Hebat, Pasien Cuci Darah Ini 12 Jam Mudik Naik Motor

Mudik dengan mengendarai motor dari Tangerang menuju Kebumen dilakukan seorang pasien cuci darah.
Riyanto atau Ryan saat istirahat dalam perjalanan dari Tangerang menuju Kebumen, Jawa Tengah, saat mudik beberapa waktu lalu. (Foto: Dok. Riyanto)

Oleh: Petrus Hariyanto*

Bila Lebaran tiba, tayangan televisi yang sering aku pantengin adalah laporan arus mudik. Apalagi liputan suka duka para pemudik yang menggunakan sepeda motor. Rasanya seru dan menantang adrenalin.

Bagiku, mereka adalah orang-orang pemberani. Demi sampai di kampung halaman, mereka rela menantang maut di jalanan. Perjalanan jauh dan jalanan macet di setiap kota yang dilewati tentu saja akan menguras energi.

Semua terbayar lunas sesampai di tanah leluhur dan bersilahturahmi dengan sanak saudara.

Yang ini lebih mengagumkan lagi, mudik dengan mengendarai motor dilakukan seorang pasien cuci darah.

"Pada tanggal 1 Juni, sekitar pukul 3 sore, aku dari Tangerang melaju dengan motorku menuju Kebumen. Dua jam sebelumnya aku baru selesai cuci darah," ungkap Ryan kepadaku.

Aku sungguh terkejut atas pengakuannya. Kalau aku dan banyak pasein cuci darah lainnya, sehabis hemodialisa (cuci darah) badan terasa lemes, tak sanggup beraktivitas berat.

Riyanto, begitu nama lengkap ayah satu anak ini, tidak melenggang sendirian. Di belakang dirinya ada pamannya. Seharusnya Ryan yang membonceng karena fisiknya tidak seprima pamannya. Tapi, demi keamanan Ryan menjadi driver karena dia lebih cakap mengendarai motor dibandingkan pamannya.

Ketika kutanya motivasi apa yang membuat dia nekad pulang dengan sepeda motor? Pria kelahiran 31 Desember 1988 ini menjawab agar di kampung tersedia motor.

Baca juga: Hari Ginjal Sedunia: Pasien Cuci Darah Setiap Tahun Bertambah di Indonesia

"Rumah Ibundaku ada di Purwokerto. Sementara kampung istriku ada di Kebumen. Saudara-saudaraku rumahnya saling berjauhan. Aku ingin bersilahturahmi dengan mereka semua. Dengan bersepedamotor akan memudahkan niatku," jelasnya.

RiyantoRiyanto atau Ryan saat istirahat dalam perjalanan dari Tangerang menuju Kebumen, Jawa Tengah, saat mudik beberapa waktu lalu. (Foto: Dok. Riyanto)

Bagi suami Tutut Riyana ini, bersilahturahmi adalah satu amalan yang mulia dan kewajiban dalam agama. Dan rutin ia jalankan selama Hari Raya Idul Fitri.

"Cuci darah saya di Purwokerto. Jarak dari Kebumen lumayan jauh, memakan waktu 3 jam. Aku tidak ingin merepotkan saudara-saudaraku. Aku tempuh sendirian dengan menggunakan motor," jelasnya lagi.

Ketika kutanya apa tidak capek selama 12 jam mengendarai motor dari Tangerang menuju Kebumen, pasien cuci darah yang sudah menginjak tahun keempat ini menjawab bahwa perjalanannya sungguh menguras tenaga.

Saat orang lain tertidur lelap pada malam dan dini hari, justru mata Ryan harus awas mengamati jalan raya. Hanya dari jam tiga sore sampai magrib dia temui sinar matahari, selebihnya ia ditemani gelapnya hari.

"Sempat ngantuk juga, aku basuh mukaku dengan air agar terjaga lagi. Sungguh beruntung, aku tidak merasa haus selama ada di motor,"

"Semangatku ingin segera bertemu ibuku yang selalu memberi suport kepadaku. Dan ingin segera berlebaran dengan istri dan anakku yang sudah berangkat dengan menggunakan mobil travel," ujarnya dengan antusias.

Ketika saatnya harus balik, kupikir dia mengirimkan sepeda motornya ke Tangerang lewat jasa ekspedisi. Sementara dirinya, istri dan anaknya memilih naik moda transportasi umum. Tidak perlu capek, karena kerjaaan di pabrik sudah menanti di Tangerang.

Anggapanku ternyata salah. Pria penggemar kopi ini tetap menjalankan tugasnya membawa pamannya balik lagi ke Tangerang dengan sepeda motornya. Terpampang di laman Facebooknya, foto dirinya berada di atas sepeda motor mengenakan jaket berlambang Grab. Dia menulis 'otw' ke Jakarta.

RiyantoRiyanto atau Ryan saat istirahat bersama pamannya di sebuah warung dalam perjalanan dari Tangerang menuju Kebumen, Jawa Tengah, saat mudik beberapa waktu lalu. (Foto: Dok. Riyanto)

Aku membacanya sambil menggelengkan kepala. Pria yang hanya lulusan SD ini mengatakan pasien cuci darah juga bisa melakukan aktivitas layaknya orang sehat. Baginya, semangat mampu mengalahkan kondisi tubuhnya yang serba terbatas itu.

