnya sejak April 2020, sehari memakamkan satu jenazah covid, seiring berjalannya waktu makin banyak pasien meninggal dengan gejala virus corona. Dalam sehari ia bisa memakamkan tiga, lima, tujuh bahkan delapan jenazah di tempat pemakaman berbeda.

”April masih sedikit. Memasuki Mei itu bertambah banyak. Akhirnya semakin sering kami dimintai tolong untuk membantu pemakaman. Apalagi di Malang ini kan ada empat rumah sakit besar yang setiap hari hampir ada yang meninggal. Jadi gantian,” tuturnya.

Ia mencontohkan pada hari itu pagi ada yang meninggal di Rumah Sakit Tentara Soepraun, malamnya di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan RKZ Malang, tengah malam di Rumah Sakit Syaiful Anwar, menjelang pagi ada lagi di Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang. ”Jadi, kami ya terus-menerus begitu dan secara bergantian dari satu rumah sakit ke rumah sakit. Dari satu tempat pemakaman ke pemakaman lainnya.”

Sampai saat wawancara ini dilakukan, Sutiono dan tim sudah memakamkan 75 jenazah dengan protokol pemulasaraan pasien dengan gejala maupun konfirmasi positif virus corona. ”Kalau hitungan saya sudah 75 jenazah. Itu yang di Malang saja. Kalau ditambah kiriman-kiriman dari luar, itu tidak terhitung.”

Ia tidak hanya mendapatkan panggilan untuk memakamkan jenazah dari Malang, sering juga mendapat panggilan pemakaman jenazah kiriman dari luar Malang di antaranya Surabaya dan Lumajang.

Bulan lalu ia pernah dalam sehari memakamkan delapan jenazah pasien dengan gejala virus corona. Lima jenazah dari berbagai rumah sakit rujukan covid di Malang, tiga yang lain dari Surabaya dan Lumajang. ”Itu pas hari Minggu. Jadi, dalam sehari sampai pagi itu kami memakamkan delapan jenazah. Itu kami sudah sampai lemas.”

Begitu banyak jenazah covid harus diurus, panggilan-panggilan terus datang, menunggu persiapan antara satu jenazah di satu rumah sakit dengan jenazah di rumah sakit lainnya cukup lama, Sutiono dan tim sering tidur di tempat pemakaman.

Durasi penyiapan jenazah antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya berbeda, sehingga mau tidak mau timnya masih harus menunggu persiapan jenazah tersebut. ”Pemakamannya cuma sebentar, yang lama itu menunggu persiapan jenazah di rumah sakit dan persiapan lubang kuburannya,” ujar Sutiono.

Kompol SutionoKomisaris Polisi Sutiono bersama Tim Relawan memakamkan jenazah covid. (Foto: /Tagar/Dok Sutiono)

Ia mencontohkan dalam satu hari, timnya sudah selesai memakamkan jenazah di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Nasrani Sukun, Kota Malang. Kemudian, dia mendapat panggilan lagi dari Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan RKZ Malang untuk memakamkan jenazah lainnya. Tapi karena di rumah sakit tersebut belum siap, mau tidak mau ia dan tim harus menunggu sambil beristirahat di tempat pemakaman. Penantian hingga jenazah sudah benar-benar siap dibawa ke tempat pemakaman lain yang menjadi tujuan.

”Kalau lelah, ya sudah tidur di situ, di pemakaman. Baru nanti kalau sudah ditelepon rumah sakit bahwa jenazahnya sudah siap, baru kami semua bangun dan ambil lagi jenazah untuk dimakamkan di tempat berbeda,” tutur Sutiono.

Mengurus jenazah covid tantangannya banyak yang di luar dugaan, kadang segalanya telah siap, tiba-tiba lubang kurang panjang atau tanah ambrol. Hal seperti ini membuat proses pemakaman menjadi lebih lama. Ini semua harus ditangani tim sendiri karena biasanya tidak ada orang lain yang membantu ketika proses peletakan jenazah ke liang lahat.

”Itu yang sering banget, padahal sudah kami ukur, misalnya 20 sentimeter. Nah, itu kadang tiba-tiba kurang. Kadang, lubangnya tiba-tiba ambrol saat jenazahnya tiba dan siap dimakamkan,” ujar Sutiono.

