Imam Masruh, Tukang Ojek di Kudus yang Berhati Emas

Imam Masruh, tukang ojek Kudus berhati emas. Ia memberi fasilitas internet gratis untuk anak yatim piatu dan siswa miskin.
Imam Masruh, tukang ojek di Kudus, memberikan tumpangan gratis bagi siswa yang akan belajar daring menggunakan fasilitas WiFi gratis di rumahnya. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Kudus - Niatnya mulia. Membantu menyediakan akses internet gratis ke anak yatim piatu dan siswa dari keluarga kurang mampu, meski kehidupannya sendiri jauh dari kata kaya. Tukang ojek berhati emas itupun menuai pujian dari warganet.   

Di tengah pro kontra kebijakan pembelajaran daring, nama Imam Masruh mencuat di sosial media. Kebaikan hatinya memberikan bantuan free WiFI ke para pelajar di sekitar tempat tinggalnya ramai diperbincangkan netizen.

Tak berlebihan rasanya jika banyak netizen yang mengacungkan jempol untuk aksi yang dilakukan Imam. Kebaikan dan ketulusan hatinya untuk membantu proses pendidikan di tengah pandemi memang patut diapresiasi.

Penasaran dengan sosok Imam Masruh, Tagar bersama sejumlah awak media di Kudus menyambangi pria 53 tahun ini di kediamannya di Dukuh Madu RT 2 RW 1 Desa Cendono, Kecamatan Dawe, Rabu, 29 Juli 2020. 

Jalan menuju rumah Imam terbilang cukup mudah. Dari lapangan Dawe, kami masuk menuju Jalan Madu. Setelah melewati beberapa tikungan akhirnya sampai di rumahnya. 

Di sebuah rumah sederhana bercat kuning dengan ubin berwarna merah, Imam bersama istri dan anaknya tinggal. Sekitar pukul 09.30 WIB, aktivitas pembelajaran daring di rumah Imam sudah nampak.

Tiga anak laki-laki tampak sedang serius mengerjakan tugas sekolah di teras rumah tersebut. Di hadapan para pelajar itu, berserakan sejumlah buku pelajaran dan buku tulis. 

tukang ojek kudus2Sejumlah pelajar di Kudus nampak konsentrasi mengerjakan tugas secara daring menggunakan fasilitas wifi gratis di rumah Imam Masruh. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Tangan mungil mereka sesekali nampak membuka handphone untuk mengecek tugas yang diberikan gurunya. Satu di antaranya membolak-balik buku pelajaran dengan mimik muka serius.

Dari lorong jalan kampung, tiga anak perempuan mengenakan tas ransel berjalan menuju rumah Imam. Di waktu berbarengan dan arah yang sama, Imam datang memboncengkan dua anak laki-laki menggunakan motor Honda Supra miliknya.

Usai memarkirkan motor, Imam bersalaman dan menyambut hangat anak-anak tersebut. Mereka dipersilakan masuk dan duduk di atas tikar yang melapisi ubin rumahnya.

Tanpa dikomando, anak-anak perempuan yang baru saja datang itu mengeluarkan buku-buku pelajaran dan alat tulis dari tas mereka. Tak ketinggalan handphone berbasis android yang akan digunakan untuk mengunduh dan meng-upload tugas sekolah.

“Pak boleh minta password WiFi-nya,” ujar Risa Maulida Aprilia salah satu anak yang belajar daring di rumah tersebut. Perkataan tersebut diucapkannya sembari menyodorkan handphone android miliknya pada Imam.

Setelah mengisi password WiFi dan memastikan sambungan internetnya berjalan dengan baik, Imam mengembalikan gawai tersebut kepada Risa. Tak hanya ke Risa, perlakuan serupa juga dilakukan pada anak-anak lainnya.

Kalau mengerjakan di sini ada temannya, jadi lebih bersemangat belajarnya. Kalau belajar sendiri di rumah cepat bosan.

