Jakarta - Hakim ad hoc tindak pidana korupsi Anwar kini merasakan jabatan barunya sebagai komisaris di Pertamina Patra Niaga. Ia diangkat menjadi komisaris sembilan hari setelah menyidang kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pengadilan Negeri Jakarta menegaskan Anwar telah mengudurkan diri saat pemegang saham dalam anak perusahaan Pertamana itu mengangkatnya sebagai komisaris. Meski demikian, Tagar masih menemukan foto dan identitas Anwar sebagai hakim ad hoc di website pn-jakartapusat.go.id pada 3 Juli 2020 pukul 16.00 WIB.
"Beliau diangkat sebagai komisaris tanggal 12 Juni 2020, maka sejak tanggal 12 Juni 2020 itu juga, beliau telah mengajukan pengunduran diri sebagai hakim ad hoc tipikor melalui Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata juru bicara PN Jakarta Pusat Bambang Nurcahyo di Jakarta, Kamis, 2 Juli 2020.
Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang.
Beliau telah mengajukan pengunduran diri sebagai hakim ad hoc tipikor
Pada 3 Juni 2020, tujuh hakim menyidangkan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya untuk membacakan dakwaan enam orang terdakwa. Ketujuh orang hakim tersebut adalah Rosmina, Saefuddin Zuhri, Susanti, Anwar, Ugo, Sigit Herman Binaji dan Titik Sansiwi.
Sementara keenam terdakwa adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto.
Pada 12 Juni 2020, Pertamina Patra Niaga mengangkat Anwar menjadi komisaris utama. Foto dan identitasnya pun telah dipajang di laman website resmi perusahana plat merah itu.
Dalam website Pertamina, pria kelahiran Mataram tahun 1963 itu diperkenalkan sebagai hakim tindak pidana korupsi yang pernah menangani sejumlah kasus-kasus besar. Di antaranya kasus "traveller cheque", penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI), e-KTP, dan lainnya.[]