Pernah dalam satu kali kesempatan saat memakamkan jenazah, dari dalam lubang kuburan tiba-tiba keluar air banyak. Sehinnga, dia pun harus meminjam jenset untuk menyedot air dan menunggu hingga selesai. ”Itu kadang yang bikin lama. Karena kalau dipaksa diletakkan, petinya akan ngambang. Jadi, kami harus pinjam jenset untuk menyedot air dan menunggu hingga selesai. Baru kami masukkan jenazahnya.”

Jenazah covid adalah kasus yang sangat berbeda, bervirus, karena itulah Sutiono meminta pihak rumah sakit atau dokter yang menangani untuk bisa tegas. Artinya apakah jenazah meninggal dengan gejala virus corona atau tidak. 

”Saya sarankan langsung tegas. Ini covid atau tidak. Karena kondisinya seperti ini. Masyarakat kami kan macam-macam. Ada masyarakat gampang menerima dan menolak. Mereka ketakutannya itu karena tidak tahu kepastiannya,” tuturnya.

Ia juga mengharapkan masyarakat tidak menempelkan stigma atau cap buruk kepada jenazah covid dan keluarganya dengan mengucilkannya. Karena jenazah covid ditangani dengan protokol kesehatan ketat, diletakkan dalam peti, aman bagi sekeliling. ”Kami tim relawan menangani jenazah sesuai keyakinan masing-masing."

Kompol SutionoKomisaris Polisi Sutiono bersama Tim Relawan memakamkan jenazah covid. (Foto: /Tagar/Dok Sutiono)

Cerita Istri Sutiono

Mengemban tugas ganda sebagai anggota polisi dan relawan pemulasaran jenazah covid, Sutiono merasa beruntung dirinya tinggal di Malang, sementara istri dan empat anak tinggal di Probolinggo. "Lebih baik begini, karena saya sering menangani jenazah bervirus."

Sutiono terakhir pulang ke Probolinggo akhir Maret 2020. Saat itu ia hanya tiga jam di rumah, untuk melepaskan rindu. ”Setelah itu sampai sekarang belum pulang lagi." 

Biasanya memang ia hanya sebentar bersama keluarga kemudian balik lagi ke Malang untuk menjalankan tugas. Pulang untuk durasi cukup lama, ia lakukan pada Desember 2019. Tiga hari waktu itu baginya sudah cukup lama. Untuk menyiasati situasi, Sutiono melepas kangen keluarga dengan video call, menjaga komunikasi di WhatsApp.

”Kalau rindu, kangen, kami telepon-teleponan dengan video call," ujarnya.

Seperti hari itu di depan Tagar, Sutiono melakukan video call dengan istri, Indira Sandrawati, 48 tahun. 

”Assalamualaikum. Bagaimana kabarnya Ibu dan anak-anak di sana?” kata Sutiono dengan mata menatap layar ponsel yang tegak dengan tripod di meja.

”Anak-anak baik saja di rumah. Ini mereka sedang mempersiapkan pelajaran daringnya. Mulai Senin sudah sekolah,” kata Indira. Istrinya ini berprofesi sebagai guru di SMP Negeri 6 Probolinggo.

Indira mengatakan suaminya menjadi tim relawan jenazah covid, tidak ada perbedaan dengan sebelumnya. Karena sebelumnya suaminya juga memang selalu sibuk, jarang bertemu. ”Iya memang sudah biasa, karena tugasnya memang seperti itu. Ya sudah. Dan saya harus siap menghadapi hal seperti itu.”

Sebagai seorang istri, kata Indira, ia selalu mendoakan suaminya agar senantiasa diberikan kelancaran dan kesehatan. Kadang ia tidak bisa tidur, mengkhawatirkan suami, sampai kemudian ia menyerahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. ”Mungkin kekhawatiran saya wajar. Tapi, semuanya saya pasrahkan ke Yang di Atas. Saya selalu berdoa untuk kebaikan, perlindungan dan kesehatan suami. Saya percaya Allah menjaganya.”

Kompol SutionoKomisaris Polisi Sutiono (kanan) bersama Tim Relawan pemulasaraan jenazah covid. (Foto: /Tagar/Dok Sutiono)

Video Call Kapolri Idham Aziz

Keikhlasan Sutiono bersama tim dalam mengurus jenazah covid terdengar sampai telinga para atasan bahkan hingga Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Idham Azis.