Baca juga: Jiwa-jiwa Bermesin, Memoar Para Pasien Cuci Darah yang Mengharukan dan Menginspirasi

"Dua jam setelah selesai cuci darah, aku segera meluncur balik. Esok hari, aku harus masuk kerja lagi," ujarnya.

Perjalanan yang begitu berat bisa ia lewati. Tak sempat istirahat, Ryan langsung meluncur ke pabrik setibanya di Tangerang. Kembali tenaga dan pikirannya diperas untuk bisa melanjutkan hidup.

Roasting

Bila Anda bersahabat dengannya di Facebook, Anda akan sering disuguhi foto dirinya di tempat kerjanya. Satu hari, dia ber-selfie di samping karung-karung yang berisi biji kopi yang masih mentah. Lain hari, ia ber-selfie dengan latar belakang mesin roasting biji kopi.

"Ruangan tempat kerjaku sangat panas sekali. Makanya, aku suka minuman energi yang dingin. Rasanya nikmat dan aku ketagihan. Itulah yang menyebabkan aku gagal ginjal dan harus cuci darah," kenangnya.

Menjalani coffee roaster ia lakoni sampai sekarang. Ia bekerja bukan di home industri, tapi di sebuah pabrik pengolahan kopi yang sangat besar.

"Setiap hari saya masuk Pukul 08.00 dan pulang 16.30 WIB. Tugas saya teknisi mesin roasting atau pemanggangan biji kopi mentah. Satu hari bisa ratusan karung biji kopi di-roasting. Dan panas sekali ruangannya," ungkapnya.

Bagi pasien cuci darah tentu paham bila harus tinggal dalam ruangan yang panas, akan muncul rasa haus. Tapi, minum harus dibatasi karena sudah tidak bisa BAK (Buang Air Kecil). Sungguh sebuah siksaan yang cukup berat.

Toh Ryan menjalani tanpa mengeluh apalagi lebay. Foto dirinya di Facebook malah sering dia tambahkan kalimat ajakan untuk bersemangat dalam menjalani hidup.

Masuk dari hari Senin sampai Jumat, tanpa ijin seharipun.

"Saya cuci darah selepas bekerja. Saya ambil shift yang ketiga, waktunya malam hari. Saya seperti karyawan sehat lainnya. Setiap hari harus masuk kerja," ungkapnya dengan bangga.

Bila menjumpai dirinya, Ryan terlihat begitu sehat. Tak terlihat tanda-tanda pasien cuci darah. Sebenarnya, dia tidak berbeda dengan pasien gagal ginjal lainnya, yang tubuhnya ringkih dan tidak bugar lagi.

"Awal cuci darah saya sering drop. Sering masuk rumah sakit. Sampai tiga bulan saya jatuh bangun seperti itu," kenangnya lagi.

Baginya, bekerja dan tidak berdiam diri justru membuatnya lebih bugar dari sebelumnya. Katanya, sebagai pasien cuci darah jangan larut dalam kesedihan, karena hal itu akan semakin memperburuk kondisi tubuh.

Sebagai lulusan SD, membuat Ryan tidak punya banyak pilihan dalam bekerja. Sebagai karyawan pabrik sudah membuat dia bersyukur. Dia mampu melanjutkan hidupnya dan menghidupi istri dan anaknya yang masih kecil.

Bila hari Sabtu dan Minggu libur, ia masih sempat mengunakan waktunya untuk menjadi driver ojek online. Katanya untuk cari tambahan pemasukan. Setiap kegiatan KPCDI (Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia) ia selalu berusaha untuk terlibat.

"Semoga saya selalu diberikan kekuatan dan kesabaran menghadapi semua ujian ini. Semoga Allah memberikan kesembuhan pada diri saya, agar saya bisa hidup normal lagi seperti sebelumnya."

RiyantoRiyanto saat bekerja di pabrik kopi di bagian roasting atau pemanggangan. (Foto: Dok. Riyanto)

"Jangan menyerah meskipun kita memiliki kekurangan, selalu sabar dan ikhlas menghadapinya. Semoga Allah selalu menjaga kita," pesannya kepada pasien gagal ginjal lainnya.

Sebagai pasien gagal ginjal, marilah kita belajar darinya. Tubuh kita memang lemah dan harus berhati-hati dalam menjalani aktivitas fisik yang berat.

Tetapi, tidak beraktivitas sama sekali dan larut dalam kesedihan juga hanya akan semakin memperberat kondisi tubuh.

Cerita Ryan adalah cerita pasien yang mampu bangkit dari keterpurukan. Penuh kerelaan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya justru semakin membuat dirinya bugar. Bekerja dengan tekun untuk menafkahi keluarganya malah membuat Ryan menemukan spirit hidupnya. Keseharian yang seperti itu, membuat Ryan merasa menjadi orang sehat.

*Petrus Hariyanto, Sekjen KPCDI

Berita terkait