Kepada Tagar, Risa mengaku sudah beberapa kali menikmati fasilitas internet gratis di rumah Imam. Anak perempuan yang sudah beranjak remaja itu mengaku memilih menggunakan bantuan free WiFI itu lantaran ia kesulitan mengakses sinyal di rumah.

“Kalau mau dipakai unduh ataupun kirim tugas sinyalnya sering muncul hilang. Jadi harus menunggu lama baru bisa. Kadang pas begitu, saya keluar masuk rumah buat cari sinyal,” ucap gadis 15 tahun ini.

Koneksi internet di rumah Imam, menurutnya cukup stabil. Sehingga dirinya tidak lagi kesusahan mencari sinyal. Keberadaan internet gratis ini, diakui Risa sangat membantu proses pembelajaran daring yang dilakoninya. Sebab ia bisa lebih cepat dalam merespons dan mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan gurunya.

Saat ditanya mengenai informasi adanya fasilitas internet gratis untuk pembelajaran daring siswa di rumah Imam. Risa mengaku tahu informasi tersebut dari guru di sekolahnya.

“Tahu dari Pak Misbahuzzaini (putra Imam Masruh). Beliau guru saya di MTs Sunan Muria. Karena lokasinya dekat dengan rumah, makanya kalau mengerjakan tugas daring saya ke sini,” tutur siswi kelas IX itu.

Hal senada juga dilontarkan Wisnu Wijayanto. Siswa yang juga duduk di kelas IX MTs Sunan Muria ini mangaku datang ke rumah Imam untuk mengerjakan tugas bersama kawan-kawannya.

“Kalau mengerjakan di sini ada temannya, jadi lebih bersemangat belajarnya. Kalau belajar sendiri di rumah cepat bosan,” katanya.

tukang ojek kudus3Imam Masruh memberikan password WiFi rumahnya pada siswa yang hendak belajar daring di rumahnya. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Senasib dengan Risa, Wisnu juga mengaku mengalami susah sinyal. Jaringan internet yang digunakannya kurang kuat. Sehingga dia lebih memilih mengunduh ataupun mengirim tugas di rumah Imam.

“Sinyal Three di sini kurang bagus. Di daerah Dukuh Madu ini yang bagus Telkomsel. Tapi orang tua saya tidak mampu membelikan paket data itu, harganya mahal. Pakai ini saja, saya sebulan habis hingga Rp 60 ribu,” ucap anak 16 tahun tersebut.

Di tempat yang sama, Imam Masruh sudi berbagi cerita pada Tagar seputar aksi sosialnya itu. Sembari duduk lesehan di ruang tamu, ia menuturkan awal mula kepikiran untuk memberikan WiFi gratis. Semata untuk mendukung progam belajar daring bagi anak-anak di sekitarnya.

“Ide itu muncul di benak saya sekitar sebulan yang lalu. Hanya saja, baru beberapa minggu ini, ide itu saya utarakan ke anak dan istri saya. Setelah mereka menyetujui dan mendukung, sekitar sebulanan ini progam internet gratis ini saya buka di rumah,” jelasnya.

Ide pemberian fasilitas internet gratis muncul saat dirinya mendapat keluhan dari sejumlah warga mengenai pembelajaran daring. Keluhan susah sinyal hingga ketidakmampuan orang tua dalam membelikan paket data kerap kali didengarnya. 

Tak hanya tetangga, rekan-rekannya sesama tukang ojek juga mengeluhkan hal sama. Dari keluhan-keluhan itulah muncul rasa prihatin yang memantik kepeduliannya. Terlebih di sekitar tempat tinggalnya tidak ada fasilitas publik lengkap dengan free WiFi. 

Imam akhirnya membulatkan tekad untuk menyambung internet tetangga dan menawarkan fasilitas tersebut pada masyarakat yang membutuhkan. Gayung bersambut, ternyata ihtiatnya direspons positif para pelajar sekitarnya. 

