Jakarta - Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi) Fadjroel Rachman menanggapi vonis bebas Eks Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Sofyan Basir yang dijatuhkan oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin, 4 November 2019 dalam perkara dugaan pembantuan kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1.
"Kita menghormati putusan dari pengadilan tingkat pertama," kata Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 5 November 2019.
Tapi, Fadjroel juga akan menghargai jika jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nantinya mengajukan langkah hukum terkait vonis bebas Sofyan Basir. Sebab lembaga anti rasuah itu memiliki hak dan wewenang melakukan langkah hukum.
"Mungkin kalau KPK nanti akan maju ke kasasi segala macam akan kita hormati," tuturnya.
Menurut dia, pemerintah tidak bisa mengintervensi mengenai keputusan hukum dari pengadilan juga langkah hukum KPK. Jadi, sikap pemerintah adalah menghormati semua peraturan perundang-undangan dan semua proses yang mengikutinya.
"Termasuk tadi Undang-Undang KPK kita menghormatinya. Kemudian kalau ada perselisihan, kita juga menghormatinya di uji materi," ucapnya.
Baca juga: Divonis Bebas, Akankah Sofyan Basir Kembali ke PLN?
Sofyan Basir menjadi satu-satunya terdakwa yang dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam perkara dugaan pembantuan kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1.
Sebab, tiga terdakwa di kasus yang sama yakni anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 Eni Maulani Saragih, eks Menteri Sosial sekaligus politikus Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dinyatakan bersalah serta menjalani hukuman.
Eni Maulani Saragih divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40.000 dolar Singapura pada 1 Maret 2019.
Idrus Marham menjalani hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan dan Johanes Budisutrisno Kotjo divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp 250 juta. []