Hak KPU Larang Eks Koruptor Maju di Pilkada 2020

KPU akan melarang eks koruptor maju di Pilkada 2020. Upaya itu bagian dari ikhtiar untuk menghasilkan kepala daerah yang bersih dan amanah.
Penyerahan hasil Pilgub Jateng 2018 di Kota Semarang, beberapa waktu lalu. Di Pilkada 2020, KPU berencana melarang eks koruptor maju. (Foto: Tagar/Arif Purniawan)

Semarang - Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melarang eks koruptor maju di pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2020 mendapat dukungan. Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah menilai rencana itu merupakan hak KPU.

"Melarang mantan napi korupsi mencalonkan diri merupakan hak dari KPU, untuk memunculkan calon-calon yang bersih dengan tidak memberi ruang pelaku korupsi untuk dipilih kembali," kata Koordinator Divisi Korupsi dan Monitoring Anggaran KP2KKN Ronny Maryanto kepada Tagar, Jumat, 8 November 2019.

Ronny mengatakan agar rencana itu bisa terwujud perlu dilakukan revisi di UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Daerah. Sebab jika hanya menambah pasal di Peraturan KPU (PKPU) maka rentan gugatan seperti yang pernah terjadi di Pemilu 2019. Dimana akhirnya aturan larangan eks koruptor gugur oleh putusan Mahkamah Agung.

"Jika hanya di PKPU akan terjadi perbedaan nomenklatur dengan regulasi di atasnya. Karena itu UU 10 Tahun 2016 perlu diperkuat. Perlu ditambah poin-poin pasalnya atau jika perlu Presiden Jokowi bisa mengeluarkan Perppu Pilkada,” ujar dia

Bagi Ronny, niat baik KPU untuk memunculkan penyelenggara negara yang bersih itu harus didukung semua pihak. Jadi, penyelenggara negara yang sudah pernah menjadi terpidana korupsi, sebaiknya tidak diberi kesempatan lagi mencalonkan kepala daerah.

“Ini bukan pelanggaran hak asasi manusia karena masih bisa mencari sumber penghidupan dari sektor lain, tidak harus menduduki jabatan publik. Karena sosok bupati atau wali kota dan gubernur adalah orang yang mengelola anggaran publik, jadi harus amanah,” ucapnya.

Karena itu UU 10 Tahun 2016 perlu diperkuat.

KP2KKN berharap pada 2020 tidak ada eks koruptor ikut mencalonkan dan jadi pemenang di Pilkada. Seperti yang sudah terjadi di Jawa Tengah, setelah terpilih malah berurusan dengan KPK karena kasus korupsi.

“Ada etika dan hukum sosial, tidak hanya hukum positif. Seharusnya yang sudah pernah jadi napi korupsi tidak mencalonkan lagi meski pencabutan hak politik dari pengadilan masanya sudah terlewati,” tutur dia.

Ketua KPU Jawa Tengah Yulianto Sudrajat menyatakan semangat KPU ingin menyajikan menu calon kepala daerah yang bersih di Pilkada 2020. Selain eks koruptor, juga akan melarang bandar narkoba dan pelaku kejahatan seksual maju.

“Ini sebenarnya sudah mau direalisasikan pada Pemilu 2019 tapi kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Memang seharusnya yang direvisi itu UU Pilkada, ditambahi pasal-pasalnya,” ujarnya.

Sebelumnya, anggota KPU RI Wahyu Setiawan mengatakan akan menambah pasal dalam PKPU terkait larangan eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai kontestan di Pilkada 2020. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang dampak sosialnya sangat besar.

“Sekali lagi mohon maaf, orang berzina, judi saja tidak boleh. Korupsi itu extra ordinary crime,” kata Wahyu. []

Baca juga:

Berita terkait
Bebasnya Sofyan Basir dari Dakwaan Korupsi KPK
Hakim memvonis bebas mantan direktur PLN Sofyan Basir. KPK mesti memperkuat bukti dalam memori kasasinya. Opini Lestantya R. Baskoro
Korupsi Sapi Bunting Seret Pejabat Blora Masuk Penjara
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah resmi menahan Karsimin, mantan Sekretaris Dinas Peternakan Kabupaten Blora, Jawa Tengah selama 20 hari.
Tahu Ada Suap, Bupati Tamzil Tak Lapor Polres Kudus
Bupati Kudus nonaktif HM Tamzil tahu ada suap Rp 200 juta untuk promosi jabatan Sekretaris DPPKAD setempat. Ia menolak tapi tidak lapor ke polisi