Jakarta - Direktur Lembaga Survei Indonesia, Djayadi Hanan, memprediksi isu soal sentimen China akan tetap digunakan pada Pemilu 2024 mendatang. Namun hal itu ada bebarapa faktor yang dapat memengaruhinya.
"Kalau pemilu head to head seperti 2014 dan 2019 kemudian dipenuhi dengan pembelahan dan polarisasi etnik, dalam hal ini agama dan identitas ya isu itu bisa di gunakan lagi. Tapi kalau pesertanya banyak dan tidak ada pembelahan tidak mudah," kata Djayadi di sela-sela acara rilis temuan survei nasional LSI, di Hotel Arian Jakarta, 12 Januari 2020.
Tidak hanya itu, menurut Djayadi, isu China masih memiliki rentang waktu yang cukup panjang untuk dimainkan. Setidaknya dalam sepuluh tahun ke depan isu tersebut masih laku untuk digunakan di Indonesia.
"Pasti sepuluh tahun ke depan isu dengan negara asing yang besar itu masih bisa dipakai. Dan china itu kehadirannya menarik dan seksi bisa akan terus ada di indonesia," ujar dia.
Djayadi mengatakan persepsi masyarakat Indonesia soal China bukan hanya sekadar menganggap negara asing. Namun lebih kepada negara aseng yang berkonotasi buruk untuk dalam negeri. "Apalagi kalau China itu bukan lagi asing tapi aseng isu itu bisa saja dipakai oleh kompetisi pemilu," ucap Djayadi.
Bahkan, baru-baru ini pemerintah Indonesia mengundang China, Rusia dan Jepang untuk berinvestasi di Natuna menyusul ketegangan yang terjadi di wilayah perairan tersebut. Hal tersebut menurut Djayadi sangat beralasan menhungat negara tersebut memiliki pengaruh yang besar di wilayah Asia.
"Kalau dilihat dari survei ini ada tiga negara yang sangat besar pengaruhnya. Dan tiga negara ini juga investasinya sangat besar di Indonesia ini. Maka upaya itu keseimbangan. Supaya satubsinyal bahwa Indonesia yidak mau didikte oleh China," ucap dia. []