Kepala Kepolisian Resort Kota Malang Komisaris Besar Polisi Leonardus Simarmata mengatakan bangga, tim relawannya itu mengemban tugas mulia, dan tidak pernah absen dalam menjalankan tugas utama. Beberapa hari belakangan ini Kota Malang diwarnai banyak unjuk rasa, Sutiono dan tim tetap hadir menjalankan tugas, mengamankan jalannya demonstrasi.

”Sejak bulan April 2020, tugas pokok beliau ini tidak ada yang terbengkalai," ujar Leo, panggilan akrab Leonardus. ”Kami bisa melihat Kota Malang ini kan sering ada unjuk rasa. Dan Alhamdulillah itu bisa ditangani dengan baik oleh Pak sutiono dan kawan-kawan.”

Leo mendukung mereka sepenuhnya, dengan penghargaan, materil serta kebutuhan untuk menunjang kesehatan. ”Kami mungkin hanya bisa memberikan sesuatu pada event-event tertentu. Tapi, kami akan selalu memberikan jaminan keamanan dan kesehatan mereka untuk bisa tetap semangat dalam mengemban tugas.”

Kompol SutionoKomisaris Polisi Sutiono video call dengan istri di ruang kerjanya di lantai dua Markas Komando Kepolisian Resort Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu pagi, 11 Juli 2020. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Mohammad Fadil Imran dengan bangga mengundang Komisaris Polisi Sutiono ke Surabaya, Kamis malam, 9 Juli 2020. Ia berulang bilang bangga anggotanya malakukan kerja kemanusiaan yang menurutnya sesuai falsafah kepolisian, yaitu melindungi, melayani, dan menolong masyarakat.

Fadil Imran mengatakan tugas kemanusiaan, membantu pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 sangat tidak mudah dilakukan kebanyakan orang. ”Saya sangat berterima kasih. Mereka ini memiliki sisi kemanusiaan yang tinggi. Apalagi dalam situasi ini, sangat sulit mencari petugas yang mau membantu tugas seperti itu.”

Ia berpesan kepada Sutiono dan tim agar tetap menjaga kesehatan dalam setiap menjalankan tugas kemanusiaan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang-orang terdekat di sekitar.

Fadil melaporkan dedikasi Sutiono dan tim relawan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Idham Azis. Keesokan harinya, Kapolri menyapa Sutiono melalui video call, saat Sutiono berada di pemakaman nasrani di Sukun, Kota Malang.

Idham Azis memberikan perhatian, motivasi, dan menjanjikan penghargaan sesuai keinginan. ”Kamu dan tim kamu lapor kepada Kapolresta. Dan dari Kapolresta langsung kepada Kapolda. Apa yang diinginkan, akan difasilitasi, dan salam buat teman-teman yang lain.”

Sutiono mengenang momen itu. Ia sempat tidak percaya. ”Saya kaget dapat informasi mau di-video call Kapolri, padahal sedang mengurus jenazah. Apa benar Pak Kapolri mau video call dengan kami.”

Ditanya ingin apa, Sutiono tidak bisa berpikir. ”Ini kami lakukan dengan ikhlas. Jadi, diminta apa itu bingung. Saya bingung mau minta apa. Kalau saya sebenarnya mau minta ilmu saja di kepolisian. Tidak ada yang lain.” 

Tonton dalam video berikut ini, pengalaman mengurus jenazah covid dituturkan Komisaris Polisi Sutiono kepada Tagar TV.

Baca cerita lain:

Berita terkait
Ribuan Sapi Pemakan Sampah Jelang Idul Adha di Bantul
Jelang Idul Adha di Bantul, Yogyakrta, ribuan sapi makan sampah di tempat pembuangan sampah. Di antara sapi disembelih ditemukan kawat dalam perut.
Nenek Penjual Lopis dengan Nomor Antrean di Yogyakarta
Pagi masih berselimut sunyi, saat Satinem, 75 tahun, tiba di persimpangan Jalan Pangeran Diponegoro dan Jalan Bumijo, Yogyakarta. Ia penjual lopis.
Malam Jumat Kliwon di Alun-alun Selatan Yogyakarta
Ada mitos apabila bisa berjalan lurus dengan mata tertutup di antara dua pohon beringin di Alun-alun Selatan Yogyakarta, hajat atau doa terkabul.
0
Pandemi dan Krisis Iklim Tingkatkan Buruh Anak di Dunia
Bencana alam, kelangkaan pangan dan perang memaksa jutaan anak-anak di dunia meninggalkan sekolah untuk bekerja