Jakarta - Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati menyampaikan terdapat lima (5) poin mosi tidak percaya mengenai pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang (UU) dalam Rapat Paripurna di DPR, Senin, 5 Oktober 2020.
Baca juga: Omnibus Law Sah, Din Syamsuddin: Pemerintah - DPR Tuli dan Buta
Ia juga mencatat beberapa hal krusial dalam ketentuan UU Cipta Kerja terkait isu agraria. Menurut Nur Hidayati, ketentuan ini semakin melanggengkan dominasi investasi dan mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup.
"Beberapa hal krusial tersebut, yaitu penghapusan izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha, reduksi norma pertanggungjawaban mutlak, dan pertanggungjawaban pidana korporasi, hingga perpanjangan masa waktu perizinan kehutanan dan perizinan berbasis lahan," kata dia dalam pernyataan tertulis yang diterima Tagar, Selasa, 6 Oktober 2020.
Baca juga: YLBHI Nilai Polisi Ikut Berpolitik dalam Masalah Omnibus Law
Mirisnya, kata dia, RUU Cipta Kerja justru mengurangi dan menghilangkan partisipasi publik dalam ruang peradilan dan perizinan kegiatan usaha.
Ia menegaskan, Walhi menjatuhkan mosi tidak percaya dan mengambil sikap dengan membuat lima poin di antaranya:
1. Mengecam pengesahan RUU Cipta Kerja;
2. Menyatakan pengesahan RUU Cipta Kerja merupakan tindakan inkonstitusional dan tidak demokratis yang harus dilawan dengan sehebat-hebatnya;
3. Menyatakan pengesahaan RUU Cipta Kerja merupakan persekongkolan jahat proses legislasi yang abai pada kepentingan hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
4. Menyatakan pengesahaan RUU Cipta Kerja merupakan bentuk keberpihakan negara pada ekonomi kapitalistik yang akan memperparah kemiskinan dan hilangnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
5. Mengajak seluruh elemen rakyat untuk menyatukan barisan menolak serta mendorong pembatalan RUU Cipta Kerja. []