Malam Jumat Kliwon di Alun-alun Selatan Yogyakarta

Ada mitos apabila bisa berjalan lurus dengan mata tertutup di antara dua pohon beringin di Alun-alun Selatan Yogyakarta, hajat atau doa terkabul.
Sepeda tandem berbentuk mobil-mobilan dengan lampu warna-warni terparkir di sepanjang jalan di pinggir Alun-alun Selatan Yogyakarta, Kamis, 2 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta - Bulan yang tak bulat sempurna tertutup gumpalan awan malam itu, Kamis, 2 Juli 2020. Sinarnya temaram, menerpa dua pohon beringin tua, yang berdiri kokoh di tengah Alun-alun Selatan, Kota Yogyakarta. Bayangan dedaunan dari kedua beringin tua itu terlihat samar di tanah. Sesekali bayangan itu bergerak-gerak, saat angin malam menerpa bagian atau pohon.

Malam Jumat kliwon kali ini, Alun-alun Selatan Yogyakarta sedikit lebih ramai dibandingkan dua hingga tiga bulan terakhir. Sejumlah pedagang asongan duduk tersebar di area alun-alun, sementara dua atau tiga penjual jasa persewaan kain penutup mata pun terlihat duduk di sebelah utara alun-alun.

Di beberapa titik area parkir, belasan bahkan mungkin puluhan sepeda motor berjejer rapi. Tidak jauh dari situ, beberapa sepeda tandem berbentuk mobil terparkir.

Lampu-lampu hias menerangi hampir seluruh bagian sepeda-sepeda tandem itu, dengan suara musik yang bersahut-sahutan dari masing-masing sepeda. Mayoritas memutar lagu anak-anak, untuk menarik pengunjung.

Di bagian tengah lapangan, beberapa orang berjalan pelan, ditemani rekannya. Kedua matanya ditutup menggunakan secarik kain hitam. Satu di antara mereka berjalan menjauhi pohon beringin, menuju arah barat. Rekannya tertawa keras di sampingnya.

Ya, mereka, orang-orang yang matanya ditutup dengan kain hitam itu, adalah pengunjung alun-alun yang sedang mengadu keberuntungan. Seharusnya mereka berjalan dengan mata tertutup kain hitam dari utara menuju selatan, dan harus bisa lewat di antara kedua pohon beringin.

Tapi, sebagian besar dari orang-orang yang mencoba berjalan masuk di antara kedua beringin, justru melangkah ke arah berbeda. Ada yang berjalan ke arah barat, ada yang ke timur, bahkan ada yang hampir mengelilingi separuh alun-alun, atau berjalan mengelilingi kedua beringin.

Zaman dulu waktu saya masih kecil, itu ada penyakit typus, penyakit pes, kolera itu lebih bahaya. Sekarang sakit, nanti malam mati.

Alun-alun YogyakartaSeorang penjual jasa penyewaan kain penutup mata di Alun-alun Selatan Yogyakarta, Albertus Harjosuwito, 74 tahun, menunggu pelanggan, Kamis, 2 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Seorang penjual jasa sewa kain penutup mata, Albertus Harjosuwito, 74 tahun, berpendapat bahwa selain 'nasib', hal yang membuat para pencoba masuk di antara dua beringin itu gagal adalah terpejamnya mata.

Menurutnya, dalam ilmu beladiri hal itu sudah dijelaskan, bahwa saat mata seseorang ditutup atau terpejam, keseimbangan tubuhnya akan hilang, atau Albertus menyebutnya sebagai hampa.

Sehingga meskipun orang itu merasa telah berjalan lurus, langkahnya akan berbelok sedikit. "Dalam ilmu bela diri kalau dengan mata tertutup kemudian berjalan ditutup sambil mengeluarkan napas, orang itu jalannya pasti hampa (keseimbangannya hilang). Kalaupun cuma (berbelok) satu derajat tapi kan beberapa kali (langkah)," ujarnya.

Berdasarkan teori, kata Albertus, seseorang yang matanya ditutup bisa berjalan lurus, asal dia menahan napas. "Badan kita tetap seimbang, bisa lurus. Itu teorinya, tapi kan praktiknya orang tidak kuat menahan napas lama-lama." Pria ini mengaku setiap pagi berlari keliling alun-alun minimal enam kali.

Alun-alun YogyakartaAir dan sabun cuci tangan di dekat papan peringatan jam aktivitas di Alun-alun Selatan Yogyakarta, Kamis, 2 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Mitos Hajat Dikabulkan

Sebagian orang percaya, jika mereka berhasil berjalan di antara kedua beringin dengan mata tertutup, hajat atau doanya akan dikabulkan. Meski ada juga yang mencobanya hanya sekadar untuk bermain.

Mayoritas dari mereka menyewa kain penutup mata dari penjual jasa yang ada di pinggir alun-alun. Ada juga yang menyiapkan penutup mata dari rumah.

Harga sewa kain penutup mata tersebut cukup terjangkau, yakni Rp 5 ribu untuk tiga kali mencoba. Tapi banyak juga dari mereka yang menggunakannya lebih dari tiga kali

"Harusnya satu kali menyewa cuma untuk tiga kali mencoba berjalan di antara pohon beringin. Tapi kebanyakan mereka mencoba sampai lebih dari tiga kali," kata Albertus.

Pria kelahiran 14 April 1946 ini mengaku telah menekuni profesi sebagai penyedia atau persewaan penutup mata sejak 1970-an. Saat itu tarif sewa penutup mata masih Rp 25.

Kata Albertus, kepercayaan bahwa doa atau hajat orang-orang yang berhasil berjalan lurus di antara beringin tersebut akan dikabulkan, sudah ada sejak lama, dan dipercaya sebagian orang, meski asal-usul kabar tersebut tidak diketahui pasti sumbernya.

