Denny Siregar: Gelombang Hoaks Omnibus Law Cipta Kerja

Omnibus Law Cipta Kerja diterjang hoaks yang gelombangnya sangat besar. Narasi ketakutan disebar lewat WA grup, media sosial. Denny Siregar.
Ilustrasi - Hoaks, berita palsu atau fake news. (Foto: Tagar/Pikist)

Dalam sebuah usaha propaganda, narasi ketakutan atau fear memang paling efektif. Seperti virus, ia cepat menular. Ini yang mendasari kenapa hoaks UU Cipta Kerja gelombangnya sangat besar. Karena hoaks itu menciptakan ketakutan bahwa pekerja akan diganti TKA China, pekerja tidak punya hak apa-apa, sampai mereka rentan di-PHK.

Narasi ketakutan inilah yang disebarkan lewat WA grup, media sosial yang ada di hampir semua penduduk Indonesia. Karena narasi fear ini, yang sudah takut akan lebih takut dan yang biasa saja juga jadi bingung, "Masak sih begitu ?" dan akhirnya takut juga.

Mau dijelaskan juga akan sia-sia, karena itu seperti api besar yang sulit padam dengan disiram air seember. Ketakutan seseorang disebarkan di grup WA, dan disebarkan lagi seperti api menyala di jerami kering. Inilah yang membuat hoaks itu sangat berbahaya.

Padahal, mungkinlah pemerintah akan mengebiri hak-hak buruh dengan UU Cipta Kerja?

Tidak. Bahkan pemerintah dan DPR sedang menyatukan hak dan kewajiban yang seimbang antara buruh dan pengusaha. Kalau cuma buruh doang yang dibelai, pengusaha bisa bangkrut. Kalau pengusaha doang yang di nyamankan, buruh bisa menderita. Itu niat dan tujuan dari Omnibus Law.

Tapi ketika dipolitisasi, penafsiran UU itu bisa jadi beda. Bentuk politisasinya macam-macam sesuai kepentingan. Ada kepentingan mantan Jenderal yang ingin jadi presiden. Ada kepentingan kepala buruh yang pengin dapet penawaran jadi Wakil Menteri. Ada juga kepentingan partai untuk menaikkan elektabilitasnya dengan main drama seolah-olah2 dia pro rakyat, padahal waktu berkuasa dia yang merampok paling banyak.

Dalam sebuah usaha propaganda, narasi ketakutan atau fear memang paling efektif. Seperti virus, ia cepat menular. Ini yang mendasari kenapa hoaks UU Cipta Kerja gelombangnya sangat besar.

Baca juga: Beredar Hoaks 13 Poin Omnibus Law, Peneliti LIPI Beri Penjelasan

Demo BuruhDemo buruh menolak Omnibus Law di depan Istana Negara, 15 Januari 2020. (Foto: Tagar/Baritorayapos.com)

Pada intinya, Omnibus Law diciptakan untuk membangun lapangan kerja baru. Pengangguran kita sudah tambah 2 juta orang karena corona. Diprediksi tambahan orang di-PHK akan mencapai 5 juta. Dengan UU baru, diharapkan investasi asing masuk, dan muncul lapangan-lapangan kerja baru.

Tapi apa "buruh yang malas, yang enggak punya prestasi, yang skill-nya kurang tapi pengin karirnya berkembang, yang pengin beli hape 8GB RaM, yang mending demo panas-panasan daripada kerja seharian" mau mendengar ini?

Enggak. Mereka enggak akan dengar. Karena mereka berpikir gampangnya saja, yang penting perut gua kenyang. Paham saja kagak sama UU Cipta Kerja, tapi teriakannya paling kencang.

Inilah penyakit di negara kita dan banyak negara lainnya. Ketika datang TKA China, yang satu orang bisa menyelesaikan pekerjaan 3 orang di Indonesia, buruh teriak. Nanti diganti robot, mereka teriak lagi. Perusahaan tutup karena enggak kuat, mereka lagi-lagi teriak. 

Daripada sibuk teriak, mending keluar dan wiraswasta. Meski cuma jualan bakso, tapi ada perkembangan. Siapa tahu 2 tahun kemudian bisa jadi juragan dan punya 40 rombong yang tersebar di mana-mana.

Dan lihatlah temanmu yang dulu, 2 tahun lagi. Dia masih di posisi yang sama, dengan keluhan dan teriakan yang sama. Dia enggak ke mana-mana, sedangkan kamu baginya sudah jauh di luar angkasa.

Hidup itu memang pilihan. Kamu yang memilih mau jadi apa dirimu ke depan. Mau jadi juragan, atau cuman jadi tukang teriak di jalan?

Seruput kopinya, kawan.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
Omnibus Law Sah, Din Syamsuddin: Pemerintah - DPR Tuli dan Buta
Presidium KAMI Din Syamsuddin menyebut pemerintah - DPR tuli dan buta dengan mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Buruh Surabaya Serukan Boikot Parpol Pendukung Omnibus Law
Buruh di Surabaya akan kembali menggelar aksi lebih besar lagi pada tanggal 8 Oktober 2020, sebagai bentuk penolakan Omnibus Law Ciptaker.
Omnibus Law UU Cipta Kerja Untungkan Borjuis Nasional
Peneliti Indef Bhima Yudhistira menilai UU Omnibus Law Cipta Kerja justru bukan mendorong kapitalis asing melainkan borjuis nasional.