Promosi di Motor

tukang ojek kudus4Imam Masruh, tukang ojek sekaligus guru ngaji menyambut kedatangan sejumlah anak yang hendak menggunakan internet gratis guna belajar daring di rumahnya. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Dalam sehari, ada sekitar lima hingga sepuluh anak yang datang menggunakan fasilitas internet gratis.

“Mereka biasanya berdatangan mulai pukul 09.00 WIB. Mereka belajar di sini beberapa jam kemudian pulang. Kedatangan mereka biasanya tidak bersamaan, tetapi saling bergantian,” terang dia.

Tidak hanya mengandalkan omongan dari mulut ke mulut, Imam juga mempromosikan fasilitas tersebut keliling kampung dengan motornya. Sebuah papan berukuran sedang bertuliskan 'WiFi gratis bagi siswa yatim piatu dan kurang mampu’ terpajang di bagian depan Supranya. 

Tak ayal, tulisan tersebut menyedot perhatian masyarakat, utamanya para pengunjung di Pasar Piji. Pasar di mana Imam saban hari mengais rezeki.

Bekerja sebagai tukang ojek Pasar Piji mulai tahun 1980, Imam mengaku dalam sehari berpenghasilan sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 80 ribu. Selain menjadi tukang ojek, Imam juga berprofesi sebagai guru mengaji di Madrasah Diniyah dan di musala dekat rumahnya.

Internet gratis ini insya Allah dimanfaatkan secara tepat.

tukang ojek kudus5Sejumlah siswa yang datang ke rumah Imam Masruh untuk belajar daring dengan akses WiFi gratis. (Foto: Tagar/Nila Niswatul Chusna)

Penghasilannya ini yang kemudian digunakannya untuk membayar biaya sambungan WiFi dari tetangganya senilai Rp 50 ribu per bulan. 

“Sinyal WiFi di rumah saya sebenarnya tidak terlalu bagus. Tapi cukuplah untuk mendukung pembelajaran daring. Seperti untuk mengunduh ataupun meng-upload tugas sekolah,” sambungnya memberi penjelasan. 

 Baca cerita lainnya: 

Soal maraknya anak yang menggunakan akses internet gratis untuk main game, Imam mengungkapkan sejauh ini anak-anak yang datang ke rumahnya hanya untuk mengerjakan tugas. Jadi tidak digunakan untuk hal lain di luar belajar daring.

“Di rumah ada istri dan anak saya yang siap mengawasi dan membimbing mereka. Jadi internet gratis ini insya Allah dimanfaatkan secara tepat,” ucapnya.

Imam tidak penah berhasrat mendapat penghargaan atau sesuatu lainnya yang bersifat materi atas kepeduliannya itu. Ia hanya menaruh secuil berharap agar aksinya ini bisa menggugah banyak pihak untuk melakukan hal serupa. 

Pun demikian kepada Pemerintah Kabupaten Kudus. Ia hanya minta fasilitas WiFi di kantor-kantor balai desa bisa dibuka dan diakses untuk umum. Dengan demikian, anak-anak maupun orang tua siswa tidak lagi dipusingkan dengan tingginya biaya paket data ataupun susahnya sinyal untuk mendukung pembelajaran daring. []

Berita terkait
Ortu di Kudus Kewalahan Dampingi Anak Belajar Daring
Fenomena kebijakan pembelajaran daring di Kudus. Banyak ibu yang akhirnya emosional karena kewalahan dampingi anak belajar di rumah.
Penyebab Pembelajaran Daring di Kudus Belum Maksimal
Pembelajaran daring di Kabupaten Kudus belum maksimal karena terkendala banyak hal. Apa penyebabnya?
Dana BOS Bantu Siswa di Kudus Beli Kuota Internet
Dinas Pendidikan dan Olahraga Kudus membolehkan sekolah menggunakan BOS untuk bantu beli kuota internet siswa guna mendukung pembelajaran daring.
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara