Untuk Indonesia

Hujan di Hulu Jadi Kambing Hitam Banjir Jakarta

Sejak dahulu air hujan dari Puncak sudah mengalir ke Jakarta dibawa Ciliwung sehingga tidak elok dijadikan sebagai kambing hitam banjir Jakarta
Cover video banjir di Jakarta. (Foto: Antara/Aditya Pradana Putra)

Oleh: Syaiful W. Harahap

“Jakarta juga merupakan kawasan pesisir, sehingga curah hujan yang tinggi di kawasan hulu (Bogor) membawa air dengan volume besar ke kawasan pesisir.” Ini pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seperti yang dilansir Tagar, 9 Februari 2020.

Dari ‘zaman kuda gigit besi’ (dahulu kala) air hujan dari kawasan Puncak dan Bogor mengalir ke Laut Jawa, dalam hal ini ke Teluk Jakarta, dibawa oleh Sungai Ciliwung yang membelah Jakarta. Maka, pernyataan Pak Gubernur Anies bagaikan kelakar yang tidak ingin menyelesaikan masalah.

1. Memindahkan warga dari kawasan langganan banjir

Kalau hanya menyalahkan air kiriman dari hulu tentulah tidak akan menyelesaikan masalah. Persoalan di hulu sungai sendiri merupakan masalah besar karena alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Daerah dengan kemiringan di atas 30 derajat pun sudah dibabat dijadikan pemukiman, membangun vila, dan lahan pertanian palawija. Akibatnya air hujan yang jadi air permukaan mengalir ke Jakarta, sedangkan air tanah di Jakarta terus berkurang karena suntikan dari Puncak tidak ada lagi.

Baca juga: Air Permukaan Dibawa Ciliwung dari Puncak ke Jakarta

Berbagai upaya sudah dan akan dilakukan, seperti membangun bendungan di hulu atau di Ciawi, Bogor, Jawa Barat, serta rencana sodetan Ciliwung di Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur, ke Banjir Kanal Timur (BKT).

Pada era kepemimpinan Gubernur Joko Widodo dan Wagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) langkah yang diutamakan adalah menyelamatkan warga dari banjir, khususnya yang tinggal di bantaran kali. Warga dipindahkan ke rumah susun sedangkan bekas permukiman mereka dinormalisasi sebagai bagian dari upaya melancarkan aliran air Sungai Ciliwung ke laut.

Banjir JakartaLokasi banjir di Jalan Pengadegan Timur, Pengadegan, Jakarta Selatan, Jumat, 3 Januari 2020. (foto: Tagar/R. Fathan).

Ketika itu Jokowi, panggilan Joko Widodo yang kini menjabat presiden periode kedua, memilih memindahkan warga dari kawasan banjir karena yang diutamakan adalah keselamatan manusia, dalam hal ini warga yang bermukim di bantaran kali. Soalnya, menunggu penyelesaian masalah banjir warga terus-menerus didera derita ketika hujan deras di Jakarta dan hujan deras di hulu.

Rencana pemindahan warga dari kawasan banjir baru terlaksana di masa Gubernur Ahok. Bekas pemukiman warga yang dipindahkan ke rumah susun dinormalisasi agar aliran air lancar. Selebihnya Ahok menempatkan ekskavator

2. Ekskavator mengeruk waduk, aliran sungai dan saluran air

Langkah itu dibarengi dengan pengerukan beberapa waduk yang ada di Jakarta, seperti Waduk Rio-rio di Pulomas, Jakarta Utara, secara rutin. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas waduk menampung air (hujan). Waduk sendiri merupakan kawasan terbuka untuk penguapan dan penyerapan air ke tanah.

Sedangkan sungai, dalam hal ini Sungai Ciliwung, dikeruk dan dilebarkan dengan membuat dinding beton agar tidak longsor yang disebut normalisasi. Langkah ini sudah membuahkan hasil yaitu di kawasan Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur (sekitar 1 km dari Terminal Kampung Melayu arah Jalan Matraman Raya).

