Kisah Suhartono, Dituding PDP, Terlambat Cuci Darah dan Meninggal

Nasib Pilu Suhartono,tidak bisa cuci darah karena dianggap PDP hanya karena demam. Ia diisolasi dan seminggu lebih tak cuci darah. Ia meninggal.
Ilustrasi. (Foto: KPCDI)

Nuraisah, ibu dua anak, mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi, Senin, 30 Maret 2020. Surat terbuka itu diposting melalui Facebook. Isinya, sangat menyayat hati siapa saja yang membacanya.

“Sekarang, suami saya diisolasi di Ruang Isolasi Matahari Rumah Sakit Fatmawati, tanpa mendapat tindakan cuci darah. Ya Alllah, saya tidak dapat membayangkan beratnya penderitaan suami saya tanpa cuci darah,” kata Nuraisah memulai ceritanya.

“Padahal, ia belum tentu terpapar corona."

"Suami saya akan tetap diisolasi, sampai hasil tes swap keluar 7 hari lagi. Ya Tuhan, suami saya sedang dibunuh pelan-pelan. Ia tak akan sanggup menjalani ini,” tulisnya melanjutkan ceritanya dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Jokowi itu.

Mungkin, sudah sampai pada puncak kemarahannya, karena suaminya terlantar lama tanpa pelayanan cuci darah. Membuat Nuraisah nekad mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Sang istri sudah tidak tahu lagi dengan cara apa meminta RSUP Fatmawati menangani suaminya yang sudah 5 hari tidak cuci darah.

Dalam tulisannya tersebut, pada hari Kamis, 26 Maret 2020, suaminya bernama Suhartono ditolak Rumah Sakit Medika BSD untuk cuci darah karena suhu badannya 37 derajat celsius. Kemudian dirujuk ke RSUP Fatmawati, karena dikategorikan PDP.

“Di Fatmawati, suami saya langsung dibawa ke ruang isolasi. Menunggu seminggu lagi hasil tes keluar baru boleh cuci darah. Sudah sejak Kamis belum cuci darah, dan akan seminggu lagi baru hemodialisa (cuci darah). Cairannya menumpuk. Sama saja suami saya dibiarkan mati pelan-pelan,” katanya dalam tulisan itu.

Cuci darahSalah seorang pasien cuci darah (Foto: KPCDI)

Kontan saja, banyak nitizen memviralkan postingan Nusairah di akun Facebooknya. Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) juga menekan pihak rumah sakit, karena alasan sesungguhnya tidak mempunyai fasilitas hemodialisa di ruang isolasi.

Berbagai media online memuat rilis KPCDI yang menyesalkan rumah sakit rujukan sekelas RSUP tidak mempunyai fasilitas tersebut, di tengah pandemik covid-19.

“Sekelas RSUP aja tidak punya, apalagi rumah sakit di bawahnya,” kata Ketua Umum KPCDI Tony Samosir.

Dalam pemberitaannya tanggal 30 Maret 2020, CNN menulis Rumah Sakit Fatmawati sudah menerima pengaduan dari KPCDi tersebut dan pimpinan sedang berunding.

Karena tekanan publik lewat tersebarnya Surat Terbuka kepada Presiden Jokowi dan tekanan KPCDI, akhirnya tanggal 31 Maret 2020, Pukul 23.00 WIB, Suhartono mendapat pelayanan cuci darah. Sejak hari itu, Rumah Sakit Fatmawati sudah mempunyai fasilitas hemodialisa di ruang isolasi.

Berpulang

Pagi ini, Kamis 9 April 2020, kami semua dikejutkan dengan berita atas kematian Suhartono. Amron Trisnadi, teman sesama penyintas gagal ginjal mengabarkan kalau Suhartono telah meninggal dunia.

“Tono, saat azan subuh tadi meninggal dunia. Hari ini juga, hasil tes swab kedua dinyatakan negatif. Ia sebenarnya sehat-sehat saja. Sudah biasa pasien cuci darah itu mengalami demam. Demam tinggi dibilang PDP, lalu diisolasi, terlambat mendapat layanan cuci darah, “ tulisnya dalam akun Facebooknya.

Amron juga menyanyangkan kalau sia-sia sudah perjuangan Tono menjaga kesehatannya selama bertahun-tahun ini. Ia menceritakan kalau Tono saat itu tangannya sudah membiru dan sudah begitu sesak bernafas, karena berhari-hari tidak hemodialisa.

Petrus HariyantoPetrus Hariyanto seusai cuci darah. (Foto: Petrus Hariyanto)

Dalam ruang isolasi, kondisinya cepat memburuk. Kata istrinya, hari Senin, 6 April 2020, sang suami masuk ICU karena kondisinya memburuk. Enam hari tidak melakukan cuci darah membuat racun menyebar ke seluruh tubuh. Sebagai pasien gagal ginjal yang sudah tahunan, sudah tidak dapat buang air kecil lagi. Apa yang diminum numpuk dalam tubuhnya, membuat susah bernafas.

Seperti kata Amron, si pasien sebenarnya sehat-sehat saja karena petugas paranoid menyebabkan dia meninggal, bukan karena virus corona.

Seharusnya, bila SOP-nya mengharuskan pasien cuci darah yang dikategorikan ODP, PDP, dan suspect harus hemodialisa di ruang isolasi, fasilitasnya harus dibangun juga.

"Harus cuci darah terpisah dari pasien lain, tapi fasilitasnya nggak dibangun, kan konyol namanya," kata Amron.

RS Fatmawati baru menyediakan fasilitas itu setelah mendapat tekanan publik. Kalau tidak ada tekanan publik, mungkin Suhartono dibiarkan di ruang isolasi selama seminggu, dan mati sebelum tes swab keluar.

Panduan Pencegahan di Ruang Dialisis

Lalu bagaimana dengan rumah sakit lainnya? Terungkap RSPI Sulianti Saroso dan RSUP Persahabatan tidak menerima pasien cuci darah yang dikategorikan ODP, PDP dan positif covid-19, karena tidak ada fasilitas hemodialisa di ruang isolasi.

Melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.01.07/MENKES/169/2020 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan, pemerintah menetapkan 132 sebagai rumah sakit rujukan dalam menangani pasien covid-19. RSPI Sulianti Saroso dan RSUP Persahabatan masuk dalam daftar Keputusan Menteri Kesehatan tersebut.

Sayangnya, tidak semua rumah sakit rujukan itu memiliki fasilitas bagi pasien cuci darah bila terkena covid-19. Bahkan, KPCDI menduga sebagian besar tidak melakukan upaya ke arah sana.

Bahkan, per tanggal 16 Maret 2020, RSPI Sulianti Saroso khusus menangani pasien covid-19, tidak melayani rawat inap lagi pasien non covid-19. Semua pasien covid-19 akan ditangani kecuali yang mempunyai penyakit bawaan gagal ginjal. Sebuah kebijakan yang sangat diskriminatif dan menganaktirikan pasien gagal ginjal.

Lebih lebih, rumah sakit penyelenggara hemodialisa yang bukan rujukan, ditemukan fakta tidak ada yang melengkapi unit hemodialisanya dengan ruang isolasi.

Kalau orang sehat dinyatakan ODP dan PDP, bisa melakukan isolasi mandiri di rumah, kecuali dinyatakan suspect harus diisolasi di rumah sakit rujukan. Tetapi kalau pasien gagal ginjal dinyatakan ODP dan PDP saja, ceritanya jadi lain.

Catatan KPCDI atas laporan pasien, bila dinyatakan ODP dan PDP saja sudah langsung tidak dilayani cuci darah di rumah sakit setempat, langsung dikirim ke rumah sakit rujukan. Alasannya karena tidak memiliki fasilitas khusus tersebut.

Padahal, Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) telah mengeluarkan “Panduan Pencegahan Transmisi Covid-19 di Ruang Dialisis”. Panduan itu meliputi panduan untuk pasien dialisis, panduan untuk staff dialisis, panduan ruang pelayanan.

Rumah sakit harus menyediakan ruangan hemodialisis (HD) :

1. Ruangan HD untuk pasien normal

2. Ruangan HD isolasi setara isolasi hepatitis B tidak perlu bertekanan

negatif dengan ventilasi yang baik.

3. Ruangan HD isolasi airborne infection (seperti TBC)  dengan tekanan

negatif.

Pasien kategori PDP menggunakan ruang HD isolasi airborne infection (seperti TBC)  dengan tekanan negatif.

Pasien kategori ODP menggunakan Ruangan HD isolasi setara isolasi hepatitis B  tidak perlu bertekanan negatif dengan ventilasi yang baik

Kasus konfirmasi menggunakan Ruangan HD isolasi airborne infection (seperti TBC) : dengan tekanan negatif.

Menurut pengakuan Aida Lydia, PhD, SpPD-KGH, Ketua Umum PB Pernefri, panduan itu telah disosialisasikan ke semua stakeholder. Dalam Permenkes 812 Tahun 2010, Tentang Pelayanan Dialisis Pada Fasilitas Kesehatan, Pernefri mempunyai tugas memberi advis kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Kota/Babupaten dalam rangka pengawasan kualitas penyelenggaraan hemodialisa.

Seharusnya rumah sakit penyelenggara sudah mengetahui protokol Pernefri tersebut, termasuk Satgas Percepatan Penanganan Covid-19. Rumah sakit rujukan semuanya harus sudah menyediakan ruangan hd dengan klasifikasi yang ditentukan Pernefri. Bahkan yang non rujukan, oleh protokol itu juga harus menyediakan fasilitas khusus tersebut.

Bila hari ini masih minim dan tidak ada perubahan, akan banyak lagi pasien cuci darah yang meninggal di tengah wabah covid-19. Mereka meninggal bukan karena terpapar virus yang mematikan itu, tetapi menerima vonis maut yang namanya ODP dan PDP. []

*Petrus Hariyanto, Sekjen KPCDI (Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia)

Berita terkait
Jeritan Hati Penyintas Gagal Ginjal di Tengah Covid-19
Pandemi Covid-19 membuat kalang kabut pasien gagal ginjal kronik. Kelompok yang rentan tertular. Angka kematiannya tinggi bila terinfeksi.
Anemia pada Penyakit Gagal Ginjal Kronis
Anemia atau kadar Hb rendah dalam darah mungkin penyakit yang terlihat sepele bagi orang sehat, namun tidak bagi penderita gagal ginjal.
Manfaat Terapi CAPD bagi Pasien Gagal Ginjal
Seminar Meningkatkan Kualitas Terapi CAPD Pada Pasien Gagal Ginjal di Jakarta, Minggu, 1 Maret 2020.
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.