Kisah Pria Bantaeng yang Dipasung Karena "Pintar"

Kisah seorang pemuda Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang dipasung karena dianggap gila. Kakinya dijepit dengan balok dan dikurung di rumah panggung.
Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Bantaeng – Namanya, kita sebut saja Baco. Pendidikannya hanya setingkat sekolah dasar, bahkan tak selesai. Kegemarannya memburu “guru” di plosok manapun di Bantaeng, Sulawesi Selatan, untuk belajar tasawuf dan ilmu-ilmu agama lainnya. Ia juga gemar diskusi tentang politik, ekonomi, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Baco dikenal sebagai anak muda yang piawai bicara.

Tapi nasib membawanya ke hal yang tak diduga siapa pun. Ia menjadi linglung. Bicara sendiri -apa saja- juga kerap mengamuk. Maka orangtuanya lalu mengambil jalan pintas. Mengurung dan memasungnya di rumah panggung mereka di Kampung Pasorongi, Kelurahan Lamalaka, Bantaeng. Itu terjadi sekitar tahun 2000-an. “Sejak itu saya tidak pernah bertemu dia lagi, walau sebenarnya rindu,” kata Ruddin, sobatnya pada Tagar, Kamis, 10 Oktober 2019.

Baco dipasung dengan cara yang juga tradisional. Dua kakinya dijepit dua batang balok. “Ia biasa saja saat dipasung, mungkin tidak tahu apa yang terjadi,” kata Ruddin. Baco baru membuat ulah jika perutnya lapar.

Menurut Ruddin, sebelum tahun 2000, bersama Baco mereka kerap mendatangi orang-orang berilmu di Sulawesi untuk menimba ilmu. Siapa pun yang mereka anggap berilmu mereka segera datangi. "Kami belajar ilmu tasawuf, ya tarekat dan makrifat. Berkeliling, ke Jeneponto, Kajang, Takalar, Selayar, Mandar, dan banyak lagi," kata Ruddin.

Ia biasa saja saat dipasung, mungkin tidak tahu apa yang terjadi.

Di luar itu, selain menyerap ilmu dari orang-orang yang mereka datangi, mereka juga sering berdiskusi -dengan siapa pun. Tapi, berbeda dengan dirinya, Baco lebih pintar bicara. Lebih sedang berdebat dan mendebat. Baco gemar nongkrong di pos ronda. Berbicara apa pun yang menurut dirinya menarik. Jika ada baru di pikirannya ia segera menyampaikan kepada siapa pun.

Lalu, yang tak diduga itu pun terjadi. “Dia mulai senang mengoceh sendiri,” kata Ruddin. Semakin hari kebiasaannya mengoceh sendiri makin menjadi-jadi. Ia mulai dijauhi teman-temannya yang menilainya aneh. Lambat laun orang pun memvonis Baco: ia sakit ingatan, gila. “Omongannya aneh, kadang-kadang sangat jorok,” kata Ruddin.

Puncaknya, orangtuanya kemudian memasungnya. Ia dikurung dalam kamar khusus. Tak ada orang mendengar ocehannya lagi, juga omongannya yang tak senonoh. “Pemasungan itu dilakukan setelah segala pengobatan untuk dirinya tak berhasil,” ujar Ruddin.

Demi kesembuhan anaknya, orangtua Baco melakukan segala hal. Dibawa ke berbagai “orang pintar”, meminum air gumbang (air dari dalam tempayan tanah liat yang diyakini manjur), hingga memandikannya di sungai sesuai anjuran “orang pintar.” Tapi, tak ada hasilnya. Maka, jalan terakhir pun diambil, ya dipasung itu.

Sekitar tiga tahun Baco dipasung sampai kemudian dianggap normal kembali. “Setelah itu ia menikah dan memiliki dua anak,” kata Ruddin.

Menurut Ruddin, Baco kini memang tak dipasung lagi. Hanya, sesekali ia masih berteriak-teriak. Ruddin mengaku dirinya  merasa sedih dan sakit hati sobatnya itu dilabeli sebagai “orang gila.” Menurut dia, jika dulu ada pengobatan dari sisi medis yang canggih seperti sekarang, mungkin Baco tak akan mengalami nasib tragis itu, dipasung.

Baco hanya satu dari ribuan orang di Indonesia, yang dianggap “gila” dan dipasung. Menurut catatan lembaga hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW) pada 2018 jumlah penyandang gangguan mental di Indonesia yang dipasung sekitar 12.800. Cara-cara pemasungan ini dinilai tidak akan membawa hasil dan justru melanggar HAM. 

Dunia internasional juga menetapkan 10 Oktober sebagai Hari Kesehatan Jiwa. Dengan adanya Hari Kesehatan Jiwa diharapkan publik sadar, pemasungan seseorang yang dianggap gila adalah cara yang salah dan mereka dipasung mestinya mendapat pengobatan medis. []

Berita terkait
23 ODGJ Dipasung di Gunungkidul Karena Stigma Negatif
Masyarakat dan keluarga di Gunungkidul yang hidup di sekitar ODGJ diimbau untuk mengubah stigma negatif.
Rantai Kaki Jamil Khairi Dibuka, Program Aceh Bebas Pasung Berkobar
Lewat program Aceh Bebas Pasung, Jamil Khairi akhirnya menikmati rasa bebas dari rantai di kaki.
5 Tips Penting Saat Belanja di Pasar Lambocca Bantaeng
Pasar Lambocca merupakan pasar yang terletak di Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Berikut tips untuk berbelanja di sini.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.