Alun-alun YogyakartaPara pengunjung di Alun-alun Selatan Yogyakarta, Kamis, 2 Juli 2020. Sebagian mencoba berjalan masuk di antara dua beringin dengan mata tertutup. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Mengenai kebenaran dari kepercayaan itu, Albertus mengaku tidak bisa memastikan. Sebab hal semacam itu, kata dia, bukan seperti ilmu pasti yang kebenarannya dapat dilihat secara nyata.

Walaupun banyak orang menganggap kepercayaan itu sebagai mitos, pengunjung yang mencoba masuk di antara dua beringin, menurutnya bukan hanya dari Indonesia saja. "Dulu banyak juga bule yang datang ke sini untuk mencoba, tapi sekarang sudah tidak banyak lagi."

Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, pengunjung Alun-alun Selatan menurun drastis. Bahkan seluruh kegiatan para pelaku wisata di situ dihentikan sementara, selama kurang lebih tiga bulan.

Alun-alun Selatan yang tadinya dipenuhi pengunjung, tiba-tiba menjadi tanah lapang yang sunyi, tidak ada lagi pekikan kecil disertai tawa dari para pencoba masuk di antara dua beringin.

"Ini sudah hampir empat bulan tidak ada aktivitas. Sebelumnya paling-paling 15 sampai 25 penyewa per malam. Sejak corona ini anjlok, karena memang enggak boleh aktivitas. Zaman dulu waktu saya masih kecil, itu ada penyakit typus, penyakit pes, kolera itu lebih bahaya. Sekarang sakit, nanti malam mati," tuturnya.

Alun-alun YogyakartaAktivitas lain di Alun-alun Selatan Yogyakarta, berupa permainan tradisional, egrang, Kamis malam, 2 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sejak Rabu, 1 Juli 2020, Albertus dan beberapa pelaku usaha lain sudah kembali membuka usahanya. Sebab suasana di Alun-alun Selatan Yogyakarta sudah mulai ramai, walaupun tidak seramai pada hari-hari normal.

Berbeda dengan hari-hari normal beberapa bulan lalu, meski kini sudah diperbolehkan beraktivitas massal, mereka harus tutup maksimal pukul 20.00 WIB dan memulai kegiatan paling cepat pukul 15.00 WIB.

Protokol kesehatan pun coba diterapkan para pelaku wisata di situ, mulai dari tukang parkir hingga para pedagang mengenakan masker. Bahkan Albertus sengaja mengenakan kacamata sebagai salah satu upaya pencegahan Covid-19. Dia pun menyiapkan air dan sabun untuk cuci tangan.

Di beberapa sudut alun-alun juga terlihat semacam ember berisi air, yang bisa digunakan pengunjung untuk mencuci tangannya setelah beraktivitas.

Sebagai Pengisi Waktu

Meski sebagian orang mempercayai bahwa jika berhasil masuk di antara dua beringin dengan mata tertutup, doa dan hajatnya bisa terkabul, ada juga pengunjung yang melakukan itu hanya karena ingin tahu dan sekadar mengisi waktu. Salah satunya adalah Intan, 25 tahun.

Intan datang ke tempat itu bersama teman pria. Keduanya merupakan warga asli Yogyakarta, tetapi mereka mengaku belum pernah mencoba masuk di antara dua beringin sebelumnya.

Kebetulan malam itu keduanya menikmati suasana malam di Alun-alun Selatan. Keduanya penasaran saat melihat beberapa pengunjung lain tidak bisa berjalan menuju arah yang tepat.

"Cuma iseng saja sih, Mas. Mengisi waktu saja. Penasaran lihat orang-orang enggak bisa. Padahal kan jarak antara dua beringin itu lumayan lebar," kata Intan yang masih tertawa karena dirinya berbelok cukup jauh dari sasaran.

Menurut perasaannya, kata Intan, dia sudah berjalan lurus tetapi kenyataannya dia hampir mengelilingi bagian luar kedua pohon beringin itu. Sementara teman prianya hanya berjalan di sampingnya tanpa memberikan aba-aba ke mana Intan harus melangkah.

Keduanya kembali tertawa terbahak. Mungkin mereka merasa kejadian itu lucu. Apalagi keduanya bergantian mencoba untuk berjalan masuk di antara dua beringin. Hasilnya mereka sama-sama tidak berhasil.

Menjelang pukul 20.00 WIB, tiba-tiba terdengar seperti suara sirene. Rupanya seorang petugas yang sengaja membunyikannya, sebagai tanda bahwa waktunya menutup kegiatan di situ. Para pedagang membereskan barang-barangnya, sementara para pemilik sepeda tandem pun satu per satu meninggalkan tempat itu. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Lulusan SD di Tegal, Bikin Robot Bantu Atasi Covid-19
Kejutan dari Tegal, Jawa Tengah, cuma lulusan SD, bisa bikin robot canggih untuk membantu tenaga medis merawat pasien Covid-19 di rumah sakit.
Laki-laki yang Kunikahi Ternyata Perempuan
Memakai jas hitam, peci menutupi rambut cepaknya, dia tampak gagah layaknya pria tangguh. Hingga kemudian rahasianya terungkap. Dia perempuan.
Kisah Mbah Uti, Penjual Gorengan di Kota Semarang
Jangan kehilangan harapan. Kalau ada kesempatan jualan, tetap jualan di mana pun. Seperti saya jualan di depan rumah. Mbah Uti Semarang.
0
Bestie, Cek Nih Cara Ganti Background Video Call WhatsApp
Baru-bari ini platform WhatsApp mengeluarkan fitur terbarunya. Kini Background video call WhatsApp bisa dilakukan dengan mudah.