Indonesia Tertinggal Perangi Kejahatan Digital

Cyber crime kian marak seiring pesatnya era industri 4.0. Namun Polri dan perangkat hukum sejauh ini masih fokus memerangi hoaks saja.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta usai diskusi publik bersama Kemenkominfo bertajuk Tantangan Teknologi Digital pada Bidang Ekonomi, Sosial budaya dan Informasi dalam Rangka Redesain USO, di Yogyakarta, Senin, 11 November 2019. (Foto : Tagar/Agung Raharjo)

Yogyakarta - Komisi I DPR RI menilai persoalan era digital saat ini Polri dan perangkat hukum masih fokus memerangi hoaks saja. Padahal cyber crime belakangan ini semakin marak terjadi. Indonesia butuh payung hukum yang mumpuni menangkal kejahatan digital itu.

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengatakan isu hoaks di dunia maya hanya bagian kecil dari kejahatan digital saat ini. "Itu hanya bagian kecil, tetapi memang penting disikapi," kata dia diskusi publik bersama Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bertajuk Tantangan Teknologi Digital pada Bidang Ekonomi, Sosial budaya dan Informasi dalam Rangka Redesain USO, di Yogyakarta, Senin, 11 November 2019.

Namun ada yang lain yang lebih penting dari sekadar menyikapi hoaks. Persoalan tersebut tidak lain adalah kejahatan digital yang semakin berkembang pesat, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. "Nah, salah satu upaya menangkal cyber crime adalah merevisi KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). "Revisi KUHP harus menjangkau kejahatan digital," ujarnya.

Politikus PKS ini mengatakan kejahatan digital menjadi gegar budaya yang sudah menyerang setiap bidang seperti kesehatan, perdagangan, sosial dan keuangan atau pebankan. "Kalau cyber crime tidak dimasukkan dalam revisi KHUP, Indonesia kembali tertinggal 20 tahun dengan negara di Eropa yang sama-sama mengalami gegar budaya," kata legislator Senayan dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini.

Revisi KUHP harus menjangkau kejahatan digital.

Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Politik Hukum dan Keamanan DPR RI ini mengatakan saat ini menjadi momentum untuk memasukkan kejahatan digital dalam KUHP. "Mumpung KHUP akan direvisi konten kejahatan digital harus diwadahi," ujarnya.

Sukamta mengakui Komisi I tidak ikut membahas revisi KUHP ini karena menjadi kewenangan Komisi III. Namun, Komisi I siap memberi masukan perihal kejahatan digital. "Perlu diingat kejahatan digital akan terus berkembang seiring dengan laju industri 4.0," katanya.

Lebih lanjut Sukamta menyoroti keamanan data pribadi warga negara. Di era digital ini keamanan data pribadi sangat berharga. Pemerintah harus menjaga dan menjamin keamanan data pribadi agar tidak digunakan untuk kejahatan. "Ini bisa dimulai dari diri masing-masing," ungkapnya.

Menurut dia, sebaiknya foto identitas seseorang tidak diumbar di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan lainnya. "Itu rawan disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab," ungkapnya.

Dia mengatakan, foto atau gambar bisa direkayasa sedemikian rupa seolah-seolah benar adanya. Selember foto bisa dibuat bisa bicara dengan dubbing suara yang mirip orang yang ada di foto itu. "Apalagi gambar 3D, sangat bisa dimanipulasi seolah-olah benar-benar hidup," ungkapnya.

Sukamta menyontohkan, foto mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama pernah direkayasa sedemikian rupa oleh seseorang untuk menyerang Presiden Donald Trump. "Padahal hanya foto, tapi direkayasa seperti video, bisa bergerak dan berbicara yang isinya menyerang Trump," ujarnya.

Tenaga Ahli Redesain Universal Service Obloigation (USO) Kemenkominfo Gun Gun Siswadi mengatakan saat ini literasi digital sangat penting bagi masyarakat. Salah satu tujuannya adalah mencegahnya menjadi korban cyber crime. "Masyarakat pengguna teknologi yang menjadi target pelaku kejahatan digital. Untuk membentenginya masyarakat perlu diberdayakan," katanya. []

Baca Juga:

Berita terkait
Masa Depan Ekonomi Digital dengan Palapa Ring
Palapa Ring diresmikan meluncur Senin, 14 Oktober 2019. Seperti apa masa depan ekonomi digital Indoensia setelah ini? Berikut ulasannya.
Buzzer Alat Propaganda Digital Bisa Berbahaya bagi NKRI
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan buzzer merupakan alat efektif untuk melakukan propaganda.
BI Optimistis Indonesia Bisa Manfaatkan Ekonomi Digital
Jumlah kaum milineal yang banyak bisa menjadi potensi bagi Indonesia untuk meningkatkan ekonomi digital sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.