Sedangkan di aliran Sungai Ciliwung yang belum dinormalisasi ada ekskavator yang terus-menerus mengeruk sungai dan saluran-saluran air lain. Ini dilakukan untuk mendalamkan sungai dan saluran sehingga kemampuan sungai dan saluran mengalirkan air ke laut lebih besar.

Ketika tongkat kepemimpinan Jakarta pindah ke Anies Baswedan dan Sandiaga Uno tidak terlihat lagi upaya normalisasi dan pengerukan sungai, waduk serta saluran air. Gubernur Anies malah menyindir ketika awal Januari 2020 Kampung Pulo banjir. Kepada wartawan Gubernur Anies mengatakan: "Di sini (maksudnya Kampung Polo-pen.) memang sudah dilakukan normalisasi dan faktanya masih tetap terjadi banjir."

Kalau saja Gubernur Anies lebih arif dan bijaksana, maka bukan berkomentar seperti itu, tapi mencari tahu mengapa masih banjir? Secara faktual itu terjadi karena di hilir Kampung Pulo sepanjang aliran Ciliwung belum dinormalisasi.

3. Normalisasi situ di sepanjang aliran Ciliwung

Wartawan dan pengamat pun terkadang mengada-ada dengan mengatakan banjir karena drainase (penyaluran air) tidak lancar. Kalau memakai akal sehat jika drainase mampet yang banjir tentu saja di hulu yang mampet. Yang terjadi dengan banjir jangankan drainase genangan air sudah hampir mencapai atap rumah sehingga saluran dan aliran sungai sudah tidak bisa dilihat.

Gubernur Anies sendiri menolak normalisasi dan membawa ide naturalisasi yaitu memasukkan air hujan ke dalam tanah. Ini jelas tidak objektif karena banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan air masuk ke tanah, seperti tekstur tanah, tinggi permukaan air laut yang sudah masuk melalui intrusi sampai ke daratan Jakarta, dll. Itu artinya air hujan yang tidak bisa masuk ke tanah dan air kiriman dari hulu menerjang pemukiman dan bagian-bagian kota Jakarta.

Banjir JakartaKondisi banjir di Jalan Pengadegan Timur, Pengadegan, Jakarta Selatan, Jumat, 3 Januari 2020. (Tagar/R. Fathan).

Di zaman Belanda banyak situ (danau kecil atau telaga) dibangun di sepanjang aliran Ciliwung, tapi sekarang sudah jadi permukiman. Situ dibangun sebagai bagian dari upaya menghambat laju air Ciliwung dan penguapan. Lahan terbuka untuk penguapan, seperti kawasan Kalapa Gading (Jakarta Utara) dan Cengkaren (Jakarta Barat) pun sudah beralih fungsi sehingga permukaan lahan terbuka untuk menguapkan air berkurang.

Maka, langkah riil yang bisa dilakukan Pak Gubernur adalah mendorong pembangunan dua waduk di Ciawi, melakukan normalisasi Ciliwung, mengeruk sungai dan saluran air serta waduk secara rutin. Selain tentu saja menggalang kerja sama dengan daerah hulu untuk normalisasi situ di sepanjang aliran Ciliwung.

Selama Pak Gubernur hanya menyalahkan air kiriman dari hulu dan hujan deras di Jakarta itu artinya banjir akan terus terjadi di Jakarta. []

Berita terkait
Banjir, Anies: Area Hulu Kirim Banyak Air ke Jakarta
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut banjir yang melanda ibu kota terjadi akibat kiriman dari hulu atau daerah Bogor.
Banjir Kepung Jakarta, PLN Matikan 133 Gardu Listrik
PLN melakukan pemadaman sebanyak 133 gardu listrik di wilayah yang mengalami banjir di Jakarta pada Sabtu, 8 Februari 2020.
Masalah Banjir, DPRD DKI Jakarta Pilih Bikin Pansus
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menyinggung wacana pembentukan Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta.