Hari-hari Penjahit Sepatu di Madura

Seorang penjahit sepatu dan sandal di Pamekasan, Madura, sudah 20 tahun hidup berwirausaha, mengandalkan keterampilan dan bakat dari orang tua.
Penjahit sandal dan sepatu Nurul Umam di pangkalannya di Jalan Abdul Aziz, Kelurahan Cungcangcang, Kecamatan Kota Pamekasan, Madura. (Foto: Tagar/Nurus Solehen).

Pamekasan - Apabila mata jeli, tiap pengendara yang melintas di Jalan Abdul Aziz, Kelurahan Jungcangcang, Kecamatan Kota Pamekasan, Madura, akan menjumpai seorang penjahit sandal dan sepatu bekas, mulai pukul 08.00-15.30 WIB.

Penjahit tersebut bernama Nurul Umam. Di tengah aktivitasnya menjahit, Tagar tergugah untuk menghampiri dia yang sedang duduk sendiri. 

Rasa penasaran kian munyeruak, setelah melihat tumpukan sepatu dan sandal di atas meja yang dilapisi seng putih belum dikerjakan.

Nurul, sapaannya, dikenal sebagai pribadi yang santun, ceria, penuh senyuman. Setiap orang yang melintasinya bakal dia sapa, meskipun belum tentu memintanya membenahi sepatu.

"Disilakan duduk, jangan berdiri," tutur Nurul saat dihampiri Tagar, Senin, 21 Oktober 2019.

Sembari berbincang, jemari pria berusia 46 tahun ini terlihat sibuk, sedang melilitkan benang di atas jarum besar ke alas sepatu. Benangnya tidak hanya satu warna. Tentu, dia menyesuaikan dengan warna sepatu yang dijahitnya.

"Tidak menentu bergantung pesanan," kata dia.

Selain sandal dan sepatu, Nurul juga meladeni pesanan reparasi tas. Perlu dicatat, tidak semua tas bisa ia rapikan, terkendala alat jahit yang dia tinggal di rumah.

Dari pagi sampai sore, Nurul menerima pesanan di pangkalannya. Selepas itu, ada orderan dari tetangga rumah juga dia sanggupi. 

Dia berujar, sejauh ini rata-rata pelanggan tetapnya berasal dari wilayah pantai utara Pamekasan.

Harga Murah Kualitas Jempolan

Pesanan jahitan per hari, kata dia, antara tujuh hingga 10 sepatu, terdiri dari sandal anak-anak hingga sepatu orang dewasa. 

Waktu selesai pengerjaan, menyesuaikan dengan banyaknya pesanan. Namun diupayakan dalam beberapa jam sudah rapih sesuai yang diinginkan pelanggan.

"Misalkan banyak, bisa digarap keesokan hari. Tapi sebenarnya sehari sudah selesai," kata dia.

Yang penting lancar dan pelanggan merasa puas dan nyaman.

Apabila dikalkulasi, pendapatan Nurul dalam satu hari berkisar antara Rp 50.000-Rp 100.000. Jika pelanggan sedang sepi, tentu pemasukannya merosot.

"Kadang bisa Rp 20 ribu," ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak.

Untuk reparasi satu sepatu atau sandal, Nurul mematok harga bervariasi, menyesuaikan dengan tingkat kerumitan proses menjahit dan kerusakan benda. Terendah dia patok antara Rp 10.000-Rp 15.000, sesuai dengan kondisi barang yang akan dipoles.

Bagi pria berkumis ini mengatakan harga reparasi sudah lebih dari cukup. Nurul memasang harga murah, semata untuk membuat nyaman pelanggan, ketimbang mematok harga mahal namun orang enggan datang. 

"Yang penting lancar dan pelanggan merasa puas dan nyaman," kata dia.

Saat ditemui siang itu, Nurul mengaku menekuni keahlian menjahit sandal dan sepatu genap sudah genap 20 tahun. Dia mulia merintis pekerjaan ini sejak tahun 1999.

Baginya, mungkin hanya sebagian orang memahami uang sebagai harta kekayaan yang harus menerus dikejar di dunia. 

Dia memandang orang yang menggebu-gebu ingin bergelimang uang, emas, dan tanah untuk memperkaya diri adalah salah kaprah. 

Menurut Nurul, apapun rezeki di dunia harus digali sebaik mungkin dan yang terpenting adalah halal, jangan sampai merugikan orang lain. 

Sebab, manusia sudah diberikan akal, naluri, hati nurani, dan budi. Selanjutnya tinggal berjuang sekuat tenaga memberikan manfaat bagi orang banyak.

"Padahal ada yang melekat pada diri manusia berupa kreativitas atau keahlian diri," tuturnya.

Memang, kata Nurul, pekerjaan yang dia lakoni saat ini tidak bisa menjaring harta berlimpah. Namun rezeki Tuhan menurut dia sangatlah luas, tidak sebatas kekayaan materiil semata. Jadi, apapun pekerjaannya, jangan berkecil hati.

"Buktinya saya hidup sebagai tukang jahit," ucapnya tersenyum.

Bakat Menurun dari Orang Tua

Penjahit di MaduraPenjahit sandal dan sepatu Nurul Umam di pangkalannya di Jalan Abdul Aziz, Kelurahan Cungcangcang, Kecamatan Kota Pamekasan, Madura. (Foto: Tagar/Nurus Solehen).

Nurul mengaku, seni keterampilan menjahit turun dari sang ayah. Dulu, kata dia, ayahnya juga berprofesi sebagai penjahit sepatu dan sandal. Suatu waktu benaknya terbersit untuk meneruskan perjuangan sang ayah yang sudah merintis pekerjaan ini sejak puluhan tahun silam. 

“Hanya tertarik saja, tetapi tidak memberitahu bapak kalau berminat menjadi tukang jahit sepatu dan sandal,” ungkapnya.

Dia memprioritaskan kualitas garapan dan ketepatan waktu pengerjaan kepada pelanggan setianya.

Setelah itu dia mulai mencari lokasi di sekitar wilayah Kota Pamekasan untuk dibuat lapak usaha. “Di sinilah mulai serius tertarik menekuni keahlian ini. Tanpa banyak kata saya langsung praktik setelah membeli semua peralatan menjahit sepatu dan sandal bekas,” ujar dia.

Bermodal nekat, kemudian Nurul membuat papan kayu yang dipajang di dekat pohon pinggir jalan. Awal merintis sebagai penjahit sepatu dan sandal, meski sepi dan belum ada yang berminat, pria berkumis ini tetap optimis akan mendapatkan pelanggan.

Hari demi hari berganti. Bagaikan magnet, lama kelamaan lapaknya menyedot pendatang yang hendak mereparasi sepatu dan sandal. Hingga kini, setiap hari lapak tempatnya duduk dapat dipastikan kedatangan pelanggan. 

Bahkan, kata dia, tak jarang dalam sehari mendapatkan puluhan pelanggan baru. Niscaya dia memprioritaskan kualitas garapan dan ketepatan waktu pengerjaan kepada pelanggan setianya.

Usaha kecil dan sederhana ini, di mata Nurul sudah sangat mendukung dan mencukupi untuk membuat dapur keluarganya mengepul dengan aroma makan setiap hari.

Setidaknya, Nurul berekspektasi mengumpulkan pendapatan bersih sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. Kalau dikalkulasi dalam sebulan, berarti Nurul bisa mengumpulkan uang berkisar jutaan.

Khusus menjahit tas, dia banyak mengerjakan di rumah, karena peralatan jahit sengaja tidak dibawa ke lokasi, agar bisa digarap pada malam hari.

Muhammad Muis, salah satu pelanggan Nurul menimpali, usaha yang dirintis Nurul bisa dijadikan panutan, terutama bagi kalangan pekerja kelas menengah ke bawah. 

Meski usaha menjahit sepatu dan sandal terlihat sepele, dia menaksir hasil keuntungan dan pendapatan bersih yang dikantongi Nurul tidak terbilang kecil, terutama untuk hidup di Jawa Timur.

Selain itu, kata pria asal Madura ini, sentuhan tangan Nurul sangat rapi dan kuat jka dibandingkan dengan hasil garapan di pangkalan lain. “Ya sangat bagus hasil jahitannya. Rapi dan benang yang dipakai juga sangat berkualitas,” kata Muis. [] 

Berita terkait
Terbiasa di Eropa, Fissilmi Hamida 'Gila' di Yogyakarta
Fissilmi Hamida terbiasa melihat lalu lintas tertib di Inggris, Eropa Barat. Setiba di Yogyakarta dia merasa gila karena masyarakat abai peraturan.
Kisah Pria Bantaeng yang Dipasung Karena "Pintar"
Kisah seorang pemuda Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang dipasung karena dianggap gila. Kakinya dijepit dengan balok dan dikurung di rumah panggung.
Mengungkap Legenda Ilmu Hitam Parakang di Bantaeng
Parakang adalah sejenis ilmu hitam yang dimiliki manusia. Hal mistis ini sudah melegenda di Bantaeng, Sulawesi Selatan, hanya segelintir yang tahu.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.