Hoaks Andi Arief, Upaya Bangun Wacana 'Kalau Tidak Curang Tidak Menang'

Hoaks surat suara 7 kontainer oleh Andi Arief dinilai sebagai upaya sistematis munculkan wacana kalau tidak curang tidak menang.
Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief dalam pelukan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto. (Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika)

Bandung, (Tagar 4/1/2019) - Peneliti Senior Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, Idil Akbar menilai hoaks 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos untuk pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai bentuk upaya mendegradasi dari lawan politik.

Di samping itu, hoaks ini dinilai sebagai upaya sistematis untuk memunculkan wacana bahwa kalau tidak curang, tidak menang. Wacana ini disinyalir dialamatkan kepada pasangan nomor urut 01 yang peluang menangnnya lebih besar dibandingkan pasangan nomor urut 02.

Baca juga Hoaks Awal Tahun Andi Arief, PSI: Dia Politikus Paling Jahat

"Isu hoaks adanya 7 kontainer yang berisi surat suara yang sudah dicoblos untuk pasangan 01 menunjukkan bahwa hoaks dan penyebaran fitnah masih digunakan untuk mendegradasi lawan. Ini bukanlah tindakan yang gentleman karena berusaha mencari untung dengan memproduksi sesuatu yang tidak benar," ujar Idil Akbar kepada Tagar News saat dihubungi dari Bandung, Kamis (3/1).

Menurut Idil Akbar, hal yang perlu diamati dari hoaks ini adalah ada upaya sistemtis untuk mendegradasi jalanya Pilpres yang damai dan aman. 

Upaya sistematis tersebut salah satunya memunculkan wacana kalau tidak curang tidak menang, tetapi tidak bisa langsung menyerang pada pasangan calon. Maka upaya tersebut akhirnya ditujukan kepada KPU dengan harapan publik akan menilai KPU adalah bagian dari skenario pemenangan.

"Maksud atau motif penyebaran isu hoaks ini tentu telah terlihat jelas. Karena itu harus diambil tindakan tegas agar masyarakat tidak menjadi resah dan bisa mengikuti pilpres dengan lancar," jelas dia.

Idil menilai tepat langkah KPU melapor ke Bareskrim Polri terkait hoaks surat suara 7 kontainer tersebut.

Ia mengatakan, langkah itu bukan hanya akan membuat jera pembuat dan penyebar hoaks tersebut, tetapi lebih dari itu yakni untuk menjaga marwah dan martabat KPU, serta menjaga nama baik lembaga dari cap negatif sebagai lembaga  partisan dan tidak independen.

"Masalah hoaks ini jika tidak diambil tindakan yang tegas maka akan menjadi preseden buruk dimana KPU sebagai penyelenggara dinilai ikut bermain dalam konstelasi politik Pilpres," tegas Idil.

Idil mengatakan, dalam kasus hoaks ini dan hoaks lainnya semestinya oknum-oknum pembuat dan penyebar hoaks berkaca dari kasus sebelumnya yang menimpa Ratna Sarumpaet. Bahwa hal semacam itu tidak membuat orang menjadi simpati.

"Justru yang muncul adalah rasa kasihan, kenapa harus seperti itu hanya untuk memenangkan Pilpres. Apa yang terjadi pada kasus Ratna dan kemudian terjadi lagi sekarang dengan bahan hoaks baru adalah bentuk dari ketidaksiapan berkompetisi secara baik, jujur dan mencerdaskan. Oleh karena itu, langkah tegas KPU harus didukung agar demokrasi Indonesia tetap waras dan sehat," pungkas Idil. []

Berita terkait
0
Sidang Praperadilan Suharso Monoarfa Ditunda Selama 2 Pekan
Hakim tunggal, Delta Tamtama menyebut penundaan sidang perdana ini lantaran pihak KPK selaku termohon tidak dapat hadir lantaran belum siap.