Mengungkap Legenda Ilmu Hitam Parakang di Bantaeng

Parakang adalah sejenis ilmu hitam yang dimiliki manusia. Hal mistis ini sudah melegenda di Bantaeng, Sulawesi Selatan, hanya segelintir yang tahu.
Sebuah ilustrasi perjalanan yang kulakukan menuju tempat yang sama sekali tidak kukenali untuk menguak sebuah misteri Parakang di Bantaeng, Sulawesi Selatan. (foto: Tagar/FAZ).

Bantaeng - Saya syok, kaget. Sama sekali tidak habis pikir. Apa hal seperti itu benar-benar ada di Bantaeng? Di tempat yang sangat tenang dan damai ini, apakah saya benar-benar tahu tempat ini? Atau mungkin memang saya tidak mengetahui apa-apa. Sebab, Parakang masih belum bisa diterima dengan akal sehat.

Berawal dari kunjungan beberapa bulan lalu ke rumah teman di sebuah kampung yang tidak boleh disebutkan namanya, saya akan menceritakan penelusuran ilmu hitam di tanah berjuluk Butta Toa, Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Sejak tamat SMA tahun 2010, saya memutuskan meninggalkan kabupaten kecil ini menuju kota Makassar, untuk melanjutkan pendidikan. Kemudian, setelah malang melintang mencari ilmu dan pengalaman di tempat rantau, saya memutuskan kembali ke Butta Toa, tepatnya tahun 2018 kemarin.

Perkenalkan, saya adalah seseorang bapak yang dikaruniai seorang anak, bekerja sebagai team leader di sebuah perusahaan franchising. Mungkin sangat kebetulan, usai menikah, saya diberi kesempatan kembali bertugas di tanah kelahiran.

Hingga anak berumur 3 bulan, terkadang ia mesti dibawa ke tempat kerja. Saya tidak tega menitipkannya kepada Ibu mertua dan tiada niatan sama sekali untuk mencari tenaga asuh menjaga si buah hati. 

Akhirnya, dalam beberapa kesempatan, anak semata wayangku mesti turut serta dibawa dalam perjalanan kerja. Kadang, mau tak mau ia menjadi korban kesibukan ayahnya, larut malam saya baru menyelesaikan tugas.

Waktu itu saya sedang ada pertemuan di rumah sahabat lama yang akrab kupanggil Puang. Bisa dikatakan reuni juga dengan kawan masa muda. 

Tentu, saat itu saya membawa anak dan istri. Tepatnya pagi hari sekitar pukul 9.00 WIT, setelah fingering dan briefing di kantor, saya langsung izin ke pimpinan untuk menjalani agenda lanjutan.

Tak Sengaja Mengunjungi Sahabat Lama

Rumah Puang berada di sebuah kampung. Tidak terlalu jauh sebenarnya dari pusat kota di kabupaten kecil ini. Tapi cukup terpisah, karena berada di tengah-tengah area sawah yang luas, juga bersentuhan langsung dengan area pantai

Saya tidak ingat betul kapan terakhir kali berkunjung ke sini. Pastinya sudah sangat lama, mungkin sekitar satu dekade lalu.

"Assalamualaikum," kata Puang menyambutku. "Waalaikumsalaam," sahutku, sambil merangkul karibku ini. 

Seorang perempuan tua mengenakan kerudung usang senyum-senyum tanpa sebab, kemudian berlalu.

Sudah cukup lama saling menatap dan tertawa, akhirnya saya perkenalkan dia dengan istri dan anak. Suasana kampung masih sama seperti yang dulu. Sangat tenang, sangat damai, dengan aroma pantai yang dapat melenyapkan kepenatan di kepala. Letak rumah dia memang hanya beberapa meter dari pesisir. 

Selagi menikmati bermacam kenangan yang sekejap membuat ingatan kembali ke masa muda, saya tercengang bengang, tatkala melihat mulut Puang komat-kamit membaca mantra. Matanya menatap tajam ke sebuah objek di belakangku.

Spontan saya balik badan, di sana ada seorang perempuan tua yang mengenakan kerudung usang senyum-senyum tanpa sebab, kemudian dia berlalu meninggalkan kami semua. 

Saya tidak mengenalnya. Mengapa dia tersenyum. Kenapa Puang tiba-tiba saja membacakan mantra. Seingatku, temanku yang satu ini dari dulu memang sangat sensitif dengan hal-hal yang berbau gaib

Saat masih sekolah, setiap kali ada yang kesurupan, pasti Puang turun tangan membantu anak-anak yang kerasukan roh gaib. Teka-teki yang menjadi misteri, lalu siapa perempuan yang tadi melintas misterius?

Puang kemudian mengajak masuk ke dalam rumah. Dia mempersilakan kami duduk dan ternyata waktu itu memang hanya kami sekeluarga yang datang. 

Kami sebenarnya janjian dengan tiga orang kawan lainnya, namun mereka beralasan sedang sibuk dan sulit menyekat waktu untuk hadir dalam reuni dadakan.

Puang Tak Ubahnya Seperti yang Dulu

Puang menangkap gelagat bingung di wajahku. Begitu pun istriku yang menggendong bayi, wajahnya berubah drastis menjadi cemas ketakutan. Seorang ibu memang peka jika anaknya dilingkupi kondisi bahaya. 

Dengan tenang, Puang melangkah ke dapur. Dia mengambil segelas air putih kemudian kembali lagi ke ruang tamu.

"Bismillahirahmanirahim," ucapnya mengawali doa-doa. 

Ternyata ia mengambil air untuk rukiah. Seperti biasa, dengan menggunakan media air putih yang diisi dengan doa-doa, dia coba membantu melepaskan gangguan-gangguan gaib. Air itu kemudian diminum istriku, sisanya dipercikkan ke seluruh tubuh bayi kami.

"Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa, untung cepat tadi," katanya berusaha menenangkan kami. 

Tetapi, saya masih sangat gelisah, bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi. Kenapa istri dan bayiku? Apa hubungannya dengan perempuan tua misterius yang tak kukenal tadi. Pikiran ini masih terus bertanya-tanya tanpa jawaban pasti.

Parakang.

Lalu, Puang mulai menjelaskan. Memasang mimik yang sangat serius, seolah dia berbicara dengan sangat hati-hati, takut menyinggung perasaan orang lain atau sesuatu yang entah apa yang ada dalam pikirannya.

"Parakang," katanya lirih. 

Bukan pertama kali saya mendengar kata itu. Sudah sering, sejak dulu, saat masih kecil. Tetapi dengan konotasi yang berbeda. Tentu saja bukan dalam kondisi mencekam seperti ini.

"Lampako anrio lattanjak parakang jeka deh," seperti itulah kalimatnya. Jika diartikan dalam bahasa Indonesia artinya seperti ini, "mandi sana nanti wajahmu jelek seperti parakang." 

Kalimat tersebut biasanya ditujukan untuk orang yang malas mandi. Memang sekilas terbilang kasar, tapi sebagian orang, termasuk saya pribadi, mengganggap konotasi itu sebagai hal yang lucu.

Saya tidak akan menceritakan secara detail apa yang disampaikan Puang kepadaku. Sama dengan nama kampungnya, harus dirahasiakan demi menjaga agar tidak terjadi salah paham dengan pengalaman orang lain. 

Parakang Mengintai Bayi

Rupa-rupanya, Puang hingga saat ini masih bergelut dengan hal-hal mistik yang berada di luar nalar. Tak dapat dipungkiri, dia memang diberikan kelebihan sejak lahir. Titisan dari leluhurnya. Kata Puang, ilmu Parakang juga kurang lebih seperti itu. Dapat dimiliki seseorang tanpa harus minta-minta.

Parakang bukan jin atau setan. Parakang adalah sejenis ilmu hitam yang dimiliki seorang manusia. 

Seseorang menjadi Parakang, bisa karena manusia yang tidak menuntaskan pelajaran ilmu hitam, atau bisa juga karena ilmu tersebut berpindah ke raganya tanpa disengaja. (Di bagian tertentu akan saya jelaskan bagaimana cara ilmu tersebut berpindah ke seseorang).

Parakang bisa berubah-ubah wujud dan muncul siang maupun malam hari. Kesehariannya pun sama dengan manusia pada umumnya. 

Secara kasat mata dia adalah orang normal. Kadang di waktu-waktu tertentu 'insting'nya muncul, lalu berubah menjadi kucing ataupun anjing. Tetapi, bila bergerak di malam hari, ruhnya akan terbang sejauh 7 lembah dan 7 gunung. 

Pada saat berubah wujud, fisiknya tetap ada di rumah dalam posisi terbaring atau tertidur, hanya jiwanya yang bergerak di luar untuk mencari 'mangsa'. 

Parakang adalah sejenis ilmu hitam yang dimiliki seorang manusia.

Parakang biasanya mendatangi seseorang yang sekarat, di rumah sakit, kamar bersalin, atau jika ia melihat bayi. Kurang lebih seperti itulah yang disampaikan Puang.

Sekarang terang benderang, perempuan yang pagi itu tersenyum adalah Parakang yang kemungkinan mengincar bayiku. Tapi untung kami tidak meladeninya. Dia bahkan tidak sampai menyebut nama dan menyentuh anakku. Jika tidak, kata Puang, maka saya patut khawatir. Entahlah, saya tetap saja takut saat itu.

Kembali ke Sana Mencari Teka-teki Jawaban

Tak kusangka pertemuan itu akan berjalan sangat menegangkan. Seminggu setelah pertemuan tersebut, saya kembali menghubungi Puang dan meminta untuk bertemu dengannya. 

Dia pun mempersilakan saya untuk datang, berkunjung ke kediamannya. Saya balik ke sana, tetapi kali ini sendirian, tanpa ditemani anak dan istri.

Saya mengetuk pintu rumah Puang, namun tidak kunjung mendapat jawaban. Saya bahkan sudah mondar-mandir ke dalam mobil. Sempat terbersit untuk mengurungkan niat menemuinya. Terakhir ketika mengetuk pintu rumahnya, sebuah sentuhan justru mendarat di pundak kanan.

Jika melihat anjing atau kucing dengan kondisi kaki yang tidak normal dan kepala lebih menunduk dari biasanya, itulah yang dianggap sebagai ciri-ciri wujud Parakang.

"Puang," kataku dengan gemetar. 

Rupanya ia baru saja tiba dari toko. Pantas saja tak ada yang menyambut kedatanganku. Puang memang tinggal seorang diri di rumahnya. Hingga kini ia masih betah hidup melajang.

Seperti biasa, Puang menjamu dengan secangkir teh hangat. Di antara kawanan-kawan yang lain, sepertinya cuma saya yang tidak minum kopi dan tidak merokok. Saya seruput saja teh itu. Anehnya, badanku tiba-tiba saja bergetar bukan karena dingin. Tapi karena merinding. 

Entah mengapa sekujur tubuh tiba-tiba saja merasa kedinginan ketika memasuki gerbang perbatasan kampung ini.

Saya menceritakan tujuanku menemui Puang. Sejak pertemuan terakhir itu, istriku tidak berhenti merasa gelisah. Ia terus mendesakku untuk kembali menemui Puang dan mencari tahu lebih jelas tentang Parakang. 

Adakah yang bisa dilakukan agar tidak diganggu roh gaib jika suatu saat bertemu lagi. Atau mencari tahu bagaimana membedakannya bahwa ini adalah anjing dan kucing biasa atau justru Parakang jadi-jadian dan sebagainya.

"Kalau melihat anjing atau kucing kakinya pincang tigaji yang panjang, kepalanya tunduk, biasanya begitu ciri-cirinya," kata Puang menjelaskan dalam dialeg bahasa setempat. 

Artinya kurang lebih seperti ini, "jika melihat anjing atau kucing dengan kondisi kaki yang tidak normal dan kepala lebih menunduk dari biasanya, itulah yang dianggap sebagai ciri-ciri wujud Parakang".

Puang juga memberitahu suatu cara tradisional untuk membuktikan atau mengetahui siapa sosok Parakang di sekitar kita. Katanya, pada malam hari saat gelap dan sunyi, cobalah untuk duduk di atas tempurung kelapa yang di bawahnya ada ikan bete-bete. 

Kemudian, tunggu beberapa saat, biasanya Parakang akan muncul. Jika dia perempuan, maka akan datang dengan rambut terurai.

Sedangkan, apabila di suatu kampung sudah diketahui siapa seseorang yang dicurigai sebagai Parakang, bisa diusir dengan cara, lemparkan seekor belut dengan pecahan beling dari botol merah dan jintan hitam di got atau selokan depan rumah orang yang dicurigai. Tidak butuh waktu lama dia akan berpindah jauh, karena merasa rumahnya terbakar dan tidak nyaman.

"Kalau ada yang mau kasih ilmu, lalu ada dalam kalimatnya itu disebut Labolong, nah jangan diterima karena itumi ilmunya Parakang," jelas Puang. 

Pesannya, "jangan pernah asal menerima pengetahuan atau ilmu dari seseorang. Apalagi jika dalam kalimat saat orang tersebut berbicara disebut 'Labolong'. Secepat mungkin pergilah dan tinggalkan orang tersebut. Biasanya saat sudah sekarat, Parakang akan mencari penerusnya sebelum mati."

Parakang Melegenda di Bantaeng 

Konon, itu sebabnya mengapa hingga saat ini Parakang masih berkeliaran di sekitar. Hanya dengan mengulang sebuah kalimat, ilmu hitam Parakang bisa langsung berpindah dalam sekejap. Atau hanya dengan menyebut 'limba' yang artinya pindah.

"Kalau nabilangmi limba, limba, nah jangan diulang itu kalimatnya, kalau kau sebut juga limba, ilmunya pindah sama kau," tutur Puang mengingatkanku.

Saya tidak pernah membayangkan suasana lebih horor yang pernah kualami dari pertemuan hari itu. Saya benar-benar mendapat banyak pengetahuan tentang hal-hal yang tidak pernah terpikir sebelumnya.

Satu kali pukulan bisa menyebabkan luka cacat sampai meninggal pada tubuh asli manusia Parakang.

Sebelum pamit, Puang juga menyampaikan satu cara mudah tatkala berpapasan dengan Parakang secara langsung.

"Pukul satu kali, jangan lewat karena tidak akan mempan itu," kata Puang. 

Satu kali pukulan bisa menyebabkan luka cacat sampai meninggal pada tubuh asli manusia Parakang. Namun sebaliknya, jika lebih dari itu, maka tidak berdampak apapun, malah Parakang bisa semakin ganas melawan.

Perjalananku pada Sabtu 5 Oktober 2015 itu benar-benar memeroleh pelajaran berharga dari seorang teman. 

Puang menyadarkanku untuk mawas diri. Terlebih, saat ini bayiku sangat sering kubawa keluar rumah, ikut denganku ke tempat kerja, karena memang istriku bekerja di tempat yang sama denganku.

Begitulah pengalamanku saat menulusuri kampung halaman kerabat dekat yang rupa-rupanya di sana memang kerap disebut kampung Parakang. Sebuah perjalanan yang bikin bulu kudukku merinding siang dan malam. [] 

Berita terkait
Kuntilanak Penculik dari Bantaeng Sulawesi Bernama Anja
Menjadi cerita turun-temurun Anja sosok kuntilanak menakutkan di Banteang, Sulawesi Selatan, karena kerap menculik anak kecil selepas magrib.
Tragedi Berdarah Rumah Berhantu di Bantaeng
Di sebuah rumah angker tak berpenghuni di Bantaeng, Sulawesi Selatan, kabarnya sempat terjadi tragedi berdarah, saat suami memenggal istrinya.
Kuntilanak Intai Pengendara Motor di Semarang
Pengendara motor di Semarang ditampakkan kuntilanak berambut panjang berwajah hitam. Wanita itu mengenakan daster corak batik yang sudah